Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sunatan Massal, Gaji pun (Hendak) Dipenggal

3 Maret 2016   08:49 Diperbarui: 3 Maret 2016   11:43 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="anak antri di sunat.Ilustrasi : fajar.com"][/caption]Bukan lantaran kerjaan brutal

Ujungnya daging harus dipenggal

Di bumi insan makin berjejal

Hingga terjadi sunatan massal

Tersenyum ramah si bapak mantri

Kerja borongan dapat rejeki

Berbondong bondong bocah sekompi

Mesti dipotong ya disunatin

...

Hei sunatan massal

Aha aha

Sunatan massal

Aha aha

...

(Lirik lagu sunatan massal - Iwan Fals)

Yah, panen deh si bapak Mantri. Fulus, fulus, fulus...! Pucuk-pucuk daging dipenggal dengan ramah. Bukan lantaran sadis tapi bagian iktikad dan ikhtiar untuk lebih mensyar'ikan manusia agar dewasa dalam beragama.

Kalau di desaku namanya si tukang calak. Ditakuti Anak-anak seusia belasan tahun. Jika pada musimnya, seharian profesi ini tidak bisa pulang ke rumah. Dengan berbekal alat medis sederhana, rumah per rumah didatangi setelah sebelumnya membuat janji.

Jerit tangis yang kadang kala keluar dari mulut-mulut mungil lelaki kecil menjadi penyempurna kepuasaan seorang bapak. Sore diadakan syukuran, bukti dari segala hal niatan, termasuk pengharapan, dan rasa syukur atas suksesnya sunatan. Atas keberhasilan kerja si tukang calak, pak Mantri.

Sayangnya, kini profesi ini hilang dengan sendirinya. Pergeseran perkembangan medis menuntut pak Mantri, si tukang calak, harus menggantung tas kusamnya, alih profesi.

Tetapi lamat-lamat terdengar lagi akan ada sunatan massal. Sunat bisa berarti memotong, mencabut, memutilasi. Masih saudara dekat dengan istilah membekukan, menilep, mengkuliti. Masih pula korelatif maknanya dengan membantai, membully, juga menghujat, sadis dan bengis.

Begitulah yang saya dengar dengan niatan sunatan massal itu. Benar kata Iwan Fals, "Si bapak mantri bukannya bengis meskipun tampak sedikit sadis.Kerinyut hidung bocah meringis, edikit tangis anunya diiris...".

Tukang calak, dulu, adalah profesi terhormat. Mungkin itu pula yang ingin dihidupkan lagi. Memotong, mencabut, membekukan, membully, menghujat, dan seterusnya telah mulai menjadi "ritual sunatan massal".

Ada-ada saja si tukang calak ini, pak Mantri. Bekulah segalanya! Beku hati, beku motivasi, beku semangat, beku potensi, beku kibaran-kibaran kemenangan.

Ah, pak Mantri. Andai saja lebih berani mencabut gaya sunatan massal itu, saya yakin seringai anak-anak kecil akan menjadi tangis bangga histeria prestasi bangsa.

Buyung menginjak masa remaja

Seiring doa ayah dan bunda

Sebagai bekal masa depannya

Agar menjadi anak yang berguna

Hei sunatan massal

Aha aha

Sunatan massal

Aha aha

Ditonton orang berjubal jubal

Banyak tercecer sepatu dan sandal

...

Begitulah Iwan Fals menggambarkan pernak-pernik uniknya sunatan massal. Ritual euphoria cerianya anak-anak bangsa. Meskipun ada yang terpenggal seiris daging di sana.

Apa kabar pak Mantri, si tukang calak?

...

Hei hari bahagia

Aha aha

Bersuka ria

Aha aha

Ada yang berjoget tari India

Stambul cha-cha dan tari rabana

...

Iwan Fals, menutup lagunya...

Kertonegoro, 3 Maret 2016

Salam,

Akhmad Fauzi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun