Mohon tunggu...
Tigaris Alifandi
Tigaris Alifandi Mohon Tunggu... Teknisi - Karyawan BUMN

Kuli penikmat ketenangan. Membaca dan menulis ditengah padatnya pekerjaan | Blog : https://tigarisme.com/ | Surel : tigarboker@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Optimisme Indonesia dalam Industri Masa Depan

1 Januari 2019   06:21 Diperbarui: 1 Januari 2019   07:44 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar tersebut adalah salah satu petikan buku yang telah "habis" saya baca. "The Industries of the Future", karya Alec Ross. Salah satu pakar inovasi terkemuka. 

Mengupas tentang industri mana saja yang akan bertahan dan musnah di masa depan.

Bagaimana wajah masa depan itu? Bagaimana Industri 4.0 akan mengubah segalanya. Ketika robot mulai mengambil alih beberapa pekerjaan manusia. Ketika Internet of Things (IoT) dan Artificial Intelligence (AI) menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Ketika biologi mengungkap banyak rahasia DNA. Semua serba canggih. Itu narasi yang dituliskan oleh Alec Ross tentang masa depan.

"Peluang terbesar untuk menjadi rumah bagi industri masa depan di antara negara-negara ini? Indonesia-lah jawabannya". Kata Alec Ross dalam bukunya. Pada halaman 297.

Siapakah yang dimaksud kata "negara-negara ini" dalam buku tersebut? Pakistan dan Arab Saudi.

Ketiganya adalah negara dengan mayoritas penduduknya muslim. Namun, dengan budaya dan sistem sosial politik yang sangat berbeda.

Arab Saudi dan Pakistan adalah negara yang menetapkan Islam sebagai ideologi dan Al Quran sebagai landasan konstitusional dalam sendi-sendi kehidupan. Berbeda memang dengan Indonesia yang meskipun menjadi negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, namun tetap berpegang teguh pada ideologinya yang sangat berharga, buah pikiran para bapak bangsa yang bijak nan cerdas. Pancasila. Perbedaan yang sangat mendasar.

Dan mengapa bisa muncul kesimpulan bahwa Indonesia akan lebih berpeluang menjadi domain penting dalam industri masa depan itu?

Kesetaraan gender. Inilah yang dikritisi Alec Ross. Dimana di kedua negara Islam tersebut perempuan sulit untuk berperan nyata dan mendapat posisi strategis dalam memajukan negara. Berbeda dengan Indonesia yang secara konstitusional bahkan mewajibkan setidaknya 30 % kandidat anggota legislatif adalah perempuan. Padahal perempuan dapat menjadi sumber kekuatan penting dalam pembangunan negara. Dengan segala keistimewaan yang mereka miliki.

Di Arab Saudi dan Pakistan tak semua pekerjaan yang boleh dilakukan kaum hawa. Ada batasan tertentu yang haram dilanggar. Tak hanya di kedua negara tersebut, kondisi serupa umumnya terjadi di mayoritas negara Timur Tengah dan Afrika Utara. Bukan karena Islamnya, bukan karena Al Qurannya. Padahal masyarakat Indonesia pun religius. 

Dengan tradisi Islam kental yang berpadu dengan budaya setempat. Juga posisi pesantren yang kuat dan terhormat dalam struktur dan sistem sosial masyarakat.

Mungkin karena budayanya. Diversitas demografi. Dan tradisi yang telah berlangsung. Membentuk sistem sosial yang berbeda meskipun kondisi riil dalam kehidupan masyarakat mengaplikasikan landasan yang tak jauh berbeda. 

Masyarakat Pakistan dan Arab Saudi menafsirkan hukum agama yang membuat kaum hawa tidak bisa mengeluarkan potensi terbesar mereka untuk terjun dalam pembangunan negara. Sebaliknya, masyarakat Indonesia lebih memilih menerapkan Islam yang lebih ramah dan mengayomi, tak terlalu ke kiri atau ke kanan. 

Tidak mengaplikasikan hukum yang misoginistik. Begitu menghargai martabat perempuan. Dimana RA. Kartini, tokoh pejuang keseteraan gender terkemuka, hari lahirnya selalu diperingati. Kaum hawa mendapat posisi dan peran yang lebih luas untuk memajukan negara karena kultur dan penafsiran yang Indonesia banget tadi.

Alec Ross pun mengungkap bahwa sepanjang kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara tetap regresif terhadap perempuan, investor akan menghindar dan lebih menoleh ke Afrika sub Sahara, Asia ataupun Amerika Latin yang dianggap menjanjikan.

Menerapkan batasan tegas terhadap perempuan tentu jelas merugikan menurut investor. Negara dianggap menyia-nyiakan energi yang cukup besar. Yang berguna untuk bersaing dan membangun peradaban yang maju.

Ross optimis bahwa Indonesia akan menjadi domain penting dalam industri masa depan. Industri di sini memang lagi bergeliat. Lonjakan demografi pada tahun 2030 harus bisa dimanfaatkan betul.

Setidaknya sekarang sudah terlihat. Bagaimana anak muda kreatif sudah memegang peran penting dalam perekonomian. Gojek, Traveloka, Bukalapak, Tokopedia, menjadi bukti. Keempatnya adalah start up unicorn yang dipimpin sosok muda luar biasa.

Banyak yang harus dibenahi memang. Terutama kualitas sumber daya manusia Indonesia. Yang menurut Mochtar Lubis dalam buku Manusia Indonesia (1978) mengkritisi bahwa manusia Indonesia modern pasca kemerdekaan sebagai sosok yang penuh kebimbangan, sinis, egois, disorientasi artistik, skeptis, munafik, tidak bertanggung jawab, percaya takhayul, feodalis, lalu lemah watak (Nawa Cita Untuk Kesejahteraan Rakyat Indonesia, halaman 49)

Tak sekedar membangun infrastruktur yang bagus dan akomodatif untuk industri masa depan, namun juga membangun manusia yang dapat bersaing dalam era industri penuh kodifikasi, bioteknologi, robotika dan internet.

Masihkah kita selalu menolak perubahan. Menuntut diterapkannya hukum Islam sebagai landasan ideologi negara, padahal Pancasila telah terbukti mengakomodasi keragaman masyarakat Indonesia yang rukun dan penuh toleransi. Seakan bertolak belakang, mindset kolot namun ingin selalu maju.

Semoga pada tahun 2019 ini, tahun politik ini, kita tak kehabisan energi untuk mengejar ketertinggalan selama ini. Semakin makmur, maju, rukun dan meningkat toleransi antar masyarakat kita. Semakin siap menyongsong industri masa depan.

Selamat tahun baru 2019.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun