Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Isu TKA Wajib Politis dan Gaduh, Pak Hanif

26 April 2018   23:30 Diperbarui: 4 Juni 2018   18:55 2731
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menaker Hanif ngopi bareng para aktivis yang mengidolakannya di kedai kopi yang saya dirikan. Dokumentasi pribadi

Respon atas kebijakan publik, kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak memang harus gaduh, harus ramai. Sekali lagi sebab ini problem orang ramai. 

Jika Pak Hanif dan pemerintah tak ingin ramai, jangan membuat kebijakan. Tetapi tidak membuat kebijakan pun akan menuai keramaian sebab itu artinya pemerintah tidak bekerja.

Ketiga, penilaian bahwa perpres itu akan mendorong penciptaan lapangan kerja adalah penilaian yang belum final, belum mencapai kata sepakat. Ini serupa sikap terhadap UU 13/2003, PP 78/2015,dan Permenaker yang lebih operasional.

Hingga kini masih banyak kalangan, terutama para pemimpin dan aktivis gerakan buruh yang menilai peraturan-perundangan perburuhan dan investasi itu berlandaskan semangat mewadahi fleksibilitas pasar tenaga kerja yang diinginkan pemodal, terutama modal internasional. 

Saya yakin Pak Hanif belum lupa akan kesadaran semasa masih aktivis dulu bahwa UU 13/2003 dan sejumlah produk perundang-undangan lain saat itu merupakan pemenuhan kesepakatan dengan IMF ketika kita menerima bantuan mereka untuk menyelamatkan Indonesia dari krisis moneter. Tidak ada makan siang gratis.

Pak Hanif juga tentu paham, bahwa sejak menggantikan peran IMF setelah 2003, Bank Pembangunan Asia (ADB) melancarkan program  The Development Policy Support Program (DPSP) --berupa $200 million single-tranche program loan!--yang salah satu dari empat goalnya adalah  improve investment climate. Salah satu aspek dari peningkatan iklim investasi itu adalah reformasi regulasi ketenagakerjaan agar lebih fleksibel. Keyakinan dan kepentingan ADB adalah regulasi ketenagakerjaan yang fleksibel akan mendorong investasi asing lebih banyak masuk.

Pak Hanif tentu tahu bahwa metode pengambilan keputusan kebijakan di ADB sangat dipengaruhi oleh besarnya kepemilikan saham negara-negara anggota. Pengambilan keputusan di Dewan Komisaris--lembaga pengambil keputusan tertinggi di ADB --mengenal yang namanya hak suara proporsional dan hak suara utama. Hak suara utama, yaitu hak suara setiap negara anggota yang jumlahnya sama hanya berbobot 20 persen. Bobot terbesar justru hak suara proporsional yang berlandaskan besarnya penguasaan saham. Jepang dan Amerika Serikat adalah pemegang saham terbesar di ADB, masing-masing hampir 16 persen.

Pak Hanif tentu paham bahwa negara dalam hubungan internasional mewakili kepentingan nasionalnya, terutama kepentingan kelas yang berkuasa: kaum pemodal. Maka ADB adalah struktur suprastate yang menjadi perpanjangan tangan negara-negara maju untuk menggolkan kepentingan nasionalnya terhadap negara-negara lain.

Tidak seperti buzzer upahan dan pendukung alay pemerintahan yang mengata-ngatai segala kritik dan informasi sebagai hoax, Pak Hanif tentu paham benar signifikansi dependency theory dan world system analisys. Sebagai mantan aktivis, tentu Pak Hanif pernah geluti itu.

Maka sungguh beralasan jika banyak pihak curiga bahwa semangat menciptakan iklim investasi dalam Perpres TKA adalah semangat mewujudkan fleksibilitas pasar tenaga kerja yang lebih condong menguntungkan pemodal dibandingkan peningkatan kesejahteraan buruh dan penyerapan tenaga kerja.

Fleksibilitas pasar tenaga kerja mungkin menyerap tenaga kerja, tetapi berupa insecure job. Hanya menghasilkan subkelas baru dari proletariat: precariat. Buruh yang pekerjaan dan hidupnya sangat precarious, sebab serba tak pasti apakah kerja hari ini akan berlanjut esok pagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun