Di sebuah kantor kecil di Jakarta, seorang pria asal Medan bernama Bang Ucok baru mulai bekerja. Seperti biasa, Bang Ucok penuh percaya diri dan suaranya bisa menggetarkan jendela kaca. Rekan-rekan kantornya sudah kagum duluan dengan gaya bicaranya yang tegas dan penuh logat Medan.
Suatu pagi, saat istirahat, Bang Ucok melihat teman-teman kantornya sedang sarapan. Ada yang makan roti isi, ada yang beli bubur. Bang Ucok, yang biasanya sarapan nasi dengan gulai ayam, terlihat bingung.
"Eh, kelen ini kenapa makan roti saja pagi-pagi? Mana energimu? Nasi itu tak ada kah di sini?" tanyanya dengan wajah serius.
Salah satu rekan kerjanya, Mbak Rina, tertawa kecil. "Bang, ini di Jakarta. Kadang orang sarapan roti, biar ringan."
Bang Ucok menggeleng, lalu mengeluarkan roti tawar dari tasnya. Teman-temannya langsung terkejut karena aroma gulai ayam menyeruak dari plastik lain di tasnya.
"Lihat, kelen sarapan roti tawar. Aku pun bisa," katanya sambil mengeluarkan gulai ayam dari plastik itu. Dengan santai, Bang Ucok menuangkan gulai ayam panas ke atas roti tawarnya, lengkap dengan potongan ayam.
Teman-temannya hanya bisa melongo melihat cara makannya. Mbak Rina mencoba menahan tawa, tapi akhirnya menyerah. "Bang, itu mah roti jadi nasi jadinya!"
"Mana ada!" kata Bang Ucok sambil menikmati gigitannya. "Ini inovasi, dek! Kelen tak paham seni kuliner orang Medan. Roti atau nasi, asal gulainya mantap, semua jadi surga."
Teman-temannya tertawa terbahak-bahak. Sejak hari itu, mereka menjuluki Bang Ucok sebagai "Masterchef Medan." Dan anehnya, seminggu kemudian, beberapa dari mereka mencoba roti dengan gulai ayam untuk sarapan.
"Eh, ternyata enak juga, Bang," kata Mbak Rina suatu pagi. Bang Ucok hanya tersenyum bangga. "Aku bilang juga apa. Orang Medan itu kreatif, dek. Kalau lapar, otak langsung jalan!"