Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mungkin Rocky Gerung Benar

16 April 2018   03:29 Diperbarui: 2 Februari 2019   20:39 3984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak perlu saya ceritakan lagi pernyataan Rocky Gerung, bensin yang mengobarkan api amarah orang-orang yang terlalu sibuk untuk sekadar menyempatkan diri buat berpikir. Anda tentu sudah membaca soal itu. Jika belum, cari tahu sendiri di beragam warta yang ada. Saya justru ingin menyiramkan lagi bensin agar api kian berkobar. Semoga dengan itu, oleh kemarahan Anda, belenggu kelembaman berpikir yang mengikat nalar kita bisa putus berkeping-keping.

Rocky Gerung bisa jadi benar. Benar menurut saya. Syaratnya adalah apa yang dia maksud senada dengan pecahan puzzle yang saya sembunyikan dalam sejumlah artikel di hari-hari lampau. Coba Anda periksa artikel "Percakapan Senja Petani dan Bocah Gembala" dan artikel "Mengapa Sebenarnya Sudut Pandang 'Matter' dalam Menulis?"

Jika Anda terlalu malas untuk membaca itu, saya berikan quote kontekstual dari masing-masing artikel itu.

Dalam artikel "Percakapan Senja Petani dan Bocah Gembala" ada penggalan dialog Petani dan Bocah Gembala, begini bunyinya:

"Kitab-kitab kuno menceritakan Genesis dengan sastra."
"Mengapa sastra?"
"Sebab Tuhan Sang Maha Penyair dan dengan sastra selembut-lembutnya kebenaran disampaikan, menunggu dipecahkan berabad-abad, cuil demi cuil."

Sementara dalam artikel "Mengapa Sebenarnya Sudut Pandang "Matter" dalam Menulis?" ada paragraf berbunyi:

"Ketika teks ditiupkan, Ca. Kebudayaan adalah gendang telinga yang menyaringnya. Kebudayaan pula bibir yang meneruskan bisikan sehingga teks menggema. Artinya, teks yang hidup di tengah-tengah kita telah direkonstruksi kebudayaan, telah disesuaikan agar dapat terdengar. Tanpa itu, teks hanya akan menjadi bebunyian tanpa makna. Tanpa rekonstruksi, ia tak akan bisa hidup dari masa ke masa."

Baiklah, mari kita bahasakan lebih terang benderang barang ini. Katakanlah tanpa reserve, kita semua percaya bahwa teks yang disucikan itu memang suci, datang sebagai wahyu yang disabdakan.

Wahyu yang suci disabdakan, tetapi disabdakan dalam bahasa manusia. Manusia-manusia, orang-orang terpilih mendengarkan wahyu dengan nalar mereka, nalar manusia. Teks suci selanjutnya kembali meminjam nalar manusia-manusia terpilih untuk diwartakan, diceritakan ke beragam penjuru dunia, dituliskan dan berubah wujudnya dari lisan menjadi tulisan, diterjemahkan,dan ditafsirkan. Begitu besar peran akal-budi manusia yang ditumpangi Sabda Ilahi, Teks suci.

Akal budi manusia adalah produk sosial. Ia dibentuk oleh konteks, yaitu ruang dan waktu tempat pemiliknya hidup. Termasuk di dalamnya adalah kultur, sudut pandang dominan, gaya tutur dan gaya tulis yang jaya di masanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun