Menariknya, merayakan lebaran denga. Bersilahturahmi terbentuk menjadi budaya masyarakat yang inklusif tampa sekat-Sekat religius. Sebagai bagian dari budaya, menjadi fenomena yang wajar kepulangan anak yang merantau senantiasa ditunggu-tunggu oleh orang tua dikampung halaman.
Namun, ada indikasi bahwa pandemi mulai memperbaharui cara pandang publik terhadap budaya silahturahmi. Ditengah ketidakmungkinan berkumpul secara fisik, perjumpaan virtual menjadi siasat yang diambil untuk tetap dapat bersilahturahmi.
Fenomena ini membuat persepsi publik tentang silahturahmi tak kaku menuntut perjumpaan virtual sebagai bentuk silahturahmi sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan perjumpaan fisik.
Tak kurang dari 58,8 % responden setuju bahwa baik perjumpaan fisik maupun perjumpan virtual melalui panggilan vidio sama-sama bentuk silahturahmi yang dapat diterima. Sebaliknya, sekitar 40,6 % berpandangan bahwa bersilahturahmi harus bertemu secara fisik. Kelompak responden ini kurang sepakat bahwa panggilan vidio atau telpon merupakan bentuk silahturahmi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H