Mohon tunggu...
Tika Widyaningsih
Tika Widyaningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

Menulis agar membaca

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Fat Tax: Menyeimbangkan Kesehatan Masyarakat dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia

28 Juni 2024   11:39 Diperbarui: 28 Juni 2024   12:41 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pengenalan konsep fat tax atau pajak lemak telah menjadi salah satu topik yang hangat diperbincangkan dalam beberapa tahun terakhir. Seiring dengan meningkatnya prevalensi obesitas dan penyakit tidak menular terkait gaya hidup, banyak negara mulai mempertimbangkan kebijakan ini sebagai langkah untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi. Indonesia, dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa, juga tidak luput dari perdebatan mengenai penerapan fat tax.

Mengapa Fat Tax Diperlukan?

Obesitas dan penyakit tidak menular seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung koroner semakin meningkat di Indonesia. Data dari Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa prevalensi obesitas pada orang dewasa meningkat dari 10,5% pada tahun 2007 menjadi 23,4% pada tahun 2023. Kondisi ini tidak hanya membebani sistem kesehatan tetapi juga menurunkan produktivitas tenaga kerja dan meningkatkan biaya perawatan kesehatan.

Fat tax dapat menjadi alat yang efektif untuk mengurangi konsumsi makanan tidak sehat yang tinggi lemak, gula, dan garam. Dengan menaikkan harga produk-produk tersebut, konsumen diharapkan akan beralih ke pilihan makanan yang lebih sehat. Selain itu, pendapatan dari pajak ini dapat digunakan untuk mendanai program-program kesehatan dan pendidikan gizi.

Dampak Ekonomi dari Fat Tax

Penerapan fat tax di beberapa negara menunjukkan hasil yang menjanjikan. Di Meksiko, misalnya, setelah penerapan pajak soda dan makanan ringan pada tahun 2014, konsumsi minuman bergula menurun sekitar 7,6% pada tahun pertama dan 5,5% pada tahun kedua. Selain itu, pendapatan dari pajak ini digunakan untuk memperbaiki infrastruktur air minum di sekolah-sekolah.

Di Indonesia, penerapan fat tax dapat memberikan dorongan signifikan terhadap pendapatan negara. Uang yang terkumpul dari pajak ini dapat dialokasikan untuk memperbaiki sistem kesehatan dan mendukung program-program kesehatan masyarakat, seperti kampanye anti-obesitas dan penyediaan fasilitas olahraga. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan kesehatan masyarakat tetapi juga mengurangi beban biaya kesehatan jangka panjang.

Pada beberapa waktu lalu, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah membahas mengenai Penerapan UU cukai terhadap minuman berpemanis, bersoda, dan berkemasan plastik bersama komisi XI DPR RI. Usulan tersebut tidak semata untuk meningkatkan penerimaan negara, namun juga sebagai wujud upaya pemerintah untuk dapat menekan tingkat konsumsi masyarakat terhadap minuman yang berdampak buruk bagi kesehatan. Kebijakan ini dipandang cukup menguntungkan bagi Indonesia jika diberlakukan. Bila ditotal, potensi penerimaan negara dari pengenaan fat tax pada minuman berpemanis ini adalah 6,25 triliun per tahun yang akan difokuskan pada peningkatan fasilitas kesehatan. Selain itu, kebijakan ini juga didukung oleh WHO yang sejak awal mendorong semua negara untuk membuat kebijakan agar masyarakat dapat mengubah pola hidup menjadi lebih sehat dengan salah satunya mengurangi minuman berpemanis yang berpengaruh buruk bagi kesehatan dan dapat berisiko kematian.

Tantangan dalam Penerapan Fat Tax di Indonesia

Meskipun potensi manfaatnya besar, penerapan fat tax di Indonesia juga menghadapi beberapa tantangan. Pertama, resistensi dari industri makanan dan minuman yang sangat kuat. Industri ini memiliki pengaruh besar dalam kebijakan publik dan seringkali memiliki sumber daya yang cukup untuk melobi pemerintah dan membentuk opini publik. Kedua, adanya kemungkinan bahwa pajak ini akan memberatkan konsumen, terutama mereka yang berpenghasilan rendah yang mengandalkan makanan murah yang sering kali tidak sehat. Ketiga, adanya tantangan dalam hal implementasi dan penegakan pajak. Pemerintah perlu memastikan bahwa semua produk yang dikenai pajak benar-benar teridentifikasi dan diawasi dengan baik. Hal ini memerlukan sistem pengawasan dan penegakan yang kuat serta kerjasama dari berbagai pihak terkait.

Strategi untuk Mengatasi Tantangan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun