Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Manusia Katak di Gugus Sabuk Api

4 Oktober 2017   23:31 Diperbarui: 5 Oktober 2017   01:03 1413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diolah dari i.ytimg.com dan pulsk.com

Tidak seperti lazimnya katak, orang-orang itu masih tinggal di rumah manusia, di dalam kotak-kotak beton, bukan di atas daun teratai atau di dalam kolam berair hijau. Dari rumah masing-masing, tiap-tiap orang berseru-seru, berceloteh banyak hal tanpa henti. Mereka masih berbicara seperti manusia, tetapi tanpa henti seolah dengan cara itu mereka bernapas, dan oleh ramainya terdengar seperti suara nyanyian ratusan katak menanti hujan. Ada yang menguraikan argumentasi bahwa sebenarnya bumi itu datar; ada yang menyanyikan puji-pujian pada dewa-dewa perang, yang kekuasaannya mampu membunuh jutaan orang tanpa sedikitpun merasa bersalah; ada yang terus saja melontarkan caci maki pada tetangga yang berpose sembahyang berbeda. Semua ocehan itu terasa aneh bagi nalar manusia.

"Sejak kapan mereka mulai seperti ini, Profesor?"

"Ada penelitian mutahir yang menyimpulkan orang-orang ini mulai berevolusi menjadi katak ketika pengetahuan dan filsafat tertentu dianggap subversif dan buku-buku dibakar. Mereka lalu menggantungkan pengetahuan pada kutipan-kutipan sepenggal yang dikutip dan disetir sesuka hati oleh para mentor dan patronnya. Karena bergantung pada 'ilmu nguping', telinga mereka overburden dan akhirnya menjadi tuli. Demikianlah mereka bukan saja tidak lagi membaca tetapi juga tidak mendengar, dan karena itu tidak ada pengetahuan baru yang masuk, tidak ada kesadaran dan pemahaman baru. Itu sebabnya kita hanya mendengar celotehan basi, berulang-ulang, selamanya." Profersor Linda menjelaskan.

"Ayo Kak, kita pulang. Aku sudah nyalakan lilin aromatik di kamar hotel kita pagi tadi. Sudah cukup kita terkesima pada celoteh katak-katak dari masing-masing tempurungnya. Aku punya tempurung yang lebih indah untuk Kak Lambert observasi. Kakak sudah tak sabar, kan?"

Jika Anda berpikir Lambert dan Linda akan melakukan sesuatu seperti di dalam pikiran Anda, Anda salah besar! Perjalanan ke gugus pulau sabuk api, tanah air para katak di dalam tempurung rupanya menghasilkan penemuan lain, kesadaran baru tentang sejatinya Lambert dan Linda. Ternyata keduanya aseksual. Lambert hanya suka menatap Linda, menyusuri lekuk tubuh perempuan itu dengan pandangannya. Tidak Lebih dari itu. Demikian pula Linda terhadap Lambert.

***

Tilaria Padika

04102017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun