Mohon tunggu...
Lyfe Pilihan

[Ulasan Buku] Ayahku (Bukan) Pembohong

27 Februari 2016   20:16 Diperbarui: 4 April 2017   18:28 3362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Novel Ayahku (Bukan) Pembohong adalah salah satu novel karya Tere Liye. Ini adalah pertama kalinya saya membaca karya Tere Liye, dan novel ini berhasil membuat saya ingin membaca novel-novel karyanya yang lain. Tema yang diangkat di novel ini menarik, yaitu tentang seorang anak yang dibesarkan dengan cerita-cerita sang Ayah, cerita yang justru membuatnya membenci ayahnya sendiri. 

Sang Ayah memang seorang pendongeng yang hebat, ia sering membacakan buku-buku dongeng untuk Dam, juga dapat menciptakan dongeng sendiri hanya dari satu kata atau sebuah benda saja. Ia juga sering menceritakan pengalaman hidupnya sendiri, masa kecilnya, masa mudanya. Hingga Dam sendiri tidak tahu lagi mana batas dongeng dan cerita nyata atas kisah-kisah ayahnya itu. 

Cerita-cerita Ayah bukan hanya sekadar cerita biasa. Namun, cerita-cerita Ayah banyak memberikan Dam pelajaran. Berkat cerita Ayah tentang suku penguasa angin yang selalu bersabar walau beratus-ratus tahun dijajah, Dam mampu mengadapi Jarjit yang selalu mengolok-oloknya. Saat Ia tidak lulus seleksi renang, Ia tetap semangat dan tidak menyerah mengikuti seleksi mengingat cerita sang Kapten, pemain bola idolanya -yang menurut Ayah pernah menjadi pengantar sup jamur dan kenal baik dengannya saat Ia mendapatkan beasiswa untuk sekolah di luar negeri dulu- yang sejak kecil tidak mudah menyerah walau berkali-kali tidak lolos seleksi masuk klub sepakbola. Juga berkat cerita penduduk Lembah Bukhara yang tidak pernah menyombongkan diri meski memiliki apel emas, Ia tidak pernah menyombongkan benda koleksi sang Kapten, meskipun Jarjit selalu memamerkan koleksi kepunyaannya dan mengolok-olok Dam.

Namun, ibu Dam beberapa kali meminta Ayah untuk berhenti menceritakan cerita-cerita itu. Ibu khawatir kalau suatu saat Dam akan mulai bertanya apa cerita-cerita itu nyata, kelak, Ayah tidak akan siap dengan rasa ingin tahu Dam. “Dia akan belajar banyak hal-hal baik dari cerita-cerita itu.”, Ayah menolak permintaan Ibu. Ya, memang cerita-cerita Ayah banyak mengajarkan hal-hal baik bagi Dam. Dam bertumbuh menjadi anak yang baik dan mandiri, walau kenakalan layaknya anak kecil biasa seumurannya tidak hilang. Namun, bukan hanya Dam saja yang mendapatkan banyak hal baik dari cerita itu, tapi kita juga mendapatkan begitu banyak hal baik yang dapat kita petik dan aplikasikan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Saya sangat mengagumi tokoh Ayah. Tidak sedikit orang tua yang mendidik anaknya melalu berbagai cerita dan dongeng, atau menasihati anaknya dengan berbagai nasihat bijak. Tapi tidak sedikit juga orang tua yang tidak melakukan apa yang ia katakan sendiri kepada anaknya. Namun Ayah berbeda, perkataannya dan perbuatannya begitu serasi. Ayah selalu berlaku baik, membantu orang lain, dan bahkan seluruh kota pun mengenal Ayah sebagai orang yang paling jujur. Tidak heran jika semua orang di kota menghormatinya, termasuk ayahnya Jarjit, orang kaya di kota, bakan berkata bahwa ayah Dam yang hanya seorang pegawai negeri biasa lebih terhormat dari kolega bisnisnya yang paling kaya.

Namun, mengesampingkan rasa kagum saya terhadap tokoh Ayah, saya terkadang tidak mengerti dengan sikap Ayah. Ayah marah saat Dam merengek ingin mengirimkan surat kepada sang Kapten. Walau akhirnya Ia mengirimkannya dan Dam berhasil mendapat surat balasan beserta tanda tangan asli sang Kapten. Juga saat sang Kapten sedang tur Asia dan bertanding di kota Dam, saat Dam dan ayahnya nyaris berkesempatan bertemu dengan sang Kapten, ayahnya bergegas menyuruh Dam pulang. Ayahnya seakan menghindari sang Kapten, yang katanya sahabat lamanya sendiri.

Saat Dam mulai beranjak dewasa, Ia tidak sengaja menemukkan buku cerita tua berjudul Apel Emas Lembah Bukhara dan Suku Penguasa Angin di perpustakan sekolahnya, Akademi Gajah. Semua detail isinya sesuai dengan cerita Ayah. Muncul berbagai asumsi dan keraguan terhadap ayahnya. Apakah apel emas itu sungguhan? Apakah ayah pernah membaca buku cerita tentang itu? Dam bertanya kepada Ayahnya. Namun, Ayah malah tersinggung, merasa dituduh berbohong, kecewa karena anak satu-satunya sendiri meragukannya. Saya tidak mengerti mengapa Ayah tidak mampu menghadapi rasa ingin tahu anaknya dengan bijak seperti sikapnya selama ini. Kenapa Ia lekas marah terhadap Dam tanpa memberi tahu kejelasan jawaban atas pertanyaan tersebut. 

Ini membuat Dam bingung, dan pemikiran Dam persis dengan apa yang saya pikirkan, mungkin cerita-cerita itu hanyalah cara ayah mendidiknya agar tumbuh menjadi anak yang baik. Tapi kenapa ia harus berbohong bersahabat dengan sang kapten, pernah mengunyah apel emas, menunggang layang raksasa, atau menjadi anak angkat si Raja Tidur? Tidak pernah Ayah berbohong kepada siapapun, tapi kenapa Ayah berbohong kepadanya? Dam tidak pernah mendapat kepastian atas kebenaran cerita-cerita itu. 

Hingga suatu saat ibunya sakit dan akhirnya meninggal. Karena keyakinan sang Ayah terhadap omongan si Raja Tidur –yang menurut Dam juga hanya cerita bohong ayahnya- dua puluh tahun yang lalu yang menyatakan bahwa Ibu tidak dapat disembuhkan dan hanya kebahagiaan yang dapat membuat ibunya bertahan, ayah tidak mengusahakan kesembuhan Ibu. Tidak heran kebencian dan ketidakpercayaan Dam terhadap ayahnya memuncak. 

Namun memang tidak ada orang yang sempurna. Ayah yang baik dan bijakpun memiliki kekurangan dan pasti pernah membuat kesalahan.Saya tetap mengagumi tokoh Ayah dengan segala kekurangannya. Segalanya baru diketahui pada akhir cerita. Dam akhirnya mengetahui kepastian atas kebenaran cerita-cerita itu. Dan pada akhirnya, ayah memang layak dianggap sebagai orang paling jujur di kota. Ayah memang orang yang pantas untuk diteladani dan dihormati. Ia mampu mengakui kesalahannya dan tidak malu untuk meminta maaf.

Kalau ada hal yang perlu saya keluhkan tentang novel ini, karena semuanya diceritakan melalui sudut pandang Dam, saya jadi tidak terlalu mengerti tentang bagaimana perasaan tokoh lain di novel ini. Seperti tokoh Ayah, sampai akhir, saya masih tidak mengerti mengapa Ayah menghindar bertemu dengan sang Kapten yang merupakan sahabat lamanya sendiri. Dan mengapa tokoh Ibu melarang Ayah bercerita kepada Dam dan khawatir Ayah tidak akan siap dengan rasa keingintahuan Dam padahal Ayah tidak berbohong?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun