Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Buah Simalakama dari Kasus Mashudi

11 Maret 2016   15:20 Diperbarui: 11 Maret 2016   21:05 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

2. Ada ketersumbatan menyalurkan aspirasi
 Saya harus bertanya, kemana PGRI? Dimana IGI? Apa kabar FGI? Bukan berarti saya tidak melihat sama sekali kiprah ketiga wadah organisasi guru ini. Tetapi sangat disayangkankan dengan tingkat kepekaan organisasi tersebut dalam membaca kepentingan anggotanya.

Ketika ada seorang guru yang dipecat kepala sekolah gegara ber-sms mempertanyakan gajinya selama tiga tahun, advokasi untuk si guru juga tidak terlalu kelihatan.

Andai saja, ketiga organisasi itu berada di garda terdepan untuk menyuarakan nasib K2, akan terasa di akar rumput jika kepentingannya sudah ada yang mewakili. Saya sangat yakin gerakan diskusi-diskusi instensif antara pemerintah dan pihak yang mewakili, apapun nanti hasilnya, selama diskusi itu terlihat fair oleh mereka, maka bisul-bisul ketidak-puasan itu akan lenyap dengan sendirinya.

Jalur ini yang tidak terlihat oleh akar rumput, guru-guru honorer K2, Sehingga ada rasa keputusasaan, merasa disepelekan, merasa jenuh dan seterusnya. Memperlancar saluran ini akan memberi ketenangan bagi mereka.

***

Nasi sudah menjadi bubur, apapun sebab musababnya lebih baik kita reguk hikmah yang ada. Toh nyatanya, keduanya harus memakan simalakama yang pahit jua rasanya.

Patut diapresiasi dengan baik, keduanya, pun juga pihak-pihak yang ikut melibatkan dalam mediasi telah melahirkan akhir yang baik. Jadikan akhir yang baik ini menjadi rasa optimis jika permasalahan pendidikan pasti dapat terpecahkan.

Salam pendidikan
 Semoga bermanfaat

Kertonegoro, 11 Maret 2016
 Salam,

Akhmad Fauzi

 

Ilustrasi : nasional.republika.co.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun