Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Belajar dari Pengkhianatan Bibi Suu Kyi

1 Oktober 2017   14:35 Diperbarui: 1 Oktober 2017   17:59 3175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Banyak Bibi Suu Kyi di Indonesia

Ada banyak duplikat Suu Kyi di Indonesia, yang lahir terutama pada Pilpres 2014 lalu. Kita bisa melihat banyak tokoh-tokoh pemuda dan intelektual pembela HAM dan Demokrasi yang kini terbelah ke dalam dua kutub politik utama: kutub Hambalang (Prabowo) dan Kutub Istana (Jokowi).

Berpolitik praktis dan berposisi pada salah satu kubu tentu tidak salah, bahkan wajib hukumnya. Hanya dengan kekuasaan di tangan, gagasan-gagasan kerakyatan dan demokrasi di kepala para pejuang HAM dan demokrasi dapat diwujudkan. Ketika kekuatan prodemokrasi kerakyatan tidak memiliki lokomotif dan gerbong sendiri oleh diskriminatif dan transaksionalnya hukum pemilu kita; bersekutu dengan kubu-kubu yang bertarung adalah jalan yang masuk akal. Harapannya dengan itu program-program kerakyatan dan demokratisasi bisa dititipkan, dan kubu-kubu itu bisa dibentengi dari pengaruh jahat kaum reaksioner kanan militer dan fundamentalis agama.

Persoalan muncul ketika oleh karena berkubu, para mantan pejuang HAM dan demokrasi menjadi membabibuta membela sekutu masing-masing. Para mantan pejuang HAM dan demokrasi di kubu Jokowi bukan sekedar menutup mata, tetapi tampil sebagai pembela nomor satu kebijakan-kebijakan Jokowi, seolah-olah tak ada sedikitpun cacat kerakyatan dan demokrasi yang perlu dikritisi dari kebijakan-kebijakan itu. Demikian pula sebaliknya mereka yang berada di kubu Prabowo, secara membabi-buta menembakan peluru pada pemerintahan Jokowi dan sebaliknya tampil sebagai pelindung atas dosa-dosa masa lalu Prabowo.

Para mantan pejuang HAM dan demokrasi yang pernah kita kagumi itu telah mendegradasikan dirinya menjadi sekelas buzzer, menjadi mesin tanpa nalar, sekedar pengeras suara dari apa yang dikatakan tuan masing-masing.

Ah, Bibi Suu Kyi, meski menghujatmu, kami adalah duplikasi sempurna dirimu. Masihkah ada waktu bagi kami untuk pulih dari kekhilafan ini?

***

Tilaria Padika

01102017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun