Mohon tunggu...
tigor munthe
tigor munthe Mohon Tunggu... Jurnalis -

Nasoadongsuraton

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menikmati Lappet dan Asam Urat

13 April 2018   05:48 Diperbarui: 13 April 2018   08:59 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lappet dan asam urat. Entah apa kaitannya. Aku juga tak tahu, sebab dua-duanya menjadi benda dan zat terdekat hari ini. Satu panganan khas ala Siantar. Satunya lagi penyakit fisik yang mulai menyerang tak cuma orang tua, orang muda juga disergapnya.

Lappet dalam bahasa Indonesia adalah lepat. Panganan yang dibuat dari bahan utama beras, gula putih, gula merah dan kelapa. Bentuknya bisa sebesar genggaman tangan orang dewasa. Ada yang dibungkus daun, ada pula dibiarkan telanjang. Rasanya enak dan manis, sedap dinyamnyam  saat masih hangat bersama kopi dan teh manis.

Di Kota Siantar, menemukannya saat masih pagi hari. Inang-inang dengan memikul bakul di kepala, keliling kampung berjalan kaki, keluar masuk gang. Tak selalu mudah menemukan mereka. Selain sudah punya pelanggan tersendiri, juga jumlah lappet yang dijual terbatas sehingga mudah habis terjual.

Cara pembuatan tradisional dan rumahan, lappet sepertinya tetap menjadi salah satu panganan sarapan pagi favorite bagi sebagian warga. Harganya juga amat murah, cuma Rp 1.000 per lappetnya. Mengunyah dua hingga tiga biji, rasanya sudah kenyang.

Kemudian, asam urat. Sebuah penyakit yang lumayan menyiksa. Biasa menyerang sendi tubuh terutama bagian kaki. Rasanya perih dan berdenyut. Kalau bengkak akan nampak merah. Jika sudah menyerang kaki, alamat berjalan bakal tak bisa. Jangankan menginjak lantai atau tanah, menyentuh kain selimut tidur pun rasanya sakit sekali.

Penyakit ini sudah dua tahun terakhir menyerang penulis. Macam obat kampung sudah dikonsumsi. Terbanyak rempah yang kemudian digabung dan diblender, airnya diminum bak segelas jus. Ada juga yang dimasak lalu diminum. Tapi semua jenis ramuan yang direkomendasi sejumlah orang, tak juga menghilangkan penyakit.

Dia mulai kumat jika sudah mengkonsumsi daging, kacang-kacangan dan jeroan. Minum kopi juga katanya tak bisa. Entah kajian dari mana itu. Yang pasti minum kopi pun kini sudah tak lagi dikerjakan meski saban hari nongkrong di kedai kopi. Teh manis dan minuman mineral pun pengisi meja saban hari.

Kalau sudah kumat, demam pun ikut menyerang. Kepala juga sumbat. Membaca tak enak, duduk tak tenang, berjalan sakit. Terpaksa mengkonsumi pil yang katanya makan pagi sembuh sore. Cuma saja, dampaknya bisa ke organ tubuh lain seperti ginjal. Antisipasi terkena serangan ke organ vital itu, minum air putih hingga bergelas-gelas secara maraton pun dilakukan. Kamar mandi pun menerima beban urine cukup banyak.

Tapi memang, makan pil itu membuat pelegaan kaki akibat asam urat lumayan instan. Makan pil pagi, sore sudah kempes bengkak dan rasa denyut turun drastis dan bisa berjalan kaki seperti sedia kala. Hati pun senang, bisa beraktivitas kembali.

Nah, lalu apa hubungan lappet dan asam urat? Benar tidak ada kaitan sama sekali. Ditarik dari aspek sosial, budaya, kesehatan, ekonomi, politik dan aspek apa pun, dua hal itu benar-benar tak ada kaitannya sama sekali.

Barangkali satu-satunya hal yang membuat lappet dan asam urat bisa dipertautkan adalah saat lappet yang dibeli pagi hari dibawa ke rumah Omak, yang duduk sendiri di teras rumahnya dengan semangkok teh manis tanpa panganan. Saat lappet ditunjukkan, betapa Omak bersemangat, membuka bungkusan plastik dan mencomot satu lappet berbungkus daun pisang.

Sembari dia mengunyah lappet lezat itu, dia bertanya mengapa penulis jalan seperti pincang. Kumat asam urat. Dia pun mengambil daun sirsak dari pohon sirsak yang tumbuh di depan rumahnya. Dia serahkan beberapa helai daun sirsak itu. Diminta dimasak dengan satu gelas dua gelas air putih. Setelah mendidih dan didinginkan sebentar, lalu diminum.

Rasanya sangat melayang. Bukan cuma lantaran Omak memberi sejumlah helai daun sirsak, tapi juga dia amat menikmati lappet yang tadi dibawa. Sambil makan lappet, Omak yakin asam urat hilang kalau air rebusan daun sirsak diminum rutin. Tentu daun sirsak diambil dari pohon sirsak depan rumahnya. Tentu pula, penulis membawakan lappet panganan kesukaan Omak.

Tetapi yang lebih nikmat dari semua itu, tentang asam urat dan lappet adalah bincang pagi dengan Omak, soal apa saja. Menyadari betapa Omak yang sudah tua, bisa menjadi penyembuh rindu dan penyembuh sakit fisik. Sesuatu yang harus direguk tandas semasih dia masih memeluk nafas. Entah lah, tak juga ketemu hubungan lappet dan asam urat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun