Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tenaga Kerja Asing Kerah Biru China dan Anomali yang Menyelimutinya

27 April 2018   22:30 Diperbarui: 12 Juni 2018   13:33 4727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: chinadaily.com.cn

Saya coba mengonfirmasi informasi Graceffo, Bradsher, dan Li dengan statistik dan menemukan bahwa memang tidak ada peningkatan angka pengangguran di China. Data statistik yang dikeluarkan 2018 menunjukan sejak 2010 hingga 2017 dan proyeksinya sampai 2020, tingkat pengangguran di China hanya berkisar antara 4,05% hingga 4,19%. Rendah.(1)

Bandingkan kondisinya dengan tingkat pengangguran Amerika Serikat yang pada Maret 2016 tembus 5% meski saat ini turun ke level 4%. Mengacu pada tingkat pengangguran normal Amerika Serikat yang sebesar 5,2 persen---menurut standar yang dikeluarkan The Congressional Budget Office (CBO)-- tingkat pengangguran di China tergolong sangat aman. 

Dengan keadaan di mana pergerakan tingkat penggangguran relatif datar selama 10 tahun terakhir dan diprediksi tetap mendatar hingga 3 tahun ke depan, tidak ada kebutuhan mendesak untuk mengekspor surplus  TKA kerah biru ke luar negeri.

Hal serupa terjadi dengan tingkat upah.  Tidak ada insentif bagi angkatan kerja China untuk berburu pekerjaan kerah biru di negara seperti Indonesia. Dibandingkan negara-negara maju di Eropa, Amerika Serikat, dan negara industri Asia seperti Jepang dan Korea Selatan, tingkat upah buruh di China memang relatif rendah. Tetapi tahun demi tahun tingkat upah minimum terus naik dengan laju di atas 2 digit, lebih dari 11 persen per tahun. Bandingkan dengan Indonesia  yang UMP-nya hanya naik sekitar 8 persen.

Grafik peningkatan upah minimum di China. Sumber: tradingeconomics.com
Grafik peningkatan upah minimum di China. Sumber: tradingeconomics.com
Saat ini UMP di China lebih dari Rp5,3 juta per bulan. Di antara negara-negara Asia, tingkat UMP di China tertinggi ke-5. Sementara tingkat UMP di Indonesia berada di urutan ke-10 atau peringkat empat terendah.

Grafik Perbandingan UMP China dan Indonesia. Sumber www.china-labour.org.hk
Grafik Perbandingan UMP China dan Indonesia. Sumber www.china-labour.org.hk
Dalam hal kondisi kerja, misalnya tuntutan lembur, pemerintah China bahkan lebih ketat dibandingkan Amerika Serikat. Undang-undang Ketenagakerjaan China menetapkan beban kerja buruh maksimal 40 jam per minggu, atau 8 jam per hari dengan hari Sabtu dan Minggu libur. UU itu mewajibkan pengusaha membayar upah lembur yang besarnya 150 persen atau 1,5 kali upah miminum jam kerja normal jika buruh bekerja lebih dari 40 jam kerja seminggu.

Jumlah jam lembur juga tidak boleh lebih dari 36 jam per bulan. Artinya hanya boleh ada tambahan kerja lembur 9 jam per minggu. Jika lembur dilakukan pada akhir pekan (Sabtu-Minggu), pengusaha wajib membayar 200 persen dari upah normal. Sementara upah lembur pada hari libur nasional mencapai 3 kali lipat upah normal.(2)

Kertas Kerja IMF yang aktual (Juli 2015), "China's Labor Market in the "New Normal"" menjelaskan kondisi serupa.

Kertas kerja itu menyatakan, "Newly created urban jobs have exceeded official targets by a significant margin, while the registered unemployment rate remains stable at about 4 percent. Average wages have grown in line with nominal GDP, and the urban--rural income gap has not widened. High-frequency purchasing managers' indices (PMIs) on employment have softened somewhat, but the labor market remains resilient overall. "

Dengan kondisi perekonomian China yang seperti ini---permintaan buruh kerah biru lebih besar dibandingkan penawaran dan tingkat upah lebih tinggi---tidak ada alasan sebenarnya bagi angkatan kerja China untuk mencari pekerjaan ke luar negeri. Demikian pula tidak ada alasan bagi perusahaan China yang berinvestasi dan beroperasi di luar negeri untuk memboyong buruh kerah biru China bekerja di negara tujuan investasi yang tingkat upah buruh kerah birunya lebih rendah.

Melakukan hal itu  justru menghilangkan keunggulan komparatif berupa efisiensi biaya tenaga kerja yang sebenarnya jadi tujuan investasi ke luar negeri---selain kedekatan kepada bahan baku dan pasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun