Mohon tunggu...
Kurnia Nasir
Kurnia Nasir Mohon Tunggu... Musisi - musikus jalanan

musikus jalanan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kontestasi Politik Jangan Jadi Alat Segregasi Sosial

26 November 2024   18:02 Diperbarui: 26 November 2024   18:02 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Setelah kita menghadapi Pemilihan Presiden (Pilpres) pada Februari 2024 lalu, dan presiden baru, Prabowo Subianto sudah terpilih. Kita sudah menjalani kebijakan-kebijakan yang diputuskan oleh Prabowo seperti pemberantasan korupsi, judi togel , judi online dll.

Besok kita menghadapi Pemilihan Umum Daerah (Pilkada) yang merupakan bagian dari demokrasi yang kita jalani. Pilkada kita lakukan sebagai bukti bahwa demokrasi dapat berjalan secara damai, inklusif dan produktif.  Demokrasi adalah istilah Yunani yang menunjukkan bahwa proses bernegara itu sejatinya ada di tangan rakyat . Demos artinya rakyat, dan Cratos artinya kekuasaan.

Jika menilik perkembangan Pilkada di media massa maupun di media sosial, memang mengalami dinamika karena sejatinya Pilkada tidak hanya mengandalkan partai saja seperti legislatif, tapi juga figur calon pemimpin mereka, lalu ada etnis pemilih dan sang calon dan beberapa faktor lainnya, selain pada program dan rencana ke depan pasangan calon.

Dengan beberapa dinamika itu, sekitar 37 provinsi di Indonesia (kecuali Yogyakarta), 415 kabupaten dan 93 kota, Pilkada tidak semata hanya untuk mencari pemimpin daerah saja namun juga menjadi ajang untuk menunjukkan seberapa dewasa politik bangsa kita.

Tentu kita masih ingat bagaimana Pilkada Jakarta tahun 2017 dimana agama dan perbedaan etnis dijadikan alat untuk menggaet konstituen. Begitu massifnya sehingga membawa masyarakat terbelah. Segregasi sosial terjadi ditandai dengan jarak antara masyarakat yang beragam itu makin jauh. Agama dan etnis jadi alat penjauh itu. Yang terjadi pada saat itu adalah polarisasi , penyebaran hoaks dan potensi konflik sosial.

Inilah yang menjadi ujian besar yang harus dihadapi bersama.

Untuk itu, diperlukan komitmen dari semua pihak, mulai dari penyelenggara, peserta, hingga masyarakat, agar Pilkada 2024 dapat menjadi tonggak demokrasi yang sehat dan bermartabat. Kematangan kita sebagai warga negara disinilah teruji. Demokrasi harus kita manfaatkan dengan baik. Demokrasi yang seharusnya menjadi ajang untuk mempererat persatuan harus dimanfaatkan dengan baik dan bukan digunakan sebagai alat untuk memicu perpecahan atau segregasi sosial.

Dengan begitu kita bisa mewujudkan Indonesia emas 2045.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun