Ada setidaknya tiga asumsi yang perlu mewujud agar kesimpulan beta sebagaimana ternyatakan pada judul di atas tergenapi.
Asumsi pertama adalah bahwa Pak SBY orang jujur. Apa yang dikatakannya benar adanya dan wajar saja. Tidak ada yang dibumbui berlebihan atau ditempeli beragam atribut norak seperti bus lintas kota dengan bel telolet-nya, hanya demi menarik perhatian orang-orang.
Asumsi kedua adalah bahwa Pak SBY bukan tokoh yang birahi pada publikasi. Ia jarang muncul di hadapan publik. Jika sudah muncul, pastilah ada keadaan darurat, ada hal sungguh sangat penting yang perlu beliau sampaikan.
Sudah pakem jika Pak SBY hanya bicarakan fakta, bukan asal omong sebab bersumber pada informasi A1, yang akurat dan sungguh bisa dipercaya. Memang demikian adanya sebab Pak SBY dikelilingi orang-orang yang menguasai informasi penting Negara. Sebut saja beberapa, misalnya informasi tentang Wisma Atlit Hambalang, mobil listrik, e-KTP, Dana Operasional Menteri, seputar urusan dalam Kementerian ESDM, pengadaan mesin jahit dan sapi di Kementerian Sosial, urusan Pelabuhan Tanjung Api-api, urusan PLTD Muarojambi, dan berderet informasi penting strategis lain. Terlampau panjang jika beta dipaksa menjabarkan semua di sini. Â Pokoknya Anda terima saja, orang-orang di sekiling Pak SBY mengetahui beragam informasi penting. Bisikan-bisikan dari mereka tentu valid semata.
Asumsi ketiga, berdasarkan dua asumsi di atas, penyadapan terhadap Pak SBY itu pastilah terjadi, bukan sekedar duga-duga atau merasa-rasa apalagi mimpi atau wangsit.
Dengan tiga asumsi itu, beta menilai pihak yang menyadap Pak SBY sungguh kurang kerjaan. Mereka seperti sedang menggarami laut. Sia-sia belaka yang mereka lakukan itu.
Para penyadap itu sekedar memboroskan sumber daya, membuang waktu, dan menghabiskan uang untuk pekerjaan yang berisiko besar. Ironinya, hal tersebut harusnya tidak perlu mereka lakukan. Bayangkan! Memboroskan sumber daya dan mengundang risiko besar untuk hal yang seharusnya tidak perlu mereka lakukan.
Mengapa tidak perlu?
Anda serius menanyakan itu? Ya, iyalah. Mereka hanya perlu bersabar, mem-follow akun Twitter Pak SBY dan memantau berita televisi. Bersabar saja, segalanya akan Pak SBY sampaikan lewat cuitan Twitter atau jika sempat melalui konferensi pers.
Sepuluh tahun Pak SBY menjadi Presiden RI tetapi tidak mereka pahami juga mau-maunya Pak SBY, karakter Pak SBY, kebijaksanaan dan kebiasaannya. Keterlaluan.
Harusnya mereka paham, Pak SBY bukan tipe pemimpin yang suka menyimpan sendiri informasi penting, dugaan-dugaan, atau kegundahan hati. Ia tipe pemimpin yang gemar berbagi. Keluhan, keresahan, kerinduan bertemu seseorang, bahkan kata hati pada Sang Kuasa pun akan Pak SBY bagikan dengan senang hati kepada segenap rakyat.
Sudah pasti para penyadap itu bukan orang professional. Jika mereka orang pemerintahan, pastilah mereka itu pegawai rendahan yang sebelumnya cuma penerima tamu atau penjaga pintu. Kalau mereka golongan petinggi, tentu mereka sudah tahu sia-sia belaka menyadap Pak SBY itu. Untuk apa bekerja keras jika semuanya akan secara sukarela dilaporkan kepada publik? Bukan kerja cerdas itu namanya. Untuk apa menyadap jika semuanya akan Pak SBY bagikan kepada publik?
Nah, bagi Anda semua pembaca, hanya dua pilihan tersedia: setuju atau tidak setuju pada kesimpulan beta. Jika tidak setuju berarti Anda menyangkal asumsi-asumsi di atas. Anda pilih yang mana?
***
Tilaria Padika
Timor, 04/02/2017
Baca: BERBANGSA ITU LAKSANA MENIKAH
Arsip: PUISI Padika | CERPEN Padika | CATATAN Padika
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H