Akhir-akhir ini banyak virus yang cepat menyebar di Kompasiana Rumah Sehat Kita Bersama ini. Ada beberapa macam virus yang cepat berjangkit yaitu diantaranya :
1. Virus Logika jungkir balik.
2. Virus akun nasi bungkus.
3. Virus akun abal-abal kloningan plus narsisme.
Anak saya yang sekolah kelas tiga SMU milik salah satu Yayasan Ponpes kebetulan pembaca setia Kompasiana , walaupun dia belum menjadi 'member'. Berkali-kali dia bertanya tentang logika jungkir balik yang sering dia jumpai pada banyak artikel yang ditulis kawan kita -seorang pakar "Writer, Trainer dan Public Speaker" dari Bandung itu.
Saya sendiri juga tidak habis fikir terhadap berbagai argumen yang dibangun diatas dasar logika jungkir balik. Misalnya tentang dalih sekuler liberalis yang selalu dilemparkan kepada lawan debat dan teori konspirasi yang 'muter-muter bin jlimet' .
Sedangkan fenomena akun nasi bungkus ini bermunculan setelah putaran pertama pilgub DKI. Tujuan utamanya jelas : kampanye terhadap calon tertentu. Misalnya kampanye : "memilih pemimpin seiman". Padahal bagi kaum muslim Jakarta dalam pilgub putaran kedua ini tidak menjumpai masalah karena kedua-dua kandidat cagub sama-sama muslim.
Tentang akun nasi bungkis ini Sdr. Posma Siahaan dalam tulisannya “Menjunjung Tinggi Azas Praduga Tidak Bernasi Bungkus”, beliau menerangkan ciri-ciri akun nasi bungkus sebagai berikut :
1.Akun-akun itu baru muncul sesudah putaran pertama (pilgub DKI), karena ingin mengimbangi perang kampanye di dunia maya yang sebelumnya tidak tergarap dengan baik.
2.Gaya bahasa mendukungnya semurahan nasi dari beras lapuk berkutu yang lama tersimpan di gudang.
3. Membungkus dukungannya dengan data-data bermutu serendah kertas murahan dan daun pisang layu.
4. Mengikat kesimpulan tulisannya selabil gelang karet, karena data dan opini yang dibentuk dipaksakan supaya tidak tumpah.
5. Apalagi, jika diakhir tulisannya ditutup dengan pernyataan, ‘wani piro?’
Yang terakhir adalah virus akun kloningan plus narsisme. Biasanya orang membuat akun kloningan yang banyak hanya demi kepentingan supaya bisa mem-vote tulisannya sendiri sehingga bisa masuk teraktual dan ter-ter lainnya. Salah satu contoh bisa kita temukan dalam artikel @katrokelana yang berjudul “Adi Supriadi Punya Tuyul?”
Nah bagaimana pendapat Anda ?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI