Sudah setahun lebih pandemi Covid-19 membawa dampak cukup besar terhadap sistem pembelajaran di Indonesia. Pembelajaran daring berdurasi jauh lebih singkat daripada saat tatap muka, maka itu tugas pada LKPD (Lembar Kerja Peserta Didik) yang dibuat, harus dapat mengoptimalkan pembelajaran daring.
Banyak orang tua yang belum memahami tentang tujuan penerapan pembelajaran HOTS. Hal tersebut berdampak pada keacuhan orang tua dengan kegiatan anak saat sekolah dengan sistem full daring. Tidak sedikit siswa juga mengeluh dengan banyaknya tugas yang dirasa berat. Tugas dengan penerapan HOTS, memang dirasa lebih sulit, namun kemampuan HOTS itu memang sebenarnya hanya perlu terus dilatih. Maka itu, peran keluarga, khususnya orang tua di rumah, sangat penting dalam situasi perubahan sistem pendidikan saat ini.
Kurikulum 2013 mengadopsi sebuah konsep pendidikan yang didasarkan pada Taksonomi Bloom yang dicetuskan oleh Benjamin Bloom 1965 dan telah direvisi oleh Anderson dan Krathwol 2021, dimana bertujuan untuk mengklasifikasikan materi atau tujuan dari pendidikan.
Berdasarkan pada Taksonomi Blooms tersebut, para ahli membagi cara berpikir manusia menjadi dua, yaitu, LOTS (Lower Order Thingking Skill) kemampuan mengingat, memahami, dan mengaplikasikan, dan HOTS (Higher Order Thingking Skill), yaitu kemampuan untuk dapat menganalisa, mengevaluasi, dan mencipta atau berkreasi. Pemerintah telah menerapkan HOTS dalam kurikulum pendidikan, sehingga siswa terus dilatih untuk berada di taraf keterampilan berpikir paling tinggi, yaitu dapat menciptakan atau menghasilkan sesuatu yang baru.
Tipe LOTS, hanya mengacu pada tingkat berpikir “apa?”, “siapa?” dan “kapan?”, sedangkan HOTS, mengasah keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti, “mengapa?” dan “bagaimana?”.
Dalam pembelajaran HOTS, siswa dilatih untuk mengidentifikasikan, membedakan, menjabarkan, memprediksi, memformulasikan, membuat penilaian/kritikan, mengevaluasi, bahkan pada sampai tingkat menciptakan sebuah ide/ pemikiran/produk baru.
Dukungan keluarga dalam pembelajaran full daring saat ini, memang patut diapresiasi tinggi. Komunikasi antara orang tua dan guru di sekolah juga harus terjalin dengan baik.
Keberhasilan HOTS dalam segala bentuk tugas yang diberikan kepada siswa, menurut penulis, sulit berhasil tanpa dukungan keluarga khususnya orang tua.
Mendampingi dan memotivasi anak dalam tugas tertulis maupun unjuk kerja yang diberikan, haruslah satu tujuan dengan guru, salah satunya adalah mewujudkan generasi HOTS. Orang tua harus ikut serta mendampingi anak dalam berkreasi, memberikan wadah mengungkapkan pendapat dan terlibat langsung jika ada tugas unjuk kerja secara individu, tidak hanya berpikir asal jadi dan bagus, namun dikerjakan sepenuhnya oleh orang lain.
Mungkin ada beberapa orang tua yang berpikir bahwa anak dapat melakukan tugas-tugasnya tanpa peran orang tua. Namun situasi full daring setahun lebih ini, memberi kita pelajaran, bahwa tidak ada yang tahu kondisi seperti apa di masa depan.
Menyiapkan generasi HOTS, diharapkan dapat menjadi generasi yang percaya diri, memiliki keterampilan berpikir dalam merancang strategi, membuat ide-ide baru, serta dapat memberikan solusi untuk suatu permasalahan yang dihadapinya kelak, yang akan berguna bagi dirinya, keluarga, bangsa dan negara. Maka itu tidak hanya pemerintah, namun peran tenaga pendidik dan keluarga khususnya orang tua, juga sangat penting untuk menyiapkan generasi HOTS.
Nah, bagaimana ayah bunda, apakah masih ragu untuk meluangkan waktu untuk ananda?. Mari dampingi anak dengan penuh kesabaran dan kedisiplinan, agar ananda dapat tumbuh menjadi generasi muda yang dapat diandalkan bagi keluarga, agama, bangsa dan negara Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H