Mohon tunggu...
Tika Sinaga
Tika Sinaga Mohon Tunggu... Pengacara - A dedicated Worker

Corporate Lawyer at MAPLAW I Board of Trustee of The Lantern of Land and Nation Foundation I Worker I Blogger I Passions in Coffee, Violin I Anti Smoking Activist I

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Satu Juta Rupiah per Kamera di Hutan Mangrove Wisata Alam Pantai Indah Kapuk

29 Juli 2014   05:29 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:10 13982
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada apa sih di Hutan Mangrove di Wisata Alam Pantai Indah Kapuk? Masuk bawa kamera dikenakan biaya sebesar Rp. 1.000.000 rupiah per kamera, baik besar maupun kecil!

Hari ini saya keliling Jakarta untuk memotret suasana lebaran kota Jakarta, dan salah satu tempat yang ingin saya kunjungi adalah Hutan Mangrove di Wisata Alam Pantai Indah Kapuk, yang terletak tepat di depan salah satu sisi dari kompleks Yayasan Budha Tzu Chi Indonesia yang berdiri megah.

Di Pintu masuk setelah membayar biaya masuk sebesar Rp. 25.000 per orang dewasa (rombongan kami 5 orang) dan mobil Rp. 10.000, kami masuk ke area hutan mangrove dan mencari tempat parkir. Saya sangat excited karena sudah beberapa kali melihat hutan Mangrove di beberapa wilayah di dalam dan luar Indonesia.

Ketika kami mulai berjalan menyusuri hutan, saya menenteng peralatan kamera saya dan anggota rombongan saya yang lain mulai memotret kanan-kiri jalan dengan Tablet/Ipad-mereka, tiba-tiba kami  dihentikan oleh 2 orang penjaga hutan berpakaian hijau. Mereka mengatakan bahwa Setiap Kamera maupun Tablet/Ipad kami harus dikenakan charge sebesar Rp. 1.000.000 rupiah per kamera/tablet, jika tidak maka harus dititipkan ke tempat penitipan. Kedua penjaga Hutan itu juga melalui radio kontrol memanggil atasannya yang tergopoh-gopoh datang menghampiri rombongan kami.

Saya berargumentasi dengan para petugas penyergap kami;

"1 Juta rupiah????? Per kamera???," teriak saya sambil membelakkan mata. "Kamera besar seperti saya atau semua kamera?" tanya saya. Kebetulan saya bawa kamera lengkap dengan tele dan tripod.

"Semua kamera besar kecil termasuk tablet-tablet bapak-ibu", jawabnya menunjuk tablet & Ipad yang dibawa rombongan kami. "Kalau Handphone boleh masuk free", sambungnya.

"Bapak-bapak, Rp, 1.000.000 per kamera itu adalah nilai yang tidak kecil, mengapa di loket depan waktu kami masuk, tidak ada tertulis informasi itu, dan bapak-bapak memilih mengejar dan menyergap kami di dalam???", tanya saya setengah marah. Sambil sesekali saya potret mereka dengan BB saya.

" Di Loket kan bapak tulis detail harga-harga jenis kendaraan yang masuk, perbedaan dewasa dan anak-anak, mestinya bapak tulis juga disana harga kamera bukan kami dikejar-kejar dan dipermalukan seperti ini setelah di dalam!", lanjut saya. Beberapa pengunjung mulai berkerumun, rupanya  diantara mereka juga ada yang bawa kamera.

Para petugas itu menjawab protes saya:

"Mohon maaf bu, didepan ada tanda kamera disilang dan memang tidak ada harga karena itu adalah ketentuan dari atasan kami, kami harus mengenakan biaya untuk semua kamera yang masuk, karena kan kami harus bayar gaji pegawai dan maintenance Hutan Mangrove disini" kata seorang yang mengaku bertanggung jawab di hutan mangrove itu. Namanya Sahid.

"Pertama, di pintu masuk saya tidak lihat tanda kamera dilarang. Kalau dilarang mengapa lalu berbayar??. Kedua, Itu adalah jawaban tertolol yang pernah saya dengar! Mosok kamera di charge 1 juta per kamera dengan alasan kalian harus bayar gaji dan maintenance di wilayah hutan ini, boss-mu namanya siapa"?, tanya saya.

"Namanya Ibu Murni Herawati Harahap, bu", jawab Sahid. Teman saya mencatat.

"Umur berapa sih bossmu? Dia tidak tahu yah bahwa justru jika hutan Mangrove ini dipromosikan di Social-media, akan lebih banyak orang mengerti dan mendapat edukasi mengenai Hutan Mangrove dan yang datang malah lebih berlipat-lipat lagi", jawab saya

"Umurnya sekitar 70-an bu", jawab Ahmad, salah satu penjaga hutan berseragam hijau.

"Hah?? Oh jadi yang membuat ketentuan 1 juta rupiah per kamera ini adalah bosmu yang berumur 70 tahun-an itu?" tanya saya masih dengan mata membelalak. Semua mengangguk serempak. Dalam hati saya, "mungkin si-boss yang mewakili generasi jadul itu  bahkan tidak punya akun facebook".

Para petugas bertahan meminta kami untuk menitipkan kamera-kamera kami dan Ipad/Tablet di tempat penitipan yang menurut kami tidak layak sebagai tempat penitipan barang-barang kami yang semua cukup mahal harganya.

Akhirnya kami dan beberapa rombongan yang kebetulan juga ada disana berbalik arah dan saya minta semua karcis-karcis masuk kami dikembalikan. Para petugas setuju dan mengantarkan kami ke Mobil dan mengembalikan karcis masuk yang kami sudah bayarkan. Di kaca loket keluar nampak ada tanda kamera dengan silang yang sangat kecil dan pasti terlewatkan semua orang. Pertanyaan besarnya adalah jika kamera memang dilarang mengapa di dalam  dikenakan biaya 1 juta rupiah per kamera?

Didalam mobil kami masih terus bertanya-tanya ada apa dengan mereka, membuat policy seperti itu, di jaman dimana informasi seperti air yang mengalir dalam setiap elemen kehidupan manusia. Bahkan harusnya tempat seperti Hutan Mangrove menjadi tempat wisata edukasi wajib bagi siswa-siswi di Negeri ini.

Saya bertekad akan mencari tahu dari instansi-instansi terkait, dan berjanji akan menanyakannya juga kepada  Jokowi Ahok

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun