Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Menerobos Batas Kelam

23 September 2014   05:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:52 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14113990131814993921

Menerobos Batas Kelam

Akhmad Fauzi



Setting :

1. Sayup-sayup terdengar "Cetro-intro"

2. Panggung gelap.

Narasi :

Hidup sejatinya merupakan kesepakatan diri untuk menerobos kelam. Batas kehidupan bukanlah kematian. Hidup dan kehidupan itulah sebenar-benar batas.

Aku tulis puisi cinta ini untuk yang selalu mengintip kokohnya kesungguhan rasa yang tertanam. Hanya kematian yang mencabutnya, atau cinta itu ternoda hanya karena nafsu belaka.

Cinta datang bersama hati menembus ruang dan waktu. CINTA TUHAN adalah nikmat kepada siapa yang ALLAH kehendaki. CINTA SESAMA adalah kestabilan seorang HAMBA. CINTA SESEORANG, adalah Anugerah.

Cinta mempercepat hidup dan kehidupan itu, ada atau musnah!

Setting :

1. Mendayu tembang "yen ing tawang ono lintang"

2. Panggung temaram, bernuansakan sunyi khas pedesaan. Lentera menghias beberapa sudut panggung. Asap tipis ikut menghiasi, menjadi seluit transparan kala berada dengan cahaya lentera.

(1)

Malam beranjak dari sudut senja meniti puncak kesunyian. Kerinduan bagi yang menyukai kebisingan hati. Memuja sang Perkasa di tengah kehebatan hina diri. Memuja sang Pecinta, dari hembusan terbelahnya rindu. Menengadah kerlip juwita sang malam, wajah manis temaram, merebah melepas desah.

Gung lewang-lewong, ati kebak roso cumantil ing tawang, awang-uwung

Ndadekke tekaning gegayuhan nganthi tumekaning pati

Aku datang dari gemerlap kebisuan

Menelusur rerimbunan dahan ranting kehidupan

Penuh bercak, tersayat-sayat

Lebam berdarah darah

Di ujung kasih Mawar itu tersembahkan, penuh elegan. Dari yang paling terdekat, yang tersembunyi. Yang tersembahkan. Sosok itu lunglai, memeluk fatamorgana yang elegan. Nyata tersimpan kala senja. Di ujung kebiruan hati, padu tanpa tanda tanya.

(2)

Sebenarnya, kapankah kehidupan itu dimulai.

Benarkah ketika terik mengikat peluh? Mematangkan kebekuan semangat, untuk bergeliat-geliat mengupas makna? Atau, kala senja ketika usai berbagi kesibukan. Merebah dan lelap! Ataukah selarut alam menarik ketinggian malam? Membisunya hembus angin, tersipunya rembulan menatap kelam.

(3)

Atau mungkin, ketika jaman tercipta dengan kuasaNya, dulu awal terdeteksi waktu? Atau kini, lewat sengkarutnya perilaku sejarah anak manusia, menembus batas tatanan dan norma? Atau, sebenarnya kehidupan belum juga terencana, buram, kapan, dan bila!

Setting :

1. Lampu sedikit terang (di depan)

2. Instrumentalia Ebiet G.Ade "Dosa Siapa"

(1)

Ngger, Kehidupan bukanlah jarak waktu

Hidup bukanlah kehidupan

Waktulah yang menghantarkan kehidupan

Ketika hati mati, dalam hidupnya

(3)

Aku ingin hidup dalam cinta

Membelai kasih sayang, mengusap senyum

Walau terasa gersang

(2)

Aku ingin hidup untuk di cinta

Agar bisa melepaskan kebencian

Meniti lamunan ceria

Tertawa sekeras bahtera cinta membawa hidupku

(1)

Cinta adalah hidup, berdetak kala ada yang tergores. Cinta adalah bahtera, terayun-ayun dalam gelombang histeria sangka.

Cinta adalah senyum walau setipis tergurat dalam lipatan bibir.

Cinta menjanjikan obsesi dari aliran keraguan

Cinta membekukan kemarahan

Cinta membalikkan logika!

Ada cinta, ada kehidupan

Karena akan hidup segala gemericik alam

Karena cinta

(2)

Duh, suhu. Hingar ini menarikku keluar dari kosmis kesejatian. Merayu segila kata terbuai alunan mimpi-mimpi. Aku terjebak tipisnya bisikan yang senantiasa melolong-lolong penuh kebuasan.

(3)

Suhu, kubangan ini mengikat kaki-kaki imajinasiku. Membiarkan luasnya halusinasi, menyapa ketakutan-ketakutan! Aku berpeluh, kini dalam ketidakberdayaan.

(1)

Nuansa sedang membaca potensimu, ngger. Ajaklah untuk berdialog memoles diri. Lemaskan segala otot kegelisahan itu. Bukan lelah, bukan amarah, bukan mala petaka.

Ketakutan hinggap di relung yang gersang instropeksi

Sulit akan tumbuh mencari dialektika diri

Amarah terlahir memang untuk menghanguskan rencana

Tetapi, api itu akan padam bila sorot mata mau melepas pongah

Petaka senantiasa mengintip

Sesempit apapun celah yang engkau buat

Petaka sirna, bukan dengan menutup mata

Tetapi, karena berani menyapanya dengan ramah hati

(3)

Indahnya hidup

Jika kulit bisa merasakan semilirnya angin

Luasnya hidup

Manakala rasa tak lagi terkungkung fitnah

Gembiranya hidup

Saat diri mengakui penuh kebiri

(2)

Ingin aku tertidur lagi setelah bermimpi membagi kisah dengan sesama. Lepas rasa gundah ini, karena kisah itu adalah kerisauan hati.

Ingin aku torehkan sebait ucapan mesra untuk memenuhi keinginan mereka. Jika aku ingin bermakna di setiap langkahnya.

Setting :

1. Lampu sedikit terang (di depan)

2. lagu blonker - sidewa

(1)

Terobos kelam itu, hentakkan sayap wibawamu

Gapura silau sinar cermerlang selangkah lagi menjelang

Jangan surut merangkak di titian hidup ini

Sunyi sudah pasti, gembirakan gairah yang ada

Cadas bukanlah rintangan, nyatanya air telah mampu meluluh-lantakkan

Kokang senapan keberingasan yang mengatasnamakan apapaun akan terus menempel di pelipismu. Bayangkan misiu dari letupannya nanti. Bukan derai isi dahi yang tertumpah, tetapi ledakan inovasi yang meruah.

Ngger,

Hidup adalah cinta, kehidupan adalah warnanya

Taman surgawi itu sekarang gersang

Menagih janjimu

Untuk menerobos batas kelam

Hidup sejatinya merupakan kesepakatan diri untuk menerobos kelam. Batas kehidupan bukanlah kematian. Hidup dan kehidupan itulah sebenar-benar batas.

Aku tulis puisi cinta ini untuk yang selalu mengintip kokohnya kesungguhan cinta yang tertanam. Hanya kematian yang mencabutnya, atau cinta itu ternoda hanya karena nafsu belaka.

Cinta datang bersama hati menembus ruang dan waktu. CINTA TUHAN adalah nikmat kepada siapa yang ALLAH kehendaki. CINTA SESAMA adalah kestabilan seorang HAMBA. CINTA SESEORANG, adalah Anugrah.

Setting :

1.Menghentak lagu"cup-of-stew"

2. Panggung gelap, lentera keluar dari panggung

Narasi :

Cinta mempercepat hidup dan kehidupan itu, ada atau musnah!

Pemain :

1. Narator

2. Pembaca puisi (1)

3. Pembaca puisi (2)

4. Pembaca puisi (3)

Kertonegoro, 22 September 2014

Ilustrasi : dakwatuna.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun