Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemerintahan Otonomi Khusus (Otsus) Plus di Tanah Papua, dulu sudah diparipurnakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dan ditandatangani oleh Gubernur Papua Lukas Enembe. Yang saat ini menjadi kontroversial adalah salah satu dari isi RUU tersebut yaitu pada pasal 299 yang berisi “Referendum apabila UU ini tidak dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat”.
Selain dari pasal tersebut, di dalam draft RUU Otsus Plus ini juga direncanakan adanya pembentukan “Gubernur Jenderal” yang berkedudukan sebagai pucuk pimpinan dalam pemerintahan (kedudukannya di atas Gubernur Papua & Papua Barat). Tidak hanya itu pada Pasal 17 berisi tentang permintaan Pemprov “agar Pemerintah Pusat melimpahkan secara terbatas kewenangan kerjasama dengan negara/badan luar negeri”.
Untuk mengatur jalannya pemerintahan, kebijakan dan pelaksanaan politik luar negeri tidak dapat dilimpahkan kepada pemerintah provinsi, karena sangat berpotensi untuk penguatan bagi wilayah masing-masing yang pada akhirnya dapat mengakibatkan timbulnya perpecahan bagi bangsa Indonesia.
Mari kita coba amati, apabila di Indonesia ada sebutan sebagai “Gubernur Jenderal” maka gubernur tersebut dapat melaksanakan kegiatan “bebas berpolitik” baik dalam maupun luar negeri, yang dapat dijadikan sebagai alat untuk melobi dan akhirnya lepas dari Indonesia.
Menurut pengamat hukum Internasional, sosial politik dan Hak Asasi Manusia (HAM) Universitas Cenderawasih, Marinus Yaung, mengatakan ‘’Tidak ada salahnya kalau Organisasi Papua Merdeka (OPM) juga ikut menikmati dana otsus’’.
Padahal OPM telah pernah berkata‘’ANTI NKRI’’ tetapi kenapa dia mau dana otsus yang diberikan pemerintah Indonesia, ini perlu kita ketrahui bersama bahwa sebenarnya OPM itu hanya perlu uang untuk hidup sehari-hari, karena kelompok seperti OPM malas bekerja, dan hanya bisa membuat ulah agar mereka diperhatikan dan dimodali oleh pemerintah, itulah ulah licik OPM yang hanya bisa mencari sensasi dan kepentingan hidupnya sendiri.
Mereka tidak peduli dengan masyarakat Papua lainnya yang sedang mencari nafkah dengan berjualan, OPM malah memeras dan meminta uang mereka. OPM juga tidak segan-segan melakukan kekerasan bahkan membunuh jika keinginannya tidak diberi, itulah biadabnya OPM.
Gerakan separatis OPM yang ada di Papua mendapat dukungan dari pihak asing, sebab Papua merupakan wilayah yang paling mudah dirancang oleh pihak asing untuk dilepaskan dari NKRI dengan berbagai alasan.
Alasan-alasan yang sering di politisasi adalah letaknya wilayah paling timur, adanya klaim tentang perbedaan ras, dan masih dipermasalahkan tentang integrasi masyarakat Papua ke dalam masyarakat Indonesia.
Oleh Karena itu, kita sebagai bangsa Indonesia yang berdaulat, jangan sampai mau diintervensi dan diobok-obok oleh pihak asing. Bila terdapat masalah seperti tuduhan pelanggaran HAM dan ketidakadilan di Papua, alangkah baiknya masalah itu diselesaikan secara internal dalam negeri saja. Sebab, persoalan di Papua merupakan masalah internal dalam negeri sehingga harus diselesaikan sendiri oleh bangsa Indonesia, tidak perlu melibatkan pihak asing.
Papua saat ini telah maju sebagai bagiaan dari Indonesia jadi sampaikapanpun Papua akan tetap melekat dalam tubuh NKRI jadi harapan dan provokasi dari pihak-pihak tertentu untuk papua melepaskan diri dari NKRI harus kita cegah bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H