Disela-sela "ongkreh-ongkreh" literatur tentang budaya Pandhalungan, eee lha kok ada yang berkata jika FDS bisa berpotensi melahirkan bibit radikal (untungnya tanpa isme).Â
Tidak ada yang serius dari pernyataan itu, karena hanya sebuah opini. Istilah "radikal" itulah yang sedikit meggelitik pemikiran saya sebagai pendidik. Oleh sebab itu, dengan mengucapkan segala hormat saya kepada yang mengatakan, ada kewajiban saya untuk melengkapi pernyataan tersebut agar opini itu semakin menjadi lebih sempurna.Â
Di Jepang, saban hari, pagi-pagi, rakyat diharuskan menghadap ke timur sebagai ejawantah untuk menghormati Dewa Matahari dan takdim pada sang Kaisar. Efek yang timbul (dari beberapa tulisan yang pernah saya baca, salah satunya ISQ-nya- Ari G) ternyata menimbulkan gairah kerja yang lebih.Â
Di tahun 80an, petinggi Vatikan pernah kagum dengan "kekuatan yang terpendam" dari ritual shalat Jum'at. Sampai-sampai beliau berani berkata, "Andai ritual Jum'at ini dimanage dengan baik, saya yakin ritual ini akan berdampak yang luar biasa" (maaf, lupa sumbernya, tetapi inshaa Allah ucapan yang senada dengan itu pernah ada).Â
Apakah di dua rutinitas itu akan memunculkan pola radikal? Untuk radikal mungkin iya. Karena unsur pembiasaan pada satu titik fokus terbuka di sana. Tetapi tidak lantas akan menjadi radikalis atau radikalisme. Oleh sebab itulah di paragraf awal saya memberikan frase dalam kurung "untungnya tanpa isme".Â
Meski demikian, pemakaian radikal bagi saya menjadikan sebab adanya kegamangan dalam menatap, antara postur FDS itu sendiri dengan pemahaman yang mengatakan berpotensi adanya radikal. Ada semangat pemakaian istilah yang terlalu berlebihan yang saya rasakan. Â
Alasan saya:
1) jika memang berpotensi radikal. Seharusnya sampai detik ini sudah lahir "manusia-manusia radikal" atas proses PBM yang menggunakan sistem FDS. Karena, sampai detik ini sudah ada 9.800an sekolah yang telah melaksanakan FDS ini. Â
2) FDS ini berada dalam kontrol yang ketat dari pemerintah dan masyarakat. Baik dari sisi muatan kurikulumnya, lokasi dan waktunya, proses sampai pelaku-pelakunya. Naif, jika sistem pembelajaran yang ramah nilai itu (FDS) dikatakan bisa melahirkan rakidal. Tentu, sejak awal negara akan menstopnyaÂ
Tafsir radikal memang bermacam. Sumiritas makna atas radikal ini lebih cenderung pada pemahaman yang negatif. Sebab itulah saya merasa perlu ikut urun rembug, karena saya merasakan terlalu jauh jika dikatakan berefek pada radikal (apalagi radikalisme).Â
UU Sisdiknas adalah produk hukum yang berusaha mengarahkan pola pendidikan nasional itu ke titik memanusiakan manusia. FDS saya yakin tidak akan jauh melenceng dari UU tersebut.Â
Simpulannya, saya memaklumi jika ada yang beropini FDS akan melahirkan bibit-bibit radikal, dan saya termasuk yang tidak setuju dengan opini tersebut dengan alasan yang sudah saya papaprkan di atas.Â
Satu alasan lagi, opini radikal ini, menurut prediksi saya lebih berpeuang menimbulkan debateble yang justru nantinya akan mengarah ke luar dari konteks dunia pendidikan. Dan itu, nilainya akan banyak sia-sia, cenderung memanas di luar poin yang ingin diopinikan.Â
Semoga tulisan ini dianggap sebagai penyempurna atas opini yang sedang bergulir tersebut. Sehingga publik memiliki beberapa pemahaman dan alternatif pemikiran sehingga pada titik puncaknya nanti menjadi sebuah kesempurnaan berpikir.Â
Salam pendidikan!
Kertonegoro, 17 Juni 2017
Salam,Â
Akhmad FauziÂ
Catatan :
Siapa yang mengatakan FDS berpotensi melahirkan bibit radikal? Silahkan pembaca mencari sendiri sesiapanya. Inshaa Allah banyak berita yang telah beredar. Saya menemukan salah satunya di running teks Inews TV, Sabtu, 17/06/2017 pukul 17.00 wib.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI