TersiarKabar dari negeri seberang, nyawa melayang
Terbujur menyendiri tanpa ditemani do’a-do’a sanak famili
Terhampar karpet merah menyambut jenazah di bandara duka
Untuk bersembunyi dari gulungan salah tatap mengurai masalah
Burung kematian mencengkeram kafan
Menjilati langit merah, halimun berarak marah
Sri mati, bersama waktu yang tak pernah ketemu ujung solusi
Sri mati, bukan meninggal!
Layu wajah negeri semakin mengkhayal
Sri mati menggenggam senyum atas hidup tak sepadan
Menjalarnya tumpukan beban kedunguan uluran ramah jaman
Tersiar kabar dari balik meja
Nafas terhenti, sibuk membanting salah
Berita wajar dari tanah syurgawi bertabur ironi
Sri mati, visa pasport tiket pesawat, gratis tersaji
Dikerubungi adegan dinasti bela sungkawa berharap suci
Berkerut dahi mengucur keringat membolak-balik asumsi-asumsi
Tanah jingga teruruk gundukan, tidak pernah menjanjikan penyelesaian
Do’a bersama :
“Semoga terhenti dengan postur tata atur yang lebih menusiawi”
Tapi Sri telah mati, untuk yang kesekian kali
Dengan prosedur yang semakin rapi
Bertabur bunga-bunga dan wewangian
Mengiring jasad menuju keabadian
Robek sang saka menahan do’a
Beriring tetesan peziarah air mata lelah
Lenyap meresap di sela-lala tanah pertiwi
Taman terakhir setelah beban benar-benar mati
Jarang berkibar bendera mengaku salah
Padahal khilaf-khilaf bersembunyi di ketiak duka!
Jarang terdengar “Satu nyawa adalah kehancuran diri”.
Padahal guratan hati tidak pernah lusuh memoles wajah pertiwi
Sri mati, mencipta wajah instan sok perindu rembulan
Dari ganasnya kalkulasi kuasa, lupa jika ada satu masalah
Seakan Sri mati, tertalu dangkal bagi kuburan waktu memoles negeri
Catatan :
Untuk yang berduka, (sungguh) sabar anda menjadi kepastian membangun syurga di sana. Untuk yang lelah memikirkannya, anda masih setengah hati! Untuk yang mengaku berkuasa, jadikan puisi ini menghanguskan kepentingan yang menyuburkan kedunguan diri. Untuk Indonesia, jangan merana, karena belum ada jeda!
Aku tulis puisi ini untuk mengenang kematian, atas jiwa-jiwa yang tak pernah kecewa menelan beban.
Kertonegoro, 12 Desember 2014
Ilustrasi : www.kaskus.co.id (dengan sedikit editan)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H