MAN 3 BANTUL, Yogyakarta- Merawat nilai kebangsaan dan memperkuat keterampilan jurnalisme era digital. Kompas Gramedia bekerjasama dengan sejumlah universitas ternama di Indonesia membuat program Jurnalisme berkebangsaan. Untuk mengatasi konten negatif era digital di Indonesia selama satu bulan.
Jurnalisme berkebangsaan merupakan program yang diadakan oleh Kompas Gramedia, dengan tujuan utama menguatkan nilai-nilai etika dalam komunikasi dunia digital, yang kita kenal sebagai dunia serba bebas (euforia) dan tanpa batas (bahasa, waktu, dan akses) Â tentu memerlukan pengguna yang bijak untuk membuat konten positif yang mendukung demokrasi dan penguatan nilai bangsa Indonesia.
Jurnalisme berkebangsaan hadir karena maraknya konten negatif ditengah masyarakat berupa konten;SARA, ujaran kebencian, hoax, perjudian, penipuan online, radikalisme / terorisme dan pornografi.
"Produk-produk jurnalistik menjadi salah satu materi belajar yang memperkaya pengalaman belajar peserta didik maupun para pendidik. Misalnya, sebuah artikel bisa memantik diskusi yang melatih kemampuan berpikir kritis dan kreatif."
Nadiem Makarim (Mentri pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek))
Peran Jurnalisme berkebangsaan sebagai pendidik utama masyarakat digital sangatlah penting. Pemberian materi dan bimbingan mentor sangat mendukung keberhasilan proses merawat nilai kebangsaan dan memperkuat keterampilan jurnalisme.
Program ini diawali dengan sesi on boarding. Sebagai perkenalan sekaligus pembukaan. Dijelaskan secara singkat mengenai sesi Jurnalisme Berkebangsaan, alur acara program,  materi pilihan, dan  pengunaan platform kognisi untuk pembelajaran mandiri.
Sesi belajar mandiri selama 1 bulan dan kali ini bertepatan pada bulan Ramadhan, berisi tentang ilmu jurnalistik yang relevan di era digital seperti menulis ala wartawan,blog, hingga storytelling.
Pada setiap pembelajaran mandiri peserta hanya boleh mengambil 1 course saja. Dalam satu bulan pembelajaran terdapat 2 sesi pembelajaran mandiri. Dengan kata lain setiap peserta mendapat 2 course yang telah dipilih dari 3 opsi.
Pada sesi pembelajaran mandiri 1 saya memilih course, "Bagaimana caranya menulis seperti wartawan." oleh Heru Margianto (Managing Editor at kompas.com) dengan alasan 'Ingin bisa menulis berita yang baik dan tahu bagaimana cara kerja wartawan.'
Dengan alasan sederhana itu saya mendapat  wawasan yang luar biasa tentang dunia Jurnalisme.
Saya mengetahui banyak fakta baru seperti. Media sebagai pilar ke 4 demokrasi, mencari sudut pandang yang menarik dan judul tidak boleh clickbait, dan yang paling menarik bagi saya ternyata seorang Jurnalistik harus independen bahkan pada asumsinya sendiri.
Pada sesi pembelajaran mandiri 2Â saya memilih course, "Membuat konten storytelling sesuai kaidah jurnalistik untuk konten kreator." oleh Wisnu Nugroho (Editor in chief at kompas.com)
sebenarnya tidak ada alasan mendasar untuk memilih course ini selain 'penasaran'.
Ya, penasaran. Kalian tidak salah baca. Rasa penasaran tersebut membawa saya pada hal baru.
Seperti pentingnya mengenal audiens, membuat sesuatu yang tidak penting menjadi penting, tahu arti penting menulis bagi seorang storyteller atau saya sendiri, dapat membuat sebuah karakter agar diterima pembaca, dan membuat pembaca masuk dalam dunia imajinasi kita.
Disela sesi pembelajaran mandiri terdapat sesi kolaboratif. Selain belajar mengenai ilmu jurnalistik dan bijak dalam membuat konten digital secara positif, para peserta juga mendapatkan pembelajaran kolaboratif dengan tema 'Permasalahan Generasi Z.'
Disesi ini peserta dibagi menjadi beberapa kelompok secara acak, untuk berdiskusi tentang masalah tersebut.
Nah, disini saya berada di kelompok 5, dengan judul 'cyber bullying'. Cara diskusi kami mungkin paling unik dari yang lain. Karena kami berdiskusi melalui room chat. Walau begitu, kami bisa menyelesaikan tugas tersebut dengan lancar.
Setelah sesi kolaboratif selesai, peserta diberi tugas untuk membuat konten kreatif dan positif dengan tema 'Permasalahan Generasi Z.'
'Scroll Sosmed Bikin Gen Z Insecure dan Toxic.' merupakan judul dari tugas yang saya upload di feed Instagram.
Untuk pertama kali bagi saya meng-upload sesuatu yang berkaitan dengan orang banyak. Takut salah memberi informasi. Maka saya kerjakan dengan hati-hati berdasarkan artikel yang ada.
Selanjutnya masuk pada sesi mentoring oleh J Heru Margianto dengan tema 'Citizen Journalism Dan Tren Di Era Digital' membahas tentang 'Jurnalisme dan "Jurnalisme" warga'
Dari sini saya tahu perbedaan keduanya. Jurnalisme adalah tidak boleh mempublish berdasar asumsinya, melakukan check, double check, triple chack, untuk mendapatkan fakta sebenarnya.
Sedangkan Jurnalisme warga hanya merekam dan menyebarkan berdasarkan persepsinya. Berisiko salah informasi.
Besarnya dampak dan manfaat yang didapat dari program ini. Maka dari itu penting bagi masyarakat era digital untuk mendapat pembelajaran dan bimbingan dari Jurnalisme berkebangsaan.(tym)
*****
Saya Tika Yumna, mengucapkan banyak terimakasih kepada Kompas Gramedia dan guru MAN 3 BANTUL yang telah mendaftarkan dan memberi kesempatan bagi saya untuk mengikuti program Jurnalisme Berkebangsaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H