Mohon tunggu...
tigor munthe
tigor munthe Mohon Tunggu... Jurnalis -

Nasoadongsuraton

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Budaya Nongkrong Masa Kini

18 Maret 2018   13:46 Diperbarui: 18 Maret 2018   16:16 580
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kedai Kopi di Siantar

Budaya nongkrong menjadi trend zaman kekinian, terutama di kalangan urban. Meski sebetulnya budaya ini juga jamak ditemui di desa dan kampung.

Bedanya, kalau di kalangan urban menjadi sebuah kebutuhan, baik sebagai sela menjalani aktivitas pun bagian dari aktivitas itu sendiri. Jika di desa, lebih cenderung dilakukan saat rehat atau tak sedang beraktivitas produktif.

Nongkrong bisa dilakukan di kafe atau kedai kopi saat pagi siang, sore hingga malam hari. Lokasi yang disasar beragam, mulai faktor menu kudapan, minuman dan suasana.

Di luar itu, faktor pendukung yang tak kalah penting, seperti ketersediaan jaringan layanan internet wi-fi bagi kalangan yang ingin eksis dan aktif, baik pengguna media sosial atau pekerja yang berkecimpung di jagat digital.

Bahkan, ada juga yang memilih lokasi nongkrong model kafe yang memiliki live music. Jenis ini lazim ditongkrongi warga malam hari.

Budaya urban ini tentu positif sebagai bagian interaksi sosial dunia nyata, di tengah gempuran budaya sosial digital yang cuma mempertemukam warga di dunia maya.

Dunia maya yang teraplikasi di dalam media sosial (medsos), sebagai bentuk budaya baru, di facebook, twitter, instagram dll, sedikit banyak telah menegasikan budaya silaturahim yang merupakan budaya adiluhung warisan nenek moyang kita yang semestinya patut dilestarikan.

Pergeseran dan perubahan budaya silaturahim di dunia nyata ke dunia maya, dari aspek kualitas dan kuantitas pasti berbeda. Aspek kuantitas bisa jadi di dunia maya, silaturahim yang terkoneksi melalui medsos bisa cepat, lekas dan ringkas. Beda dengan dunia nyata yang memang kadang butuh waktu, faktor kesibukan atau aktivitas juga soal jarak.

Meski begitu, budaya nongkrong yang bisa dibalut menjadi sebuah jalinan silaturahim, kepada rekan, sahabat, keluarga dan komunitas sosial lainnya, mestinya menjadi aktivitas sosial reguler.

Banyak hal yang bisa diraih secara kualitatif dan kuantitatif bila nongkrong di dunia nyata. Selain mengkonfirmasi berbagai kebutuhan primer dan sekunder dengan sahabat, rekan kerja, dan komunitas, juga menautkan relasi yang hiegiens dari praduga dan prasangka, konon merebaknya rezim hoaks saat ini.

Nongkrong di kafe, sebaiknya memang dioptimalisasi sebagai bagian dari aktivitas sosial dunia nyata, mengharmonisasi aktivitas medsos kita yang memang sulit dihindari sebagai bagian budaya baru kini.

Nongkrong, di kafe atau di kedai kopi, sekali lagi amat urgen menegasikan ruang-ruang hampa yang ada di ruang digital atau ruang medsos yang gegap gempita dan penuh ingar bingar yang nyaris tanpa proteksi.

Silaturahim tatap muka adalah ruang hampa itu. Nongkrong menjadi solusi yang mesti kita abadikan, sederas apapun budaya dan perubahan yang meluruk dalam ruang hidup kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun