Kembali pada dua isu yang rencananya akan kita selami.
Limbah Beracun
Soal kebijakan baru pemerintah pusat yang menghapus limbah batu bara dari daftar bahan beracun itu, tentu adalah kebijakan yang tidak main-main. Saking tidak main-mainnya kebijakan ini membuat Kepala Departemen Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Zenzi Suhadi, geram dengan kebijakan tersebut.
Menurut Zenzi, dalam ulasan TEMPO pada tanggal 13 Maret, kemarin. Dalih dari berbagai pihak yang menyebut limbah batubara dapat dimanfaatkan adalah sebuah pandangan yang keliru. Bahkan tak tanggung-tanggung, Zenzi pun mengatakan bahwa logika pemerintah sudah rusak.
Alhasil, Zenzi menilai bahwa keputusan tersebut adalah turunan dari Omnibuslaw yang membuktikan bahwa undang-undang tersebut memang dibuat untuk melindungi para penguasa lingkungan. Loh?! Apa iya?
Benar atau tidaknya yang diimbuhkan Zenzi, kenyataannya kebijakan ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaran Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai turunan dari Undang-Undang CILAKA Â garing Omnibuslaw.
Berangkat dari pernyataan Zenzi yag diulas oleh Tempo itulah lagi-lagi saya terniat ingin mengajak anda sekalian untuk merenungkan. Apa yang akan terjadi jika kebijakan itu akan segera dieksekusi, eh, sudah ditetapkan ternyata.
Ada dua renungan sederhana saya soal pemanfaatan limbah batubara yang berbahaya itu. Renungan ini serupa ilham yang tiba-tiba jatuh menimpali gelas kopi saya.
Pertama, Pemanfaatan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) akan membuka peluang ekspolitasi baru bagi para penguasa lingkungan hidup. Dalam artian para penguasa lingkungan itu bisa seenaknya melakukan penambahan kawasan wilayah industri (baca tambang). Jika sudah begitu maka yang akan dirugikan tentu seperti apa yang disampaikan Zenzi, yaitu masyarakat sekitar yang tinggal dikawasan industri tersebut.
Kedua, lantas hal apa yang akan merugikan masyarakat? Selain aspek ekologi tentu masyarakat akan dirugikan dengan dalih pembebasan lahan dengan alasan pemanfaatan limbah tersebut. Pada akhirnya masyarakat akan menyerahkan tanah miliknya kepada para penguasa lingkungan, memang dibayar tapi akan hilang selamanya. Maka, lagi-lagi penguasaan tanah negara  telah jatuh pada pihak swasta. Mereka yang mengelola, merekapun yang menikmati hasilnya.
Lalu Negara dapat apa? Kini Giliran anda yang merenungkannya.
Impor settingan?