Quarter-life crisis adalah periode dimana kita merasakan tentang ketidakpastian, stres, dan kekhawatiran dengan masa depan. Proses pencarian jati diri yang dialami oleh seseorang menuju fase dewasa dimana mereka mulai memasuki babak baru dalam hidup. Quarter-life crisis sering terjadi pada mereka di rentang umur 20-30 an.Â
Krisis ini membuat kita merasa terjebak dalam berbagai situasi seperti pekerjaan, hubungan pertemanan, hingga hubungan dengan pasangan. Kita mulai bertanya-tanya apa yang akan kita lakukan dalam hidup, bagaimana masa depan kita selanjutnya, apa tujuan kita, apa yang kita cari dalam kebahagiaan, dan mulai membandingkan keadaan dengan kesuksesan orang lain.
Namun jangan khawatir, krisis yang terjadi di usia pertengahan hingga akhir dua puluhan ini bukanlah hal baru, quarter-life crisis telah dialami oleh kaum muda dalam berbagai tingkatan selama beberapa dekade. Dalam menghadapinya, berikut adalah beberapa filosofi dan konsep asal Jepang yang dapat membuat kita meminimalisir kecemasan dan keterpurukan dalam menghadapi quarter-life crisis.
1. Oubaitori
"Setiap bunga mekar pada waktunya sendiri dan itu adalah pengingat bahwa setiap orang sedang dalam perjalanan hidup mereka masing-masing."
Prinsip Jepang ini merayakan keindahan dan pentingnya perbedaan antar individu. Pada dasarnya, idiom Jepang ini mengartikan bahwa setiap orang tidak boleh menjalani hidup dengan membandingkan diri sendiri dengan orang lain, melainkan menghargai sifat unik dan fokus pada pertumbuhan diri sendiri. Prinsip ini membuat kita merasa jauh lebih bahagia dan berharga, serta meningkatkan kepercayaan pada kemampuan diri kita sendiri.
Psychotherapist, Ruairi Stewart mengatakan bahwa kita tidak memiliki gambaran sepenuhnya tentang perjalanan seseorang dan realitas dari situasi mereka. Stewart juga menambahkan bahwa media sosial juga dapat menjadi salah satu pemicunya. Seseorang cenderung ingin berbagi dengan apa yang ingin mereka perlihatkan, sehingga penting untuk tidak menilai diri sendiri secara kasar dan mulai membandingkan diri dengan keadaan seseorang, karena kita tidak tahu apa yang telah mereka lewati di dalamnya.
2. Gaman
Gaman adalah istilah Jepang yang berasal dari Zen Buddhisme. Konsep ini berbicara tentang gagasan ketekunan, kesabaran, tekad, dan ketahanan dalam menghadapi kesulitan. Gaman merupakan jenis dari stoic resistance, mengartikan bahwa sebagaimana sulit dan beratnya sesuatu yang mungkin terlihat, kita dapat menghadapinya dengan tenang, penuh kontrol, serta pandangan yang luas penuh pertimbangan.
Dikutip dari bbc.com, konsep gaman menyiratkan tingkat pengendalian diri. David Slater, profesor antropologi sekaligus direktur Institute of Comparative Culture di Universitas Sophia Tokyo, memberikan gambaran bahwa gaman merupakan serangkaian strategi untuk menangani peristiwa di luar kendali yang kita hadapi.
3. Datsuzoku
Prinsip Datsuzoku menandakan untuk istirahat dan keluar dari rutinitas atau kebiasaan sehari-hari, kebebasan tertentu dari hal-hal yang biasa kita lakukan. Membuat kita terlibat dalam pengalaman baru dan berbeda, yang mengarah pada pertumbuhan dan kepuasan pribadi yang lebih besar.
Datsuzoku mendorong kita untuk menjalani kehidupan yang lebih otentik, dengan melampaui dan memperbarui pola usang untuk menyoroti pentingnya menemukan petualangan dan kreativitas. Seperti mencoba hobi baru atau berpartisipasi dalam aktivitas yang tidak biasa kita lakukan sebelumnya, datsuzoku menawarkan kesempatan untuk mengeksplorasi minat dan bakat terpendam seseorang.
4. Ikigai
Ikigai mengacu pada definisi personal dari makna hidup dalam kaitannya dengan bakat, passion, profesi, serta apa yang dapat kita berikan kepada dunia. Ikigai merupakan konsep menemukan tujuan hidup yang dapat mengarah pada kepuasan hidup, kebahagiaan, dan umur lebih panjang.
Untuk menemukan ikigai kita sendiri, penting untuk melihat ke dalam diri, menjelajahi dunia sekitar, mencoba banyak pengalaman baru, dan bertanya dengan jujur kepada diri sendiri tentang hal apa yang dapat membuat kita menjalani hidup dengan lebih bermakna.
5. Kaizen
Kaizen adalah istilah Jepang yang berarti "melakukan perbaikan secara terus-menerus". Gagasan ini mengacu pada usaha untuk selalu menjadi lebih baik, dan mengubah proses untuk mencapai efisiensi maksimum. Namun kaizen tidak berarti melakukan perombakan besar-besaran secara tiba-tiba terhadap proses. Sebaliknya, kaizen mendorong kita untuk membuat hidup kita 1% lebih baik setiap harinya.
Dengan menerapkan kaizen, kita akan merasa nyaman dengan fakta bahwa langkah sekecil apapun akan bertambah dan berkembang seiring waktu. Konsep kaizen juga mendorong sikap optimisme dan pertumbuhan yang berkelanjutan.
6. Seijaku
Seijaku adalah konsep yang terkait dengan ketenangan dan kedamaian. Seijaku mengingatkan kita akan pentingnya tetap tenang, fokus, dan siap beraksi jika diperlukan. Seijaku mendorong kita untuk sepenuhnya hadir di masa sekarang, dan tidak terlalu khawatir akan masa depan. Seijaku dapat dianalogikan saat kita mengunjungi taman di tengah hiruk pikuk kota yang sibuk, disaat itulah kita telah mengalami perasaan seijaku.
Seijaku membantu kita mengatasi kekhawatiran dan beradaptasi dengan keadaan yang lebih tenang. Terkadang kita perlu keluar dari semua kesibukan dan menarik napas dalam-dalam sebelum kembali beraktivitas dan berkarya dengan semangat yang baru.
Kita hidup di dunia untuk pertama kalinya, dan untuk menjalaninya tidak ada cara yang benar atau salah. Selama kita bahagia menjalaninya semua pasti akan baik-baik saja. Mindset di atas dapat kita terapkan untuk menangani pikiran-pikiran negatif yang seringkali muncul dalam menghadapi quarter-life crisis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H