Menerobos Batas Kelam
Akhmad Fauzi
Setting :
1. Sayup-sayup terdengar "Cetro-intro"
2. Panggung gelap.
Narasi :
Hidup sejatinya merupakan kesepakatan diri untuk menerobos kelam. Batas kehidupan bukanlah kematian. Hidup dan kehidupan itulah sebenar-benar batas.
Aku tulis puisi cinta ini untuk yang selalu mengintip kokohnya kesungguhan rasa yang tertanam. Hanya kematian yang mencabutnya, atau cinta itu ternoda hanya karena nafsu belaka.
Cinta datang bersama hati menembus ruang dan waktu. CINTA TUHAN adalah nikmat kepada siapa yang ALLAH kehendaki. CINTA SESAMA adalah kestabilan seorang HAMBA. CINTA SESEORANG, adalah Anugerah.
Cinta mempercepat hidup dan kehidupan itu, ada atau musnah!
Setting :
1. Mendayu tembang "yen ing tawang ono lintang"
2. Panggung temaram, bernuansakan sunyi khas pedesaan. Lentera menghias beberapa sudut panggung. Asap tipis ikut menghiasi, menjadi seluit transparan kala berada dengan cahaya lentera.
(1)
Malam beranjak dari sudut senja meniti puncak kesunyian. Kerinduan bagi yang menyukai kebisingan hati. Memuja sang Perkasa di tengah kehebatan hina diri. Memuja sang Pecinta, dari hembusan terbelahnya rindu. Menengadah kerlip juwita sang malam, wajah manis temaram, merebah melepas desah.
Gung lewang-lewong, ati kebak roso cumantil ing tawang, awang-uwung
Ndadekke tekaning gegayuhan nganthi tumekaning pati
Aku datang dari gemerlap kebisuan
Menelusur rerimbunan dahan ranting kehidupan
Penuh bercak, tersayat-sayat
Lebam berdarah darah
Di ujung kasih Mawar itu tersembahkan, penuh elegan. Dari yang paling terdekat, yang tersembunyi. Yang tersembahkan. Sosok itu lunglai, memeluk fatamorgana yang elegan. Nyata tersimpan kala senja. Di ujung kebiruan hati, padu tanpa tanda tanya.
(2)
Sebenarnya, kapankah kehidupan itu dimulai.
Benarkah ketika terik mengikat peluh? Mematangkan kebekuan semangat, untuk bergeliat-geliat mengupas makna? Atau, kala senja ketika usai berbagi kesibukan. Merebah dan lelap! Ataukah selarut alam menarik ketinggian malam? Membisunya hembus angin, tersipunya rembulan menatap kelam.
(3)
Atau mungkin, ketika jaman tercipta dengan kuasaNya, dulu awal terdeteksi waktu? Atau kini, lewat sengkarutnya perilaku sejarah anak manusia, menembus batas tatanan dan norma? Atau, sebenarnya kehidupan belum juga terencana, buram, kapan, dan bila!
Setting :
1. Lampu sedikit terang (di depan)
2. Instrumentalia Ebiet G.Ade "Dosa Siapa"
(1)
Ngger, Kehidupan bukanlah jarak waktu
Hidup bukanlah kehidupan
Waktulah yang menghantarkan kehidupan
Ketika hati mati, dalam hidupnya
(3)
Aku ingin hidup dalam cinta
Membelai kasih sayang, mengusap senyum
Walau terasa gersang
(2)
Aku ingin hidup untuk di cinta
Agar bisa melepaskan kebencian
Meniti lamunan ceria
Tertawa sekeras bahtera cinta membawa hidupku
(1)
Cinta adalah hidup, berdetak kala ada yang tergores. Cinta adalah bahtera, terayun-ayun dalam gelombang histeria sangka.
Cinta adalah senyum walau setipis tergurat dalam lipatan bibir.
Cinta menjanjikan obsesi dari aliran keraguan
Cinta membekukan kemarahan
Cinta membalikkan logika!
Ada cinta, ada kehidupan
Karena akan hidup segala gemericik alam
Karena cinta
(2)
Duh, suhu. Hingar ini menarikku keluar dari kosmis kesejatian. Merayu segila kata terbuai alunan mimpi-mimpi. Aku terjebak tipisnya bisikan yang senantiasa melolong-lolong penuh kebuasan.
(3)
Suhu, kubangan ini mengikat kaki-kaki imajinasiku. Membiarkan luasnya halusinasi, menyapa ketakutan-ketakutan! Aku berpeluh, kini dalam ketidakberdayaan.
(1)
Nuansa sedang membaca potensimu, ngger. Ajaklah untuk berdialog memoles diri. Lemaskan segala otot kegelisahan itu. Bukan lelah, bukan amarah, bukan mala petaka.
Ketakutan hinggap di relung yang gersang instropeksi
Sulit akan tumbuh mencari dialektika diri
Amarah terlahir memang untuk menghanguskan rencana
Tetapi, api itu akan padam bila sorot mata mau melepas pongah
Petaka senantiasa mengintip
Sesempit apapun celah yang engkau buat
Petaka sirna, bukan dengan menutup mata
Tetapi, karena berani menyapanya dengan ramah hati
(3)
Indahnya hidup
Jika kulit bisa merasakan semilirnya angin
Luasnya hidup
Manakala rasa tak lagi terkungkung fitnah
Gembiranya hidup
Saat diri mengakui penuh kebiri
(2)
Ingin aku tertidur lagi setelah bermimpi membagi kisah dengan sesama. Lepas rasa gundah ini, karena kisah itu adalah kerisauan hati.
Ingin aku torehkan sebait ucapan mesra untuk memenuhi keinginan mereka. Jika aku ingin bermakna di setiap langkahnya.
Setting :
1. Lampu sedikit terang (di depan)
2. lagu blonker - sidewa
(1)
Terobos kelam itu, hentakkan sayap wibawamu
Gapura silau sinar cermerlang selangkah lagi menjelang
Jangan surut merangkak di titian hidup ini
Sunyi sudah pasti, gembirakan gairah yang ada
Cadas bukanlah rintangan, nyatanya air telah mampu meluluh-lantakkan
Kokang senapan keberingasan yang mengatasnamakan apapaun akan terus menempel di pelipismu. Bayangkan misiu dari letupannya nanti. Bukan derai isi dahi yang tertumpah, tetapi ledakan inovasi yang meruah.
Ngger,
Hidup adalah cinta, kehidupan adalah warnanya
Taman surgawi itu sekarang gersang
Menagih janjimu
Untuk menerobos batas kelam
Hidup sejatinya merupakan kesepakatan diri untuk menerobos kelam. Batas kehidupan bukanlah kematian. Hidup dan kehidupan itulah sebenar-benar batas.
Aku tulis puisi cinta ini untuk yang selalu mengintip kokohnya kesungguhan cinta yang tertanam. Hanya kematian yang mencabutnya, atau cinta itu ternoda hanya karena nafsu belaka.
Cinta datang bersama hati menembus ruang dan waktu. CINTA TUHAN adalah nikmat kepada siapa yang ALLAH kehendaki. CINTA SESAMA adalah kestabilan seorang HAMBA. CINTA SESEORANG, adalah Anugrah.
Setting :
1.Menghentak lagu"cup-of-stew"
2. Panggung gelap, lentera keluar dari panggung
Narasi :
Cinta mempercepat hidup dan kehidupan itu, ada atau musnah!
Pemain :
1. Narator
2. Pembaca puisi (1)
3. Pembaca puisi (2)
4. Pembaca puisi (3)
Kertonegoro, 22 September 2014
Ilustrasi : dakwatuna.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H