Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Istri dan Sapi dan Kemoceng

8 Oktober 2017   00:13 Diperbarui: 8 Oktober 2017   01:50 1969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: GERRY MAULANA THIAR/hipwee.com

Juragan Bendo tampak berseri-seri di pelaminan. Ia yakin, para tamu undangan mengutuki diri sendiri sebab tidak punya nyali untuk menjadi sebahagia dirinya. "Kebahagiaan itu sama saja dengan kekayaan dan kemerdekaan. Ia bukan cuma-cuma turun dari lagit. Bukan given. Kebahagiaan, seperti halnya kemakmuran dan kemerdekaan, harus diperjuangkan. Perjuangan tentu saja butuh keberanian." Demikian pandangan Juragan Bendo.

Itu sebabnya Juragan Bendo merasa layak merayakan keberanian dan keberhasilan perjuangannya secara besar-besaran. Pesta digelar tiga hari tiga malam. Ribuan orang diundang, para seniman dan pembicara didatangkan dari kota-kota, bahkan dari seberang pulau. Penyanyi, penari, pemain biola, pemetik sasando, penabuh gamelan, standing comedian, badut, politisi, pemuka agama, penyair, hingga kelompok teater, semuanya didatangkan dan dibayar mahal untuk mempertunjukkan aksi terbaiknya.

"Undangan terbuka, Pernikahan Juragan Bendo dengan Anisah, Istri Ketiga yang berusia 16 tahun," demikian bunyi poster undangan yang ditempelkan pada tiang listrik dan pepohonan kelapa di koridor-koridor dan perempatan-perempatan ramai di kota kecamatan.

"Ini lebih dari sekedar pesta pernikahan. Ini perayaan keberanianku, satu-satunya lelaki jantan di seantero kecamatan ini. Kejantanan adalah keberanian bersikap, meski dikritik, walau dicemo'oh. Hanya sisa diriku di kecamatan ini yang secara terang-terangan berani bertanggungjawab atas pendirianku, bahwa memiliki banyak istri itu bukan aib, tetapi kebanggaan." Demikian pidato pembelaan diri Juragan Bendo pada perjamuan makan terbatas bersama kerabat dekat, semalam sebelum resmi mengawini Anisah di depan penghulu.

"Kalian tahu saudara-saudara, keluarga, family kata orang-orang Londo, aslinya berarti harta benda dan pelayan-pelayan dan keseluruhan kekayaan lelaki di rumahnya. Maka istri, saudara-saudara, adalah property lelaki, harta kekayaan lelaki, seperti halnya kebun, pohon kelapa, sapu dan kemoceng, sapi dan kambing, sofa, tivi, dan kulkas." Tuan Bendo berfilsafat.

"Karena itu saudara-saudara, hendak berapa pun aku beristri, selama bisa kubuat kenyang perutnya, selama terpenuhi segala dahaganya, tiada satu orang di antara kalian yang bisa menghalanginya." Tetamu perempuan cemberut dan mendelik pada para suami yang manggut-manggut.

"Aku perlu berterima kasih kepada kedua istriku yang paham benar akan posisi dan derajat mereka. Mereka paham, selama rumput bagi sepuluh sapi di kandang tidak berkurang, aku boleh-boleh saja membeli lagi sepuluh ekor sapi baru. Karena itu, sebelum kulanjutkan wejangan kepada yang muda, dan pencerahan kepada bapak-ibu seusia, mari, kita toast. Angkat gelas kalian! Bersama-sama kita doakan panjang umur untuk istri pertama dan keduaku."

Orang-orang berdiri, mengangkat gelas lalu bersama-sama mengucapkan, "Panjang umur Nyonya Lasti dan Nyonya Minah."

Lasti dan Minah mengangguk dan melempar senyum terbaik.

"Baiklah, silahkan duduk lagi para kerabat tercinta. Nah, kini giliran kalian muda-mudi. Dengarlah. Hentikan omong kosong masa pacaran kalian. Pacaran  membuat rusak otak kalian karena seolah-olah setara saja pemilik dan sapinya dan kambing-kambingnya. Kalian para pemuda, jika kalian sudah merasa syahwat kawin memuncak, datangi saja orang tua gadis idaman itu dan melamarlah. Tidak perlu harus berkenalan dulu, tidak perlu penjajakan, lupakan omong kosong tentang cinta masa pacaran.

Sementara kalian para pemudi, pernahkah kalian lihat ada sapi dan kambing yang mohon mengenali dulu calon pembelinya? Tidak! Karena itu, jika ada pemuda datang kepada ayahmu untuk melamarmu, jangan banyak ulah. Terima saja. Cinta perempuan itu sejatinya ketaatan dan pengabdian kepada suami. Cinta suami itu sejatinya tanggungjawab bikin kenyang istri-istri, dan sapi-sapi, dan kambing-kambing."

"Hentikan, Paman Bendo!" Joko Lanang, pemuda pemberani se-kampung yang juga keponakan Juragan Bendo itu tidak sependapat. "Paman sedang mengkotbahi kami dengan adat dan paham tua. Ini sudah bukan zamannya orang-orang bertindak kolot seperti Paman."

Ruangan tiba-tiba penuh dengung gumam. Kaum ibu sembunyi-sembunyi mengacungkan jempol ke arah Joko Lanang. Suami-suami mencibir.

"Hahahah, Engkau bicara tentang adat dan paham tua, Lanang? Waraskah dirimu? Buka matamu! Banyak hal di sekitarmu berjalan menurut adat dan paham tua. Lihat! Orang-orang masih setia dengan adat dan paham tua dalam berpolitik, dalam hidup sosial sehari-hari, bahkan dalam tata karma di media sosial yang kaupikir moderen itu. Mana lantang protesmu soal adat dan paham tua di sekitarmu itu? Hanya melawan pandanganku tentang perkawinan saja yang kaubisa?"

Joko Lanang merasa sia-sia berbantahan dengan sang paman. Ia  memilih keluar dengan langkah tegas tanpa menoleh lagi.

"Ah, ayo para kerabat, kini saatnya perjamuan makan. Lupakan tingkah kekanak-kanakan kemenakanku itu. Ayo Lastri, Minah, persilahkan tamu-tamu terhormat kita mengambil hidangan."

Kedua perempuan separuh baya itu bangkit lalu berjalan ke arah para tamu.

"Minah, sembunyikan rapat-rapat sesak di dadamu. Tunjukkan senyum terindahmu. Ingat! Suami adalah junjungan, jangan sampai kita membuatnya malu. Apalagi suami kita juragan, panutan masyarakat." Lastri berbisik kepada adik-berbagi ranjangnya.

"Iya, Mbak yu. Mbak yu juga mesti tabah ya."

Kedua perempuan itu tersenyum dengan mata dan bibir berbantahan.

***
Tilaria Padika
08102017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun