Mohon tunggu...
AKHMAD FAUZI
AKHMAD FAUZI Mohon Tunggu... Guru - Ada yang sedikit membanggakan saya sebagai "anak pelosok", yaitu ketiga bersama pak JK (Jusuf Kalla) menerbitkan buku keroyokan dengan judul "36 Kompasianer Merajut Indonesia". Saya bersama istri dan ketiga putri saya, memasuki akhir usia 40an ini kian kuat semangatnya untuk berbagi atas wawasan dan kebaikan. Tentu, fokus berbagi saya lebih besar porsinya untuk siswa. Dalam idealisme saya sebagai guru, saya memimpikan kemerdekaan guru yang sebenarnya, baik guru sebagai profesi, guru sebagai aparatur negara, guru sebagai makhluk sosial.

-----Ingin tahu, agar tahu kalau masih belum tahu----- KLIK : 1. bermututigaputri.guru-indonesia.net 2. www.titik0km.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tuhan, Jangan Cabut Subsidi SayangMu

19 November 2014   05:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:27 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(BBM Naik, Siapa Takut!)

Mati hati, melihat bejibunnya nota-nota

Dari rangkaian mencari nafas untuk melangkahkan urat-urat hasrat

Keseharian menatap catatan hidup

Dari baru terpejam sampai terpejam lagi

Tuhan halus meniupkan dingin

Ketidakyakinan saja yang memaksa emosi mengelepar-gelepar

Terbanting-banting di dinding tebal

Penuh seruan daftar keinginan

Tuhan halus, mengguyur sebab sudah

Sebab mendobrak dinding keterputusan harap

Bagian orkestra diri seakan sebuah kehebatan menapaki langit-langit dunia

Seakan ketuntasan brilianitas ihtiar hamba

Seakan, telah berlari dan berpeluh

Tuhan begitu halus, tersenyum membisikkan cinta

Nyaris tak terdengar tenggelam nyaringnya mata merah kalbu hampa

Dunia yang ditatap bak sebongkah bulatan mutiara tanpa jeda!

Selalu mendengus menempuh keluh

Pagi tak cantik lagi, malam lebam kelam bungkam

Tuhan sungguh halus, terus membisikkan kalimat-kalimat dzikir

Tapi terbaca sebagai lautan beban!

Atas sebab punahnya mata hati menatap ilustrasi bak mainan

Atas isyaratjika fenomena dunia tak lebih hanyalah bahan pemicu semata

Tuhan halus, tidak akan menangis dan marah

Selama sang hamba tengadah mengepalkan keteguhan visi

Ketika membaca morengnya wajah beban

Tatkala berkidung pasrah menyapa tangis permintaan rupa-rupa keinginan

Tuhan halus, telah menuntaskan catatan diri

Mana yang mesti terbaca bahaya?

Naik 2000 rupiah atau diam semata

Mana yang membuat hati harus mendengus?

Beban bertambah, ataukah terpesona diajak untuk lelah berupaya

Tuhan halus, menghaluskan hentakan beban

Seyogyanya langkah hidup bukan tersendat oleh batu dan karang

Selayaknya menata kehendak buka ragu kala melayangkan pandang

Sudah pasti, hidup bukan untuk menumpuk beban

Jangan terjadi, hidup sibuk untuk melahirkan kesulitan

Tuhan disinggasanaNya menatap tajam apa yang telah tertakdirkan

Memberi ruang dan waktu untuk melukis rupa catatan

Kisah yang akan menjadi teman

Apakah berbunyi pujian ataukah beban!

Tuhan halus, selalu mendahulukan rahmadnya

Maka, 2000 rupiah atau berapapun saja

Sesungguhnya bisa menjadi awal turunnya subsidi sayang

Dari Sang Kuasa

Tuhan halus, meninggikan manusia untuk menjadi khalifah!

(Bagi yang pro BBM naik, bantu mereka-mereka yang kontra untuk bisa menerima kenaikan ini, dengan seluruh hati dan sapa lirih. Bagi yang kontra, jika sudah merasa teriakan tidak mampu lagi menembus dinding penguasa, tersenyumlah. Tuhan begitu halus, senantiasa merindukan pinta-pinta. Maka balikkan arah teriakan itu, tembus saja dinding sayang Tuhan. Sungguh, lebih halus lebih bermakna...)

Kertonegoro, 18 Nopember 2014

Ilustrasi: http://sosbud.kompasiana.com/2013/06/26/gelagat-yang-selalu-terpajang-di-ilc-tvone-568471.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun