Semoga teriakan presiden Jokowi karena termotivasi dengan surat al-Insyiroh di dua ayat terakhir. Ayat motivasi yang mengandung optimisme tinggi bagi yang menyukai kerja. Ketika lakon satu sudah usai, segera mempersiapkan lakon selanjutnya. Ketika usai kabinet terbentuk, layak untuk fokus menatap lembaran target-target kerja. Usai reda kisruh rumah kaca dan cicak-buayanya, layaklah untuk kerja saja. Usai membagi keluh kesah dan serentetan penambahan beban-beban, patut rakyat Indonesia untuk fokus pada kerja. Usai mengumbar mimpi revolusi, mari bangun menatap wajah negeri dengan kerja.
…..
Ngger,
Taman Syurgawi itu semakin gersang
Menagih janjimu
Untuk menembus batas kelam!
…..
[dari puisi “Menerobos Batas Kelam” – Akhmad Fauzi]
Bukan kerja ringan bagi pasangan presiden dan wakil presiden yang telah resmi ini dalam melayarkan perahu kertas Indonesia ini. Lembaran-lembaran cerita negeri yang berlipat-lipat harus digunting oleh pasangan ini. Konsep berpikir yang tergambar dalam diskusi-diskusi dengan tema kekacaan bangsa, benar-benar ingin dipertahankan untuk saling menjaga jarak. Saya berharap bukan “kehebatan menjadi yang konsisten” yang ingin dicapai pasangan ini, tetapi kesempurnaan menjaga amanah yang nantinya akan berakibat pada konsistensi diri dalam berinteraksi dengan kritikan-kritikan. Lumrah jika kini pro kontra memenuhi kolong langit wacana. Semarakkan lagi dengan sapa yang ramah dan kerja.
…..
Jangan takut menelusur titian hidup ini
Sunyi sudah pasti, gembirakan gairah yang ada
Cadas bukanlah rintangan, nyatanya air mampu meluluh-lantakkan!
…..
[dari puisi “Menerobos Batas Kelam” – Akhmad Fauzi]
Menatap keluhan yang terdengar selama 100 hari perjalanan dinasti ini seyogyanya harus ditatap seolah menatap rengekan anak-anak tersayang yang ingin diperhatikan. Merupakan kewajiban total keduanya dalam membangun karakter sikap di langkah ke depan. Membalas rengekan dengan ironi yang berlebihan sama dengan mempercepat lubang kuburan untuk segera terisi.
…..
Ketakutan hinggap di relung yang gersang intropeksi
Sulit akan tumbuh mencari dialektika diri
Amarah terlahir memang untuk menghanguskan rencana
Tetapi, api itu akan padam bila sorot mata mau melepas pongah
Petaka senantiasa mengintip
Sesempit apapun celah yang engkau buat
Petaka sirna, bukan dengan menutup mata
Tetapi, karena berani menyapanya dengan ramah hati
…..
[dari puisi “Menerobos Batas Kelam” – Akhmad Fauzi]
Ayo! Kerja dan kreasi, berlari dan empati. Garapan negeri ini besar, maka semakin besarkan dengan kebesaran kerja dan kreasi. Berlari saja, jangan hiraukan suara yang berseliweran. Saatnya kini kerja dan kreasi berlari agar bangsa ini tidak jadi negeri pemimpi dan sakit hati. Maka, letakkan obrolan senja doanknya dulu. Karya, karya, dan karya. Kreasi, bersama cinta yang dimiliki!
Dari Titik Nol, Jokowi berteriak untuk mengajak kerja. Jika Jokowi tatap sebagai belahan saja maka yang ada hanyalah cacian dan pemujaan. Tetapi ketika Jokowi ditatap seutuhnya sebagai presiden, yang adalah : “Sambut hangat teriakan beliau dengan meminta pula agar terjaga dan terjamin kesejahteraan kita sebagai warga, dengan bekerja!”.
Jika ternyata teriakan itu hanya untuk menyuburkan tiran dan perut para perambah anggaran, sungguh, negeri ini sejatinya telah kiamat!
Dari Titik Nol, di Serambi Mekkah, Indonesia menuju proses! Proses untuk bekerja, proses untuk sejahtera, proses untuk berkarya. Proses untuk mengisi lahir batin manusia, warga Indonesia. Tidak lebih tidak kurang. Ketika ada yang mengajak untuk timpang, mari sambut teriakan presiden kita ini untuk menjadi penyeimbang, bukan malah ikut bermain menjadi dalang!
Dari Titik Nol, kita nolkan kembali obsesi ini, dengan cinta dan pasrah!
…….
Cinta, mempercepat hidup dan kehidupan itu, ada atau musnah!
……
[dari puisi “Menerobos Batas Kelam” – Akhmad Fauzi]
Lihat link puisi “Menerobos Batas Kelas” di :
http://fiksi.kompasiana.com/puisi/2014/09/22/menerobos-batas-kelam-689756.html
Kertonegoro, 10 Maret 2015
Ilustrasi :dakwatuna.com