Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

TIPS Menuju TPS dan Pilihan Keluargaku

9 April 2014   06:04 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:53 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TIPS Menuju TPS

Dan

Pilihan Keluargaku



Dua hari lalu, selepas maghrib sempat terjadi debat kecil-kecilan, kami berlima. Saya sebagai kepala rumah tangga, istri, dan tiga putri saya. Temanya "COBLOS APA dan SIAPA"!. Tertemukan jawabannya meski alot dan lama. Jawaban itu menjadi keputusan keluarga. Picu diskusi berawal dari puluhan sms baik dari seluler saya, istri maupun dua putri saya. Lega rasanya bisa menentukan pilihan keluarga.

Tadi sore harus rapat lagi, untuk menyusun rencana menuju TPS, inilah hasil rapat itu :

1. menyiapkan surat pemberitahuan dari KPPS plus identitas diri,

2. menentukan waktu berangkat ke TPS,

3. karena tempatnya agak jauh, maka diputuskan berangkat 2 rombongan. Pertama, anak sulung saya yang ditemani adiknya. Kedua, saya dan istri dengan si bungsu,

4. pakaian bebas, sopan, tanpa make up yang berlebihan serta menghindari warna yang membuat sangka dan praduga,

5. tidak perlu membawa HP dan barang yang dirasa menjadi perhatian dan kecurigaan,

6. tidak mendiskusikan apapun dengan siapapun selama di TPS, kecuali tegur sapa sewajarnya,

7. Membagi tugas rumah,

8. wajib sarapan dulu dan tidak perlu njajan di jalan,

9. sesegera mungkin berkumpul kembali, melihat hasil cukup lewat media yang ada,

10. mendata dan menghafal bacaan do'a.

Semakin lega, persiapan keluarga untuk menghargai perhelatan negeri ini semakin lengkap di rasa. Cuma ada yang masih mengganjal (heran saja) mengapa diskusi dua hari lalu begitu lalot dan seru! Terjadi kesepakatan pilihan setelah hampir dua jam berdebat, itupun ramainya bukan main. Untung ada gorengan rengginang yang sorenya dibuat istri dan putri kedua saya.

Ohh, baru terjawab sudah kenapa kok sampai alot dan seru, lha wong bungsu saya juga terlibat dalam diskusi itu. Setiap kali ada usulan selalu ditolak si bungsu ini, karena tidak sesuai dengan pilihan yang entah dari siapa dia memiliki keinginan memilih pilihan itu. Ironisnya, tangis dan jeritan adalah senjata pamungkasnya. Lebih gila lagi putri kedua saya yang bertindak jadi notulen harus mencatat pilihannya itu. Usulan istri sampai terakhir usulan saya, yang tertulis di notulen, hanya satu nama, ya nama itu saja. Siapa? Yaitu teman SMP saya yang gambarnya ada di depan rumah di seberang jalan. Asal tahu saja, seminggu lalu sekeluarga, saya ajak silaturahmi ke dia sambil memberikan semangat ke teman saya itu. Baru ingat saya, hari itu bungsu saya memang penuh di manja oleh teman saya.

Makanya amburadul diskusi itu, lha wong yang ada teriakan jerit tangis si bungsu ini. Apakah keluarga saya memilih teman saya itu? Harus memutuskan pilihan berdasarkan ribut tangis dan teriakan si bungsu? Seingat saya, ada dua notulen keputusan, satu tertulis nama yang direngeki si bungsu, satu lagi yang tercatat di memori dan hati saya, istri, dan putri sulung kami. Diskusi selesai, dengan kelelahan luar biasa dan omelan gemes dua putri dewasa saya, sementara si bungsu terlelap nikmatnya di pangkuan saya. Hampir 15 menit lalu dia terlelap menikmati usap lembut tanganku di punggungnya.

Lega rasanya, diskusi itu usai juga, meski begitu ributnya oleh bungsu saya, yang masih TK. Yah, dimaklumi saja, meski selalu membuat ribut karena pilihannya. Namanya juga anak kecil, tahunya asal dan harus......

Selamat mencoblos Indonesia, telah tergenggam tiga suara pilihan keluarga dalam memori dan hati kami dengan penuh keihlasan untuk kebaikan bangsa.

Kertonegoro, 8 April 2014

Ilustrasi http://intisari.online.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun