Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bagi Anak-anak, Paskah Seharusnya Menggembirakan

1 April 2018   03:45 Diperbarui: 1 April 2018   12:13 2730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya mungkin seorang ayah yang dianggap tak bertanggung jawab atas kehidupan rohani anak sebab menolak mengenalkan konsep-konsep abstrak sebelum usianya cukup untuk mengerti.

Suatu ketika, guru kelas dua SD tempat anak saya bersekolah minta bicara. Anak saya bernilai rendah dalam ujian agama karena tidak bisa mengucapkan beberapa doa wajib. Kepada guru agama, anak saya katakan, "Papa tidak ajar saya berdoa begitu. Papa ajar saya berdoa dari hati. Apa yang saya mau minta dari Tuhan, itu yang saya ucapkan."

"Ya!" Jawab saya. Mengajarnya menghafal doa-doa dengan kata-kata yang tidak sungguh-sungguh dipahami anak seusianya hanya akan menjauhkannya dari Tuhan.

Ketika anak saya berdoa, dia akan katakan, "Tuhan, tolong buat teman-teman saya besok mau mainkan game yang sudah saya ciptakan sore tadi." Atau "Tuhan Yesus, tolong besok tiupkan angin agar pita rambut Ce*** -- gadis kecil yang anak saya sukai karena bisa memahami humor khas anak saya-- jatuh tepat saat saya di belakangnya. Lalu dia akan saya ceritakan humor dan dia tertawa." Atau "Tuhan tolong besok buat papa antar saya ke sekolah lebih cepat supaya saya punya waktu bermain lebih banyak sebelum masuk kelas." Sungguh personal.

"Ibu tahu salah satu alasan saya memilih sekolah ini? Karena di sekolah ini, anak-anak berdoa dengan cara bernyanyi, dengan kata-kata dan cara yang netral, tidak mewakili cara salah satu agama."

Begitulah. Di sekolah anak saya --saat masih di Kupang, dan nanti kalau sudah kembali ke Kupang lagi-- anak-anak berdoa dengan cara bernyanyi, "My God is so great and so strong and so migthy. There's nothing my God can not do." Dengan cara itu, Tuhan tidak dipetak-petak, Tuhan tidak dilapak-lapak. Tuhan adalah universal. Agama telah mengecilkan-Nya.

Tetapi yang terpenting, bagi anak-anak, Tuhan seharusnya menggembirakan. Tuhan adalah canda-tawa. Tuhan adalah spontanitas, adalah syukur sukacita.

Natal dua tahun lalu, istri saya --seorang muslim-- mengirimkan presentasi dua perayaan natal di dua gereja berbeda afiliasi di Wellington, New Zealand. Ia minta saran saya ke perayaan misa yang mana anak kami hendak diantarkan.

Misa Kudus di Gereja Katolik -- gereja saya-- tampaknya lebih lama dan khidmat. Sebuah perayaan liturgi Gregorian yang agung dan indah bagi orang tua, tetapi akan membosankan bagi anak saya yang berusia 8 tahun. Sementara ibadat di gereja Anglican akan menggelar drama natal yang diperankan anak-anak. Perayaan misa-nya pun lebih singkat, ringan, dan meriah. Saya memilih mereka merayakan misa Natal di gereja Anglican.

Tentu banyak yang tidak setuju dengan itu. Tetapi bagi saya, prinsip  terpenting adalah Tuhan itu Cinta, dan cinta itu menggembirakan. Kedekatan anak-anak dengan Tuhan haruslah relasi yang menggembirakan, rasa cinta yang sukarela, dan terima kasih yang tulus akan kehidupan yang penuh sukacita, bukan taqwa yang terpaksa oleh ketakutan akan ancaman hukuman setelah kematian.

"Nolite timere; ecce enim evangelizo vobis gaudium magnum, quod erit omni populo." Jangan takut; karena lihatlah, aku membawakanmu kabar baik sukacita yang besar, yang harus untuk semua orang.

Selamat Paskah.

***

Tilaria Padika

01/04/2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun