Saya pernah menulis tentang itu saat Hari Kopi Sedunia. Anda bisa membacanya di "Hari Kopi Sedunia dan Kenangan Rabu Berdarah."
Tidak mudah mengadvokasi kasus itu ketika Polri berupaya melindungi pelanggaran HAM yang dilakukan rekan-rekan sekorps.
Saya ingat, bagaimana dulu harus menyamar hanya mengenakan sarung ketika menjemput MM. Billah dan Hasballah M. Saad, dua komisioner Komnas HAM saat itu di Bandara. Dalam kenyakinan kami saat itu, jika komisioner Komnas HAM jatuh ke tangan Polri, dalam arti Polri yang mengantar mereka ke mana-mana, Komnas HAM tidak akan mendapatkan informasi yang benar.
Saya ingat, di tengah rapat bersama sejumlah pastor dari Maumere, Ori Rahman (Kontras), Rudi (Skepi), Doni (STN), Mince (Pikul), PRD, STN, dan pimpinan organisasi mahasiswa saat itu, saya tiba-tiba tersadarkan, "Bukti. Proyektil!" Lalu segera minta salah seorang mengantarkan saya ke Rumah Sakit Santo Rafael Cancar, tempat sejumlah korban tembak yang tidak meninggal dirawat.
Di RS, suster kepala rumah sakit berkata---kurang lebih menurut ingatan saya--"Kalian ceroboh. Nyaris terlambat. Untung saya bukan orang bodoh. Mereka datang, bersikeras  ambil bukti-bukti proyektil. Saya serahkan tetapi paksa mereka tanda tangan berita acara. Mereka takut karena saya bule. Dan ini hadiah untukmu, satu proyektil yang saya sembunyikan. Ada juga foto-foto proyektil lainnya."
"Jangan. Simpan itu. Nanti serahkan langsung ke kawan-kawan Komnas yang ke sini. Saya takut dicegat dalam perjalanan pulang."
Ya, Om-Tante. Kita wajib belasungkawa sedalam-dalamnya atas tewasnya aparat Polri---juga tahanan--dalam peristiwa di Mako Brimob. Kita wajib menghormati jasa mereka dalam melaksanakan tugas. Mereka adalah kusuma bangsa.
Kita wajib mengutuk terorisme dan mendukung kepolisian memeranginya. Tetapi jangan lupa pula, perketat  suara kritis dan kontrol kita terhadap kepolisian  agar di kemudian hari cukup sudah penembakan kepada rakyat yang memperjuangkan hak-haknya.
Adil lah sejak dalam pikiran. Katakan benar jika benar, salah jika salah. Kehidupan berbangsa dan bernegara ini tidak sesempit petarungan Jokowi dan Prabowo.
Tabik. Damai sertamu.
***