Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

"Kiblat" Telah Berubah

21 Februari 2017   13:38 Diperbarui: 21 Februari 2017   14:03 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Asupan gizi tidak lagi memperhitungkan kadar kehalalan. Anakpun beranjak dari suplemen Kasih sayang.  Kata-kata bukan lagi target untuk membuka alternatif.  Rindu sulit untuk mencari kejelasan alasan.  

Kiblat telah berubah. Memanusiakan manusia mirip dengan sederetan lapak-lapak dengan aneka rupa dagangan,  yang dijual.  Tuhan dihargai dengan tendensi, atau malah tidak punya harga.  Lebih berharga utuk berupaya seserius mungkin agar tidak menghargai.  

Lalu meminta agar matahari tetap dengan kecerahan.  Membimbing siang dan malam dengan segala wibawanya, atas kiblat yang telah berubah. Mencincang hati di savana yang penuh dengan raja tega.

Sedari mula Tuhan telah meminta, "Bacalah! ". Membaca atas nama Tuhan yang (Maha) mencipta.  Kiblat itu telah berubah!  

Riuh masa membaca

Membaca tabir-tabir yang lebih dekat dengan nuansa siasah. Kiblat diombang-ambingkan dalam ketersengalan makna.  Lalu Sang Pencipta dimohon duduk manis saja.  Hanya disuruh menatap gelitik geliat kenakalan manusia.  

Kita mulai melupa,  jika diri tidak berhak mencipta!  

Kertonegoro, 21 Pebruari 2017

Salam,  

Akhmad Fauzi

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun