Pengalaman inilah yang membantu saya sehingga saya bisa care dan wellcome kepada seluruh umat. Dan pada saat itulah saya merasa ternyata saya bisa berbahasa simalungun. Kemampuan ini adalah salah satu karunia dari perayaan paskah tahun 2022.
Perayaan ekaristi di stasi purba tua berakhir pukul 10.15 wib sementar kami harus merayakan ekarsti yang kedua di stasu Huta Tinggir pukul 11.00 wib. Jadi, setelah perayaan ekaristi beraktir di stasi purba Tua kami tidak sempat lagi untuk berbagi cerita dengan umat Allah dikarenakan harus mengejar waktu untuk Perayaan ekaristi yang kedua.Â
Kami berangkat menuju stasi yang kedua yang merupakan stasi besar di paroki St Fransiskus Asisi saribu dolok. Kami tiba di stasi yang kedua pkl 11.30 wib. Setibanya disana tidak ada basa-basi lagi dengan umat Allah.Â
Saya sendiri bergegas untuk menyiapkan peralatan Misa sementara teman yang lain mengambil tugas masing-masing. Perayaan itu berjalan dengan khidmat dan penuh suka cita. walaupun diawal perayaan kami harus menyampaikan minta maaf kami kepada umat Allah atas segala keterlambatan kami.
Syukurlah keterlambatan itu tidak menghalangi umat untuk mengalami suka cita Allah malahan mereka menambah suka cita kami dalam perayaan itu melalui koor  dan tarian yang sudah disiapkan. Setelah selesai perayaan kamipun bersilaurahmi bersama segenap umat.Â
Mulai dari perkenalan, berasal dari mana hingga cerita panjang yang mencipta kehangatan dalam perjumpaan itu.Perjumpaan dengan umat di Huta Tinggir tidak hanya sebatas itu saja. Kami makan bersama dengan semua umat yang ada di stasi tersebut.
Satu hal yang membuat saya heran dan merasa waw terhadap stasi itu adalah bahwasanya stasi itu berada di salah satu kampung yang penduduknya semua beragama katolik. Umat distasi itu sekitar 250 KK menurut pengurus gereja tersebut. Mereka menyebut tempat itu sebagai Roma kedua yang penduduk asli ataupun pendatang wajib beragama Katolik. Salut..!!
Setelah selesai makan, seorang bapak mengajak kami jalan ke kebun miliknya. Jarak kebun dengan gereja tidak begitu jauh. Ketika berangkat ke kebun Bapak itu memberikan karung kepada masing-masing kami. Katanya mau panen suka-suka ! Setibanya di kebun saya melihat taman firdaus yang subur, indah dan tertata rapi. Kami diberi kebebasan untuk memanen apa saja mulai dari sayuran hingga buah-buahhan. Satu syarat untuk memanen adalah karung harus penuh.Â
Saya memang sudah biasa menyaksikan kebun yang luas dan subur seperti itu karena saya juga anak petani dengan tanaman yang sama. Sementara teman-emanku yang berasal dari sebrang sana barangkali belom pernah melihat situasi yang demikian sehingga membuat mereka gelagapan alias mabuk. Hahaha.
Singkat cerita kamipun panen melimpah dari kebun itu mulai dari terong ungu, terong belanda, sayur-mayur hingga jeruk dan strowbery. Kegiatan panen ini sungguh membuat kami senang dan mewarnai perayaan paskah kami tahun ini.
Sebagaimana pesan yang disampaikan Pastor lewat khotbahnya bahwa kita harus meninggalkan penjara-penjara yang membuat kita tidak bebas untuk menemui Tuhan sang guru. Salah satu penjara yang selama ini membelenggu adalah ketakutan akan pandemi.Â