Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Tamu Tak Diundang

21 September 2014   23:01 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:00 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(Pecah Kongsi)

Pukul 12.01 kemarin siang, saya mendapat tamu istimewa. Mendapat pesan dari sebuah akun Kompasiana, tanpa gambar profil diri. Lebih menyeramkan karena pesan itu dirangkai dengan bahasa Inggris. Bingung, penasaran, pun ngga ngerti artinya.

Setelah mengetahui arti pesan Inggris itu, lama diri ini merenung. Inbox sana-sini ternyata belum saya temukan teman "K" yang mendapat pesan sejenis dari akun ini. Teringat kisah pak Tjip yang pernah ketiban rezeki jutaan dollar lewat e-mail beliau. Kalau toh ternyata abal-abal, minimal e-mail beliau dapat rezeki disambangi. Kisah pak Tjip ini menumbuhkan semangat saya untuk mensharenya ke tulisan ini.

1411289709154030207
1411289709154030207

(arsip pribadi)

Kalau mengacu dari kisah pak Tjip tempo hari, menjadi pelajaran berharga bagi saya untuk tidak lagi buta sikap dalam menerima pesan dari "sosok" gelap ini. Yang diherankan adalah pesan ini kok bisa ada di komunitas yang terkenal di jagad pertiwi sebagai lapak mecusuarnya ide, info, sekaligus "komporisme" belantara negeri (Heeeheee... guyon ya).Herannya lagi, kok "masih" hanya saya yang diberi pesan? Apa ya kentara gitukah "kendesoan" saya sehingga (kalau mengacu ke kisah pak Tjip itu lagi) akan mudah dikibuli? Untuk komunitas e-mail tentu bisa secara acak tanpa melihat lagi si pemilik e-mail (apakah e-mail sudah lama mati atau malah e-mail milik pak Tjip). Lha ini di komunitas "angker" jeh! Si admin pun brillian semua. Yang masuk jadi anggotapun (kompasianer) bukan sembarang orang. Beruntungnya diri ini, mendapat pesan dari yang gelap diri.

Apakah dirugikan? Sangat tidak! Nyatanya saya malah mendapat bahan untuk menuangkannya di tulisan ini. Lantas? Ya, berharap saja semoga si pembuat pesan membaca tulisan ini terus memperbaiki akunya. Siapa tahu, "kabar" yang dijanjikan semakin jelas dan menjadi lantaran turunnya "harta karusn" yang jatuh tiba-tiba, dan di inbox lagi.

Tetapi jujur saja, ada juga sedikit kekhawatiran diri (mengingat yang di inbox kok masih saya, entah kalau ternyata sudah banyak yang diinboxi, malah kebetulan kalau begitu), ada apa dengan akun saya? Ingin apa dia? Toh siapalah saya. Ingat, ini masanya ISIS, pencitraan, pengelabuan, dus, "nggepuk nyilih tangan" (memukul pinjam tangan), dan yang aneh-aneh.

Ah, terlalu jauh polarisasi khayal saya. Salah satu target tulisan ini adalah "sambat" ke admin jika saya di inbox demikian (tidak berbahaya sich). Kesah saya ini bermata dua, satu percaya jika admin adalah regulator yang baik. Kedua, mbok ya'o ditambahi kerja admin untuk sweping akun yang aneh-aneh seperti ini. Tidak perlu di banned, minimal dibina, disadarkan sekaligus difahamkan jika ini komunitas "mencari hikmah". Jangan terulang kembali ramainya sangka seperti kemarin itu. Lha wong hadir karena diundang saja kok diskusinya lari sejauh hati menduga.

Yah, yang jelas saya mendapat pesan, kemudian saya kabarkan! Target tulisan ini tidak ada kecuali untuk mengisi akhir pekan dengan menulis, kebetulan ada bahan, ya pesan ini.

Rencananya ingin menulis tentang koalisi yang terkabar goyah dan nyaris pecah, ya gara-gara tetamuan ini. Dari pada menulis yang pecah tetapi masih dalam taraf duga, lebih baik nulis sendiri belagu jadi orang yang di tamui meski tidak pernah mengundang! Siapa tahu ramainya melebihi tamu koalisi itu! Heeeheee...

Uniknya negeri ini, konteks tamu saja sudah bias kemana-mana. Diundang dan tidak diundang kok sudah sama-sama menyeramkan. Benarkah ini karena mapannya penulis-penulis dan pengamat negeri ini? Atau sisa-sisa anasir pilpres itu masih menjadi "bom waktu"? Atau memang ada "keseriusan tema negeri" sehingga selalu bara dan gerah? Atau, saya sendiri saja yang memang tampak "ndeso", lha wong wacana begini saja kok bingung nggak karuan. Oalaahhh...

Salam hangat untuk akun gelap itu. Salam hormat untuk pak Tjip yang namanya saya catut, nilai positif jua yang ada. Salam kreasi untuk semua. Untuk admin, jaga stamina, selamatkan kenyamanan anggota, ya...? (Heeeheee....)

Kertonegoro, 21 September 2014

Ilustrasi : pixabay.com

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun