Kala itu pada tahun 2013, gadis kecil pemilik gigi kelinci itu tertawa bahagia melihat hasil skor waktu dimana dia berhasil menyelesaikan susunan warna rubik hanya dalam waktu 46,5 detik. Namaku Rhea Tasha. Biasa dipanggil Tasha. Aku lahir di Bandung, 16 November 2003. Pada tahun 2013 tepat saat di bangku sekolah dasar, aku termasuk nominasi siswa yang rajin di sekolahku.
Setiap siswa rajin diberikan sebuah lencana yang setiap harinya harus dipakai, tentunya aku sangat senang hingga tak lupa untuk selalu memakainya. Aku juga termasuk anak yang aktif di sekolah seringkali mengikuti lomba-lomba seperti lomba menggambar, calistung, robotik bahkan lomba rubik. Masa kecil yang sangat menyenangkan.
Saat aku masih duduk di sekolah dasar kelas tiga, aku melakukan aktivitas turunnya setiap hari. Seperti biasa sekolah, pulang sekolah istirahat untuk beberapa waktu dan kemudian di sore hari aku akan pergi mengaji. Aku sangat nyaman dengan aktivitas yang dilakukan sehari-hari, kekuasaanku itu membawaku ke sebuah pembelajaran yang teratur.
Hari itu sepulang mengaji, seperti hari-hari sebelumnya aku pergi bermain terlebih dahulu bersama teman-temanku. Kami bermain lari-larian dengan tawa yang sangat menyenangkan, sayangnya aku terjatuh karena terdorong salah satu temanku kala itu. Aku terjatuh terjerembab hingga membuat gigi kelinci kesayanganku patah, betapa sedih dan menyesalnya aku kala itu.
Gigiku banyak mengeluarkan darah, dan rasanya benar-benar menyakitkan. Sungguh aku menyesali itu. Aku pun dibawa kepada seorang dokter gigi yang kebetulan kenalan dari ayahku.
Pada saat itu ketika pergi ke dokter gigi aku merasa takut terjadi hal yang tidak diinginkan. "Wah Pak Dimas sepertinya ini harus dilakukan rongsen dulu." Ucap dokter pada ayahku. Pada saat itu aku tidak mengerti hal yang dokter itu maksud.
Rongsen, sebuah kata asing bagi anak kelas tiga sekolah dasar. Aku menjalani proses rongsen terlebih dahulu untuk mengetahui kerusakan apa saja yang terjadi pada rongga gusiku, ternyata setelah selesai proses rongsen itu hasilnya keluar.
Ada luka dibagian gusi, semacam sebuah benjolan karena benturan kala itu. Saat itu juga aku merasa takut dengan hal yang terjadi padaku. Yang aku tau aku sangat merasa sakit pada bagian gusi dan gigiku.
Pertemuan kedua dengan dokter, lagi-lagi aku merasa takut. Dokter tersenyum. "Ada apa Tasha? tidak usah takut. Dokter yakin gigimu bisa kembali seperti dulu." Mendengar perkataan itu rasa takut ku sedikit menghilang.
"Pak sepertinya proses penyembuhannya harus dilakukan ketika usia Tasha sudah cukup sekitar 15 tahun karena setelah dilihat dari hasil rongsen benjolannya cukup besar." Ucap dokter sambil menatap kertas hasil rogsen.
Pada akhirnya gigiku dan gusiku belum bisa diperbaiki terlebih dahulu karena usiaku belum mencukupinya, operasi gusi harus dilakukan saat berusia minimal 15 tahun. Sedangkan saat itu usiaku masih 10 tahun.
Selama gigi kelinci kesayanganku itu belum bisa dibetulkan, aku merasa kepercayaan diriku menurun. Aku merasa sifat diriku menjadi pemalu. Aku bahkan menjadi minim ekspresi kala itu, aku benar-benar malu dan sangat tertekan karena gigiku yang bentuknya menjadi aneh dan tidak rata. Selain itu gigiku sering menjadi bahan ejekan.
Saat itu salah satu temanku mengatakan. "Kalau saja gigimu tak patah, kamu pasti cantik." Mungkin kalian berpikir itu sebuah pernyataan biasa, tapi bagiku itu menyakitkan. Tetapi bagaimanapun meski hal itu membuatku sedih aku harus tetap semangat.
Itu hanyalah sebuah kecelakaan, tidak ada yang tau dan mau untuk jatuh hingga luka gusi dan harus operasi gusi. Untungnya masih ada teman-temanku yang selalu memberiku dukungan untuk tidak merasa malu. Dibalik kesedihan itu aku selalu bersyukur dengan mempunyai teman-teman yang selalu ada disampingku.
Setelah memasuki jenjang SMP, gusiku kembali sakit hingga memutuskan untuk kembali ke rumah sakit dan berganti dokter. Kata dokter itu, gusiku membengkak karena terlalu lama tidak dapat pengobatan.
Akhirnya semenjak itu aku perawatan dan juga kembali melakukan proses rongsen untuk memantau kebengkakan gusiku. Pada saat kelas sembilan aku mulai mengkonsumsi obat dari dokter karena semakin hari gusiku terasa sakit.
Selama itu aku sering merasa pusing karena rasa sakit yg dihasilkan dari gigiku. Namun aku selalu merasa malas untuk mengkonsumsi semua obat itu, tapi setelah mengingat bagaimana ayahku berusaha untuk membiayai pengobatanku membuatku tersadar untuk selalu memakannya agar gusiku sembuh dan gigiku bisa secepatnya di jaket.
Saat masuk SMA semakin bertambah usia rasa malu itu kembali, ketika usia ku tepat 15 tahun. Sebagai anak gadis remaja, penampilan adalah hal yang sangat penting.
Selalu berpikir ingin kembali ke masa kecil dimana tidak terlalu peduli dan sibuk dengan penampilan juga setiap anak menghargai satu sama lain. Sempat merasa insecure tapi selalu ada hal lain yang pada akhirnya membuatku bersyukur.
Bahkan ayahku selalu berbicara bahwa gigiku itu lucu, berbeda. Ayah tersenyum "Gigimu itu lucu seperti orang China." Aku benar-benar tidak paham maksud ayahku kukira memang benar orang China seperti itu.
Hingga pada akhirnya seseorang yang juga berasal dari China namanya Renan Arjuna. Dia bilang setiap orang memiliki standar yang berbeda, ada begitu banyak standar kecantikan, kita tidak harus kurus untuk menjadi cantik. Tidak perlu mengikuti standar kecantikan untuk menjadi cantik.
Cintailah diri sendiri. Dia juga percaya kecantikan batin adalah yang menentukan kecantikan luar seseorang. Karena kecantikan batin akan menentukan penampilan luar. Perkataan itu membuatku tersadar bahwa cantik itu tidak hanya dari fisik.
Pada saat kelas dua belas akhirnya pembengkakkan gusiku semakin mengecil, obat yang selalu aku konsumsi pun sudah tidak terlalu banyak seperti dulu dan aku bisa melakukan proses jaket atau proses menambal gigi.
Aku pun memutuskan untung menjaket gigiku secepatnya. Rasanya senang sekali karena gigiku akan kembali normal. Aku sangat bersyukur bisa menjalani hidupku kembali dengan penampilan baru. Akhirnya gigiku pun kembali normal dan masih terus melakukan perawatan gigi.
Dari sini aku sadar, aku harus merawat diriku dengan baik dan benar. Juga tidak boleh sampai melakukan hal ceroboh yang merusak diriku sendiri, aku harus lebih berhati-hati dalam bertindak.
Hal ini juga membuatku lebih mencintai diri sendiri dengan hanya mendengarkan hal-hal baik saja, dengan begitu segala hal akan terasa lebih baik. Selama kita mengikuti pola pikir dan pilihan sendiri, kita bisa menjadi diri sendiri.
Bagiku tidak peduli apa yang orang lain harapkan karena aku punya tujuan sendiri. Aku sangat bersyukur jika aku mencoba dan berhasil mencapainya. Aku tidak peduli dengan orang lain. Jadi tidak perlu merasa tertekan, yang perlu dilakukan adalah menjadi baik.
Penulis : Tifalny Sausan Haliza / 12 MIPA 3
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI