Bukankah satuan kepolisian masih terus merekrut polisi-polisi baru meski kita semua tahu kebenaran pasti akan menang?
Dan bukankah itu tugas Bapak dan instansi-instansi pendidikan, untuk menunjukkan pada kami, para generasi muda, bahwa kejujuran itu layak untuk dicoba dan tidak mustahil untuk dilakukan?
Kejujuran itu awalnya sakit, buahnya manis.
Tapi itu bukan alasan bagi Bapak untuk menutup mata terhadap kecurangan yang terjadi di wilayah kewenangan Bapak.
Kami yang berusaha jujur masih belum tahu bagaimana nasib nilai UNAS kami, Pak. Tapi barangkali hal itu terlalu remeh jika dibandingkan dengan urusan Bapak Menteri yang bejibun dan jauh lebih berbobot. Maka permintaan saya mewakili teman-teman pelajar cuma satu; tolong, perbaikilah UNAS, perbaikilah sistem pendidikan di negeri ini, dan kembalikan sekolah yang kami kenal. Sekolah yang mengajarkan pada kami bahwa kejujuran itu adalah segalanya. Sekolah yang tidak akan diam saat melihat kadernya melakukan tindak kecurangan. Kami mulai kehilangan arah, Pak. Kami mulai tidak tahu kepada siapa lagi kami harus percaya. Kepada siapa lagi kami harus mencari kejujuran, ketika lembaga yang mengajarkannya justru diam membisu ketika saat untuk mengamalkannya tiba...
Dari anakmu yang meredam sakit,
Pelajar yang baru saja mengikuti UNAS.
Surat di atas adalah sebuah surat yang ditulis oleh salah seorang pelajar SMA yang telah melaksanakan ujian nasional pada tangggal 14, 15, dan 16 april 2014 yang lalu. Surat ini mendapat tanggapan dari bapak M Nuh, menteri pendidikan kita, apa komentar beliau?
[caption id="attachment_321600" align="alignnone" width="514" caption=""]
Banyak sekali tanggapan tentang surat terbuka ini melalui sosial media, banyak yang berbagu surat terbuka ini, namun sayangnya selain bapak menteri pendidikan kita belum melihat tanggapan dari pihak dinas yang terkait. Banyak sekali yang mendukung penulis surat ini, Banyak yang berdiri disamping dan dibelakangnya........ semoga suara anak-anak bangsa yang diwakili oleh "salju gurun" akan menjadi pemikiran tersendiri oleh pengambil kebijakan tentang ujian nasional, kalau mereka tidak percaya dengan siswa sebagai pelaku langsung ujian tersebut terus akan mengambil data darimana lagi yang lebih valid?
Bapak menteri harusnya bangga, ada siswa yang pandai merangkai kata seperti ini, mengapa anak sendiri tidak dipercaya bahwa dia mempunyai kemampuan lebih, berarti guru yang telah berhasil menerapkan pendidikan berkarakter pun tidak akan diakui? terus apa indikator keberhasilan pendidikan ini? apakah masih akan percaya dengan angka-angka yang diperoleh hanya 3 hari itu? lihatlah bangsa ini, siapa koruptor? siapa penjahat negeri ini? apakah mereka tidak pintar? silahkan lihat angka-angka terlihat pada ijazah mereka, silahkan lihat prestasi akademik mereka..............
Lalu kemanakah orang-orang pintar di negeri ini yang tidak/kurang dihargai oleh negara? Entahlah................
Pendidikan mencetak generasi bangsa yang baik tidak akan terlihat hasilnya jika tidak/kurang didukung dengan lingkungan yang baik pula sesudah mereka lepas dari bangku sekolah.
Wallohualam...............
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H