Mohon tunggu...
Andromeda Kartika
Andromeda Kartika Mohon Tunggu... -

Wanita yang telah menemukan kebahagiaan hidupnya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Labilnya Hukum di Indonesia

15 Maret 2016   14:59 Diperbarui: 15 Maret 2016   15:26 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diantara kita sekalian pasti sudah dengar kabar mengenai dua guru JIS, Ferdinand Tjiong dan Neil Bantleman yang kembali di tangkap pihak kepolisian. Padahal mereka berdua sudah dinyatakan tidak bersalah oleh Pengadilan Tinggi Jakarta atas kasus asusila dan kekerasan terhadap beberapa mantan murid TK JIS. Penangkapan kembali tersebut setelah MA mengabulkan kasasi pelapor di tanggal 24 Februari yang lalu dengan alasan penerapan hukum keliru dalam putusan Pengadilan Tinggi yang menganulir vonis 10 tahun Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Saya menjadi bingung setelah mencoba cari tahu dengan membaca beberapa artikel terkait dengan pengkabulan kasasi oleh MA ini. Bagaimana caranya terdakwa yang sudah dinyatakan bebas setelah melakukan berkali-kali sidang namun kemudian ditangkap kembali dengan alasan penerapan hukum yang keliru. Apalagi selama proses persidangan di Pengadilan Tinggi, bukti-bukti serta hasil visum menyatakan jika korban tidak menderita penyakit kelamin yang menular dan lubang pelepasannya juga normal. 

Sehingga cukup jelas tidak ada hal yang menguatkan yang bisa menuding jika Ferdi dan Neil bersalah. Dari beberapa artikel yang saya baca mengenai penangkapan kembali ini, saya cukup tergugah dan mata saya semakin terbuka dengan artikel berikut mengenai pendapat KontraS yang menanggapi putusan MA mengenai kasus ini. Berikut artikel tersebut:

KONTRAS NILAI MA GAGAL LIHAT FAKTA REKAYASA KASUS JIS
 JUM'AT, 04 MARET 2016 , 16:35:00 WIB

LAPORAN: ADE MULYANA

RMOL. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyayangkan putusan Mahkamah Agung terhadap kasasi Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dalam  perkara tuduhan pelecehan seksual yang dilakukan dua guru Jakarta Intercultural Shcool (JIS), Neil Bantleman dan Ferdinand Tjiong, terhadap tiga mantan murid TK. 

 Koordinator KontraS, Haris Azhar, menilai MA gagal melihat fakta rekayasa yang dijadikan dasar dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Fakta ini semakin vulgar jika digabungkan dengan fakta para cleaners atau kasus yang dituduhkan terhadap enam petugas kebersihan. 

 "Seharusnya hakim-hakim yang mulia itu melihat lebih utuh pada kasus JIS," katanya di Jakarta, Kamis (4/3). 

 Pada 24 Februari 2016 lalu, MA memutuskan menganulir putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang sebelumnya memutus bebas Neil dan Ferdi dengan pelapor orang tua dari MAK, DA, dan AL. Menurut Majelis hakim MA yang dipimpin Artidjo Alkostar, ada penerapan hukum keliru dalam putusan Pengadilan Tinggi yang menganulir vonis 10 tahun Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. 

 Sementara Pengadilan Tinggi menilai pertimbangan majelis hakim PN Jaksel tidak tepat karena berdasarkan keterangan korban yang masih di bawah umur dan keterangan saksi ahli. Selain itu, terdapat sejumlah kejanggalan dalam perkara JIS. Salah satunya menyangkut hasil visum yang dijadikan salah satu dasar dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

 Kejanggalan-kejanggalan juga muncul dalam perkara lain JIS dengan terdakwa enam petugas kebersihan, yaitu Virgiawan Amin, Agun Iskandar, Zainal Abidin, Syahrial, (Alm.) Azwar, dan Afrischa Setyani, yang dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap MAK, anak pelapor kasus ini. Salah satu kejanggalannya, Azwar meninggal dunia saat masih dalam proses penyidikan Polda Metro Jaya, dengan wajah ditemukan penuh lebam dan bibir pecah. Anehnya, polisi selalu menolak melakukan otopsi terhadap jenazah Azwar.

 Fakta-fakta rekayasa seperti ini, kata Haris, yang semestinya juga dipertimbangkan oleh MA. Oleh karena itu, Haris menyarankan agar pengacara terdakwa melakukan upaya Peninjauan Kembali (PK). 

 "PK menjadi tak terhindarkan untuk ditempuh,” tutur Haris. 

 Haris memang tidak sedang membela terdakwa kasus JIS. Dia bersama KontraS sudah membuktikan bahwa kasus JIS sangat sarat dengan rekayasa. KontraS sejak Juni 2015 melakukan eksaminasi bersama Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI). Eksaminasi dilakukan karena keluarga tersangka melakukan pengaduan terkait adanya dugaan penyiksaan dan rekayasa kasus selama proses penyelidikan terhadap para tersangka.

 Dari hasil eksaminasi, KontraS menemukan setidaknya tiga pelanggaran, di antaranya pelanggaran terhadap hukum formil, tidak terpenuhinya hukum materiil, dan tidak terlindunginya kepentingan anak.

 Sejak proses penangkapan, para tersangka mengalami praktek penyiksaan guna mendapatkan pengakuan serta adanya pelanggaran prosedur dalam penetapan tersangka. Penetapan tersangka juga tampak sangat dipaksakan karena sumirnya tuduhan-tuduhan terhadap keduanya. KontraS juga menilai bukti pendukung lemah serta proses rekonstruksi menyalahi aturan karena si anak yang dikatakan korban diarahkan oleh ibunya dan aparat kepolisian.

 KontraS menilai terjadi pelanggaran hak anak dalam kasus tersebut. Sebab cenderung dipaksakan untuk memenuhi tekanan publik atas substansi peristiwa pidana. Tujuannya agar terlihat kekerasan seksual terhadap anak benar-benar terjadi di sekolah tersebut. 

 "Dalam eksaminasi kita, sebetulnya ada yang bisa dikembangkan untuk PK misalnya keterangan lanjutan dari si anak," jelasnya.

 Dari eksaminasi, KontraS juga menemukan bahwa pasal yang didakwakan kepada para terdakwa tidak kuat. Keterangan ahli maupun hasil visum yang membuktikan adanya kekerasan seksual pun diragukan karena ada fakta lainnya yang muncul tetapi tidak pernah dijadikan pertimbangan oleh penuntut maupun majelis hakim.

Source: http://www.rmol.co/read/2016/03/04/238236/KontraS-Nilai-MA-Gagal-Lihat-Fakta-Rekayasa-Kasus-JIS-

 

Melalui artikel tentang KontraS di atas menambah fakta baru buat saya. Semua yang mereka nyatakan dan runutkan dari persidangan hingga putusan MA benar-benar membuat saya semakin ragu dengan kebenaran dari tindakan asusila dan kekerasan yang dituduhkan terjadi di JIS. Saya juga jadi prihatin sama praktek hukum yang terjadi di Indonesia, mulai dari putusan yang berubah-rubah, sampai bukti-bukti yang harusnya jadi fakta tapi malah dihiraukan begitu aja. Pandangan publik benar-benar dibawa kemana-mana mengenai kasus ini. Semoga Peninjauan Kembali yang disarankan oleh KontraS bisa benar-benar dilakukan dan kali ini hukum Indonesia benar-benar berjalan sesuai dengan sebagaimana harusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun