Selama gigi kelinci kesayanganku itu belum bisa dibetulkan, aku merasa kepercayaan diriku menurun. Aku merasa sifat diriku menjadi pemalu. Aku bahkan menjadi minim ekspresi kala itu, aku benar-benar malu dan sangat tertekan karena gigiku yang bentuknya menjadi aneh dan tidak rata. Selain itu gigiku sering menjadi bahan ejekan.Â
Saat itu salah satu temanku mengatakan. "Kalau saja gigimu tak patah, kamu pasti cantik." Mungkin kalian berpikir itu sebuah pernyataan biasa, tapi bagiku itu menyakitkan. Tetapi bagaimanapun meski hal itu membuatku sedih aku harus tetap semangat.Â
Itu hanyalah sebuah kecelakaan, tidak ada yang tau dan mau untuk jatuh hingga luka gusi dan harus operasi gusi. Untungnya masih ada teman-temanku yang selalu memberiku dukungan untuk tidak merasa malu. Dibalik kesedihan itu aku selalu bersyukur dengan mempunyai teman-teman yang selalu ada disampingku.
Setelah memasuki jenjang SMP, gusiku kembali sakit hingga memutuskan untuk kembali ke rumah sakit dan berganti dokter. Kata dokter itu, gusiku membengkak karena terlalu lama tidak dapat pengobatan.Â
Akhirnya semenjak itu aku perawatan dan juga kembali melakukan proses rongsen untuk memantau kebengkakan gusiku. Pada saat kelas sembilan aku mulai mengkonsumsi obat dari dokter karena semakin hari gusiku terasa sakit.
 Selama itu aku sering merasa pusing karena rasa sakit yg dihasilkan dari gigiku. Namun aku selalu merasa malas untuk mengkonsumsi semua obat itu, tapi setelah mengingat bagaimana ayahku berusaha untuk membiayai pengobatanku membuatku tersadar untuk selalu memakannya agar gusiku sembuh dan gigiku bisa secepatnya di jaket.
Saat masuk SMA semakin bertambah usia rasa malu itu kembali, ketika usia ku tepat 15 tahun. Sebagai anak gadis remaja, penampilan adalah hal yang sangat penting.Â
Selalu berpikir ingin kembali ke masa kecil dimana tidak terlalu peduli dan sibuk dengan penampilan juga setiap anak menghargai satu sama lain. Sempat merasa insecure tapi selalu ada hal lain yang pada akhirnya membuatku bersyukur.Â
Bahkan ayahku selalu berbicara bahwa gigiku itu lucu, berbeda. Ayah tersenyum "Gigimu itu lucu seperti orang China." Aku benar-benar tidak paham maksud ayahku kukira memang benar orang China seperti itu.Â
Hingga pada akhirnya seseorang yang juga berasal dari China namanya Renan Arjuna. Dia bilang setiap orang memiliki standar yang berbeda, ada begitu banyak standar kecantikan, kita tidak harus kurus untuk menjadi cantik. Tidak perlu mengikuti standar kecantikan untuk menjadi cantik.Â
Cintailah diri sendiri. Dia juga percaya kecantikan batin adalah yang menentukan kecantikan luar seseorang. Karena kecantikan batin akan menentukan penampilan luar. Perkataan itu membuatku tersadar bahwa cantik itu tidak hanya dari fisik.