Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Di Balik Pengunduran Diri 17 Dokter PTT Kota Kupang

27 Februari 2018   17:04 Diperbarui: 16 Juni 2018   17:17 3070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah heboh pengunduran diri 17 dokter di RSUD Sulawesi Barat pada awal Desember tahun lalu, hari ini dunia kesehatan kembali heboh oleh mundurnya 17 dokter di Kota Kupang. Jika di Sulbar para dokter PNS dan spesialis mundur karena persoalan manajemen di RSUD, 17 dokter di Kota Kupang adalah dokter umum yang berstatus pegawai tidak tetap (PTT) di berbagai unit pelayanan kesehatan publik di Kota Kupang.

Berdasarkan pemberitaan media massa, pengunduran diri para dokter PTT ini berkaitan dengan belum dibayarkannya gaji mereka selama dua bulan. (1)

Kami mencoba melacak linimasa pemberitaan soal ini untuk memberikan gambaran yang lebih utuh. Karena itu harap maklum jika artikel ini akan dipenuhi tautan ke berita media.

Penerimaan Dokter PTT

Pada 2015 untuk menutupi kekurangan tenaga dokter di RSUD Kota dan 11 puskesmas di Kota Kupang, Walikota Kupang (saat itu Jonas Salean) mengeluarkan kebijakan merekrut dokter PTT dengan dana APBD II Kota Kupang. Para dokter itu diupah Rp 4 juta per bulan. (2)

Tetapi selain PTT di sektor kesehatan, Pemkot di masa pemerintahan Jonas Salean juga melakukan perekrutan PTT berbasis SDM rendah untuk ditempatkan di sejumlah OPD (organisasi perangkat daerah). Jumlahnya mencapai 1.668 orang (pada 2017 hanya kontrak yang diperpanjang 1.647 orang dan tidak ada pengangkatan baru) dan mengundang kritikan publik sebab dinilai bermotif politik dan bernuasa kolusi. Pengangkatan besar-besaran tenaga honorer ini dilakukan pada dua tahun terakhir masa pemerintahan Jonas Salean dan menyebabkan problem penundaan pengangkatan pegawai honorer K2 menjadi PNS.(3).  Persoalan ini terutama karena tenaga honorer yang diangkat menjadi PNS bukan dari golongan K2 yang telah menunggu pengangkatan sejak 2013 melainkan tenaga honorer baru yang direkrut untuk kepentingan politik pemerintahan sebelumnya. Kasus ini populer dengan istilah PNS bodong.(4).

Ilustrasi, sumber: scroll.in
Ilustrasi, sumber: scroll.in
Salah Kaprah Rencana Rasionalisasi

Pemerintahan baru Jefri Riwu Kore - Hermanus Man yang mengalahkan petahana Jonas Salean pada Pemilukada Februair 2017 lalu berhadapan dengan tuntutan masyarakat untuk meningkatkan efisiensi dan profesionalitas birokrat Kota Kupang, salah satunya melalui rasionalisasi dan restrukturisasi pegawai honorer.

Di satu sisi, sebagaimana janji kampanye dan citra yang hendak dibangun, pemerintahan Jefri Riwu Kore - Hermanus Man ingin mengakhiri tradisi balas dendam politik. Pemecatan tenaga honorer yang diangkat oleh pemerintahan sebelumnya  telah menjadi semacam tradisi dalam  sekian suksesi pemerintahan terakhir di Kota Kupang.

Dua kepentingan bertentangan ini: rasionalisasi birokrasi dan penghentian politik balas dendam membuat Jefri Riwu Kore -- Hermanus Man terkesan tidak konsisten dalam menyampaikan rencana rasionalisasi.

Pada Agustus 2017, setelah dilantik, Walikota Jefri Riwu Kota menyatakan ingin mempertahankan PTT yang ada, tetapi mengaturnya agar aktif dan memiliki perkejaan yang jelas."Kita atur mereka di dinas-dinas yang membutuhkan tenaga lapangan supaya mereka benar-benar bekerja, bukan hanya duduk-duduk saja."(5)

Pada Desember 2017, Wakil walikota Hermanus Man mengatakan rasionalisasi PTT akan dilakukan dengan mempertimbangkan tiga kriteria, yaitu tupoksi, beban kerja, dan karakter dari tenaga honor. Yang tidak memenuhi kriteria itu tidak akan diperpanjang kontraknya. (6).

Pernyataan ini digoreng media dan tim sukses --yang masih berniat balas dendam para sejawatnya yang menjadi kelompok pendukung rezim sebelumnya-- sebagai rencana pemecatan PTT.

Pada Februari 2018, wakil walikota menyampaikan lebih jelas soal rencana rasionalisasi, yaitu dengan terlebih dahulu melakukan evaluasi di tiap SKPD/OPD sesuai kebutuhan dan kondisi. Ia menegaskan tidak ada pemecatan.(7)

Sebenarnya, rasionalisasi yang hendak dilakukan pemkot sesuai janji kampanye, memotong belanja aparatur. Salah satu problem birokrasi Kota Kupang adalah besarnya jumlah PTT yang bekerja tanpa tupoksi yang jelas dan rendahnya kedisiplinan. (8)

Untuk menata ini, Pemkot berencana melakukan analisis beban kerja dan kinerja PTT di setiap SKPD/OPT. Hasil evaluasi akan menjadi dasar untuk memperpanjang atau tidak kontrak PTT.

Rasionalisasi Gagal

Pada fase evaluasi ini masalah keterlambatan pembayaran gaji PTT muncul, bersamaan dengan kegaulauan akan keberlangsungan kontrak.

Kontrak kerja sebelumnya telah selesai pada 31 Desember 2017. Untuk memperpanjang kontrak, Pemkot terlebih dahulu melakukan evaluasi. Sayangnya, evaluasi yang belum selesai hingga Februari 2018 menyebabkan gaji PTT belum bisa dibayarkan. 

Pihak DPRD telah menyikapi hal ini dan meminta pemkot segera membayar gaji honorer. Yuvens Tukung (Nasdem) menilai alasan Pemkot tidak tepat. Evaluasi untuk rasionalisasi tidak bisa menjadi alasan gaji honorer yang telah bekerja ditahan.(9)  Desakan untuk segera membayar gaji PTT juga disampaikan Walde Taek (PKB) dan Ketua DPRD Yeskiel Loudoe. (10)

Tetapi Pemkot tentu tidak ingin melakukan kesalahan prosedur. Sikap pemkot dapat dimaklumi.  Gaji PTT tidak mungkin bisa dibayarkan sebelum ada SK kontrak baru PTT. SK kontrak baru belum bisa dikeluarkan sebelum ada hasil evaluasi.(11) Sebelum ada kontrak baru, PTT yang ada bukanlah PTT. Maka kesalahan pemkot adalah seharusnya setelah selesai masa kontrak 31 Desember lalu, PTT di-lay-off dulu hingga evaluasi selesai dan kontrak baru dikeluarkan.

Kondisi ini berdampak pada seluruh PTT termasuk para dokter. Setelah dua bulan bekerja tanpa upah, mereka memilih mundur.

Pengunduran diri 17 dokter PTT membuat Pemkot panik. Dalam keterangan kepada media kemarin (26/02), Walikota Jefri Riwu Kore menyatakan, perpanjangan kontrak PTT berdasarkan rekomendasi kepala SKPD yang berbasis pada penilaian kinerja.  SK kontrak baru (perpanjangan) PTT telah ditandatangani walikota dan pembayaran gaji dua Januari-Februari menunggu eksekusi kepala SPKD.(12) Maka rencana rasionalisasi berbasis tiga kriteria --tupoksi, beban  kerja, dan karakter-- yang disampaikan Wawali Herman Man tampaknya tidak  berjalan sebagaimana mestinya.

Hanya 13 orang PTT indispiliner yang tidak diperpanjang kontraknya. Ditambah 17 dokter PTT yang mengundurkan diri, jumlah kontrak PTT yang berkurang hanya 30.(13)

Begitulah. Ketika kebijakan tidak direncanakan dengan baik, ia hanya menghasilkan kehebohan.

***

Tilaria Padika

Timor, 27/02/2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun