Mohon tunggu...
Tias  Anggraini
Tias Anggraini Mohon Tunggu... Lainnya - Aku Kamu dan Dia

Berkarya tebarkan Inspirasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tegas Bukan Berarti Keras

20 September 2021   11:38 Diperbarui: 20 September 2021   11:51 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Assalamualaikum ayah/bunda

Bagaimana kabarnya keluarga di rumah ? Semoga sehat selalu ya. Ayah bunda, pernah di bentak sama anak ? Kalau anak merengek suka bingung sendiri harus diapain. 

Minta ini itu, maunya diturutin. Sangking gak sabar menasehati anak, jadi main tangan sendiri. Suka nyubit dan memukul. Haduh, jangan sampai begitu ya ayah bunda. Kasihan kan, kalau anaknya dimarahi sampai babak belur. Bisa-bisa tanpa sadar kita membentuk sifat karakter anak menjadi buruk. Anak suka marah, bandel, dan membentak. Na'udzubillahimindzalik...

"Ah enggak papa kok, orang zaman dahulu juga ngelakuin hal itu. Tuh, hasilnya anak gak berani sama orang tuanya. jadi lebih manut." Iya sih, jadi lebih manut. Ada juga, yang membiarkan anaknya nangis berlarut-larut, berharap "Entarkan, berhenti sendiri. "

Pola asuh kita terhadap anak akan dikenang selalu hingga mereka dewasa, bun. Mungkin, reaksi anak ketika itu hanya bisa terdiam atau membangkang. Perlu diingat, setelah dia menjadi seorang yang dewasa nanti. 

Pasti mereka akan bertanya-tanya, " Mengapa dulu aku sering dicubit ? Mengapa aku sering dimarahi ? Padahal aku gak ngelakuin kesalahan." Seiring berjalannya waktu. mereka akan bertanya seperti itu.

Ayah/bunda, pernah mendengarkan kisah sang penakhluk Konstantinopel "Muhammad Al-Fatih" ? Jika belum, mari kita ulas sedikit mengenai cerita beliau. Cara bagaimana orang tua mendidik anaknya sampai menjadikan anak tersebut menjadi seorang pemimpin di usia muda. 

Islam menganggap bahwa peran ayah sebagai pemimpin dalam rumah tangga. Tugasnya tidak hanya menafkahi anak dan istrinya, melainkan juga menjadi kepala rumah tangga yang mampu membimbing keluarga untuk menggapai surgaNya. Maka daripada itu, peran ayah dalam mendidik anak sangatlah efisien. Seorang ayah dapat membentuk karakter anak menjadi pribadi yang tangguh bermental baja, dan senantiasa taat kepada Allah Subhanallahu Wata'ala. 

Mengapa demikian ? Bukankah seorang ibu yang seharusnya menjadi pendidik pertama untuk anak-anaknya? Pernahkah ayah/bunda mengalami hal ini ? Ketika seorang ibu memerintahkan anaknya untuk segera sholat mereka tidak bergegas (banyak alasan) tetapi jika ayahnya sudah bertindak  mereka langsung sigap melaksanakannya. 

Terbukti ternyata anak itu lebih manut ketika ayahnya sudah membawa sapu lidi dengan nada tinggi berkata,"Ayo !! Cepat Sholat.". Hehe...padahal belum sempat memukul, anak sudah lari pergi ke masjid.

Namun sayangnya, peran ayah tersebut sebagai pendidik mulai tergantikan, tak kala dia sibuk pergi untuk berkerja. Pergi pagi pulang pagi. Hampir tak ada satu hari pun bersama keluarga. Sehingga ibu, menjadi madrasah pertama bagi sang anak.

Berbeda dengan kondisi Muhammad Al-Fatih kecil. Sang ayah yakni bernama Sultan Murad II sangatlah mengerti pendidikan. 

Sultan Murad II menitipkan Fatih kepada guru kepercayaannya. Awalnya di tangan seorang guru yang bernama Ahmad bin Ismail Al Kurani. Sang guru tak segan-segan untuk melakukan ketegasan. 

Muhammad Al-Fatih merasakan pecutan untuk pelajaran pertamanya. Mungkin, Fatih kecil sangatlah kecewa saat dipukul dan teluka batinnya. Pukulan kedua lebih dikenang pahit oleh Muhammad Al-Fatih. Pukulan kedua ini datang dari gurunya yang mendampingi hingga kelak ia menjadi sultan. 

Hingga ia resmi menjadi sultan kenangan tersebut masih bekecamuk dalam pikirannya. Dia pun akhirnya bertanya kepada guru," Guru aku mau bertanya. Masih ingatkah suatu hari guru menyabetku, padahal aku tidak bersalah waktu itu. Sekarang aku mau bertanya, atas dasar apa guru melakukannya ?" sungguh dahsyat jawabannya gurunya. 

"Aku sudah lama menunggu datangnya hari ini. Dimana kamu bertanya tentang pukulan itu. Sekarang kamu tahu, Nak... bahwa pukulan kedzaliman itu membuatmu tak bisa melupakannya begitu saja. Ia terus mengganggumu. Maka ini pelajaran untukmu di hari ketika kamu menjadi pemimpin seperti sekarang. Jangan pernah sekalipun mendzalimi masyarakat mu. Karena mereka tak pernah bisa tidur dan tak pernah lupa pahitnya kedzaliman."

MasyaAllah, konsep pendidikan yang sungguh luar biasa. Hasilnya pun sungguh menakjubkan. Menjadikan Muhammad Al-Fatih sebagai penakhluk Konstantinopel. Wahai ayah/bunda, sampaikan kepada anak-anak kita. Bahwasannya kita sebagai orang tua mendidik anak-anaknya dengan ketegasaan. Semua ketegasaan mulai dari memajang muka masam, cubitan, jeweran, hukuman, dan pukulan pendidikan kelak akan berbuah manis. 

Tapi, anak hari ini sulit membedakan antara ketegasan dan kemarahan. Anak zaman sekarang menganggap bahwa seseorang itu dikatakan tegas ketika berbicaranya dengan nada tinggi dan membentak. Ketika kritikannya sangatlah amat pedas, menyentuh hati dan membakar jiwa. Sehingga sulit untuk dilupakan hingga berakibat trauma. 

Sedangkan marah, terkadang bisa diluapkan dengan cara ngambek, judes, dan kata-kata yang kasar. Padahal sebenarnya, tegas itu bisa disampaikan dengan cara halus tidak harus terbawa amarah. 

Sentuh anak tepat di hatinya. Jangan menjadikan marah sebagai senjata untuk menasehati anak. Sebab, marah itu tidak memberikan solusi yang tepat untuk anak. 

Saya yakin kepada ayah/bunda semua pasti sudah bisa mengontrol emosi. Jelas berbeda ketika kita masih bayi berusia 1-6 bulan sering menangis karena lapar, lelah, dan butuh perhatian. 

Berbeda lagi ketika kita berusia 6-12 bulan yang emosinya terlalu berlebih. Berbeda juga ketika usia kita 12-24 bulan, cemburu terhadap hal positif suka tersenyum dan menertawakan orang, selalu membuat ulah dengan orang lain. Namun ketika sudah dewasa, kita bisa membedakan mana yang buruk dan baik. Tahu kapan kita harus tegas dan marah kepada anak. 

Tapi kenapa ya ? anak itu sudah saya didik dengan benar tetapi kok masih bisa bertingkah seperti itu ? Perlu diketahui ayah/bunda bahwasannya anak dapat terpengaruh dengan lingkungannya. 

Jika lingkungan di sekitarnya baik maka anak akan mencontoh prilaku yang baik juga. Jika lingkungan di sekitar buruk maka anak akan meniru prilaku yang kurang baik tersebut. 

Sebagai orang tua yang tinggalnya di lingkungan kurang baik haruslah mendidik anak-anak kita dengan baik. Berikan pengarahan dan nasehat ketika anak berprilaku kurang mengesankan. Sebagai orang tua kita harus dapat pintar memfilter apa-apa yang diperoleh oleh anak.

Sekian ayah-bunda terimakasih atas perhatiannya. Semoga bermanfaat 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun