Mohon tunggu...
Agung Tiariaji
Agung Tiariaji Mohon Tunggu... -

a Lifetime Learner

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Jogja dalam Pantai, Candi, hingga Es Duren

9 Agustus 2015   02:24 Diperbarui: 9 Agustus 2015   02:24 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Libur lebaran dan sekolah telah usai, tapi di hari jumat (31/07/15) lalu, saya dan keluarga justru baru mulai pergi berliburan dengan tujuan kali ini adalah Jogja

Parkir Inap Bandara

Dengan mengendarai kendaraan pribadi, pada jam 10.30 kami segera berangkat dari rumah (Citayam, Depok) dan meluncur ke bandara Soekarno-Hatta. Tiba di bandara jam 12. Rencana kami adalah menginapkan mobil di Parkir Inap Bandara (PIB). Sesampai di sana, kami segera memarkirkan di terminal 3 karena memang di terminal inilah pesawat kami berada. Membawa mobil pribadi dan menginapkannya di PIB bisa lebih efisien. Tarif perharinya (24 jam) Rp. 100.000. Cocok untuk yang rumahnya jauh dari bandara dan anggota yang berangkat banyak. Namun, yang perlu diantisipasi adalah ketersediaan lahan PIBnya. Kalau di terminal anda penuh, maka anda harus mencarinya di PIB terminal-terminal lain. Nah, kalau di terminal-terminal lainnya penuh juga, tak ada cara lain selain meminta petugas sekuriti di tempat parkir anda untuk mencarikannya buat anda. Namun, cara ini lumayan riskan, karena pihak sekuriti akan meminta kunci, mobil, STNK dan karcis parkir anda untuk mereka tahan. Ada kemungkinan mobil anda diinapkan di rumah mereka atau digunakan untuk keperluan pribadi mereka, biaya parkir diselewengkan atau bahkan yang terburuk: mobil dibawa kabur. So, hindari cara seperti yang terakhir tersebut

Transjogja, Hotel Peti Mas, Gudeg Yu Djum dan Wedang Ronde

Pesawat kami take off jam 14.40. hanya butuh sejam untuk tiba di bandara Adisucipto, Jogjakarta. Setiba di sana kami langsung menuju pintu keluar bandara dan segera mencari halte Transjogja dengan tujuan jalan Malioboro. Bus Transjogja ini mirip dengan Busway TransJakarta. Harga tiket yang hanya Rp. 3.600 per orang, armada yang lumayan banyak serta jalan menuju halte yang hanya membutuhkan 30an langkah dari pintu keluar bandara (sangat dekat!). Bedanya; Tranjogja tak meiliki lajur khusus serta ukuran bus yang hanya ¾. Menuju jalan Malioboro, kami menaiki Transjogja dengan nomor bus 1A. Kalau anda bingung, tak perlu kuatir, petugas halte bus akan menginfokan melalui pengeras suara bus mana yang sesuai dengan tujuan anda. Karena hotel kami berada di jalan Dagen – Malioboro, kami turun di halte Malioboro II. Butuh sekitar 30an menit dari sejak di halte bandara hingga tiba di halte Malioboro II. Bila berkenan menggunakan taxi (bentuknya sedan atau avanza/xenia), tarif ke Malioboro sekitar Rp. 90.000 – 100.000.

Jalan Dagen adalah kawasan penginapan yang dekat dengan jalan Malioboro. Jalan ini berada pas di tengah-tengan jalan Malioboro, dan diapit oleh dua jalan lain: sebelah kiri jalan Sosrowijayan dan sebelah kanan jalan Pajeksan. Terdapat banyak hotel/penginapan di 3 jalan tersebut. Mulai dari yang harga Rp. 100.000/malam hingga 1 jutaan. Kami menginap di Hotel Peti Mas (0274-561938). Ia berada hampir di mulut keluar jalan Dagen ini. lumayan strategis. Dekat dengan Malioboro, bersebrangan dengan outlet gudeg Yu Djum yang terkenal itu, dan banyak penyewaan rental mobil di sekelilingnya.  

Tiba di hotel pukul 17.15. Setelah checkin dan bersih-bersih, sehabis Maghrib kami langsung ke gudeg Yu Djum untuk Dinner. Selesai bersantap, kami memilih untuk menyusuri jalan Malioboro untuk berjalan-jalan dan berbelanja. Sementara itu anak-anak lebih memilih berenang di kolam renang hotel. Usai keliling Malioboro, kami pun menyeruput wedang ronde sembari ngemil panganan di gerobak angkringan yang banyak bertebaran di sekitar lokasi.  

[caption caption="Hotel Peti Mas"][/caption] Rental Mobil, Borobudur, Ketep Pass

Sabtu pagi seusai breakfast di hotel, mobil rental kami telah siap menunggu. Sebuah mobil Toyota Avanza tahun 2011 dengan tarif sewa Rp. 250.000/24 jam. Kondisi mobil lumayan prima. Kami menyewa di Annisa Rental (Bpk Ari: 0818270607). Syaratnya: Cash di muka + tambahan uang deposit Rp. 500.000 + KTP + copy tiket pulang. Setiap overtime sewa dikenakan 10% dari harga sewa harian (Rp. 25.000). Model sewa yang saya ambil adalah “lepas kunci”; anda menyetir sendiri dan bensinpun ditanggung sendiri.

Jam 09.15 kami check-out dan meluncur ke Borobudur (40 KM) dengan menggunakan aplikasi penunjuk arah Waze, kamipun tiba di sana jam 10.25. Sinar mentari begitu terik. Jangan lupa membawa payung, kacamata, topi, air minum dan bila membawa anak di bawah 3 tahun, bawa serta trolinya. Karena dari candi menuju pintu keluar lumayan jauh dan melelahkan dengan berjalan kaki. Tiket masuk Rp. 30.000/orang dan anak-anak dibawah 6 tahun Rp. 12.500/anak. Lingkungan dalam kompleks candi banyak terdapat pohon rindang dan taman yang ditata asri.

[caption caption="Borobudur"]

[/caption]

Selesai mengitari Borobudur, kita bisa memasuki sebuah “museum” yang tak jelas fokus dan orientasinya apa. Tiket masuknya hanya Rp. 5.000. Di dalamnya terdapat barang-barang antik, lukisan, mainan anak tradisional, senjata pusaka, bahkan terdapat ruang pamer ular-ular nusantara. Lumayan menarik dan anak-anak relatif suka dengan “museum” ini. Sedangkan menuju pintu keluar, kita akan memasuki jalan-jalan yang kiri-kanannya terdapat penjual baju dan souvenir khas Borobudur. Sempatkan berbelanja di sini, meski yang dijual relatif sama dengan yang di jalan Malioboro, harga di sini relatif lebih miring.

[caption caption="Borobudur_Museum"]

[/caption]

Usai dengan Borobudur, kamipun menuju kawasan dataran tinggi Ketep Pass yang terkenal sejuk dan menawarkan pemandangan dua gunung (Merapi dan Merbabu) yang begitu dekat dan mempesona. Dari Borobudur menuju Ketep hanya membutuhkan waktu 45 menit. Ketep Pass ini sebenarnya merupakan sebuah area pantau aktifitas kedua gunung tersebut. Terdapat ruang pantau petugas di sana, ruang pemutaran film Merapi dan area untuk umum yang dapat digunakan untuk parkir/duduk-duduk sembari menikmati pemandangan beserta udara dingin yang menyegarkan. Situasi di Ketep Pass ini mirip dengan daerah Puncak Bogor. Secara jujur, bagi saya Ketep Pass ini merupakan highlite of the day dari trip di hari Sabtu ini.

[caption caption="Ketep_Pass"]

[/caption]

Puas dengan udara dingin dan pemandangan Merapi-Merbabu di Ketep Pass ini, kamipun tancap gas menuju candi Prambanan di Klaten. Waktu telah menunjukkan pukul 16.30. dan perjalanan menuju Prambanan menurut Waze akan membutuhkan waktu 1,5 jam atau jam 18an bila tak ada kemacetan berarti.

Maka, sampailah kami di kompleks Candi Prambanan pada jam 18.20an. Hari sudah gelap dan kamipun mengontak Oom yang kebetulan tinggal di sekitar situ untuk menumpang menginap semalam. 

Prambanan, Pantai Indrayanti, Pantai-Pantai Gunung Kidul

Minggu pagi jam 08.00. Kami menyebrangi jalanan dan memasuki kompleks Candi Prambanan yang terletak begitu dekat dengan rumah Oom kami. Dengan tarif tiket yang sepenuhnya sama dengan candi Borobudur, kamipun menikmati keagungan candi Prambanan yang walaupun masih menyisakan sejumlah kerusakan akibat gempa bumi tahun 2006, namun masih terlihat anggun dan magis.

Berbeda dengan kunjungan ke candi Borobudur yang walaupun terasa terik di lokasi candinya, di candi Prambanan sinar mentari bahkan terasa lebih terik. Namun, semua itu terbayar sepadan kala kita sembari duduk-duduk di halaman candi, pandangan kita dimanjakan oleh indahnya sejumlah candi yang tinggi menjulang ke langit sembari teringat akan kisah legenda Bandung Bondowoso yang mencoba menikahi Roro Jonggrang dengan berusaha memenuhi permintaannya untuk membuat 1000 candi namun ternyata gagal karena tipu muslihat sang gadis.

[caption caption="Prambanan"]

[/caption] 

Setelah cukup membiarkan pikiran membara bersama kisah legenda dan keindahan candi Prambanan, selanjutnya pada jam 11.00 kami pun segera melanjutkan perjalanan menuju daerah kabupaten Gunung Kidul yang terkenal dengan pantai-pantainya yang elok.

Sasaran kami yang pertama adalah Pantai Indrayanti yang terletak paling timur dari deretan pantai-pantai yang ada di Kab. Gunung Kidul. Pantai Indrayanti ini, atau dikenal pula sebagai Pantai Pulang Sawal, hanyalah salah satu dari belasan pantai indah yang terdapat di daerah ini. Menuju ke sana, aplikasi Waze menginfokan kami bahwa perjalanan akan memakan waktu sekitar 1,5 jam. Dan benarlah itu, setiba di Pantai Indrayanti, waktu telah menunjukkan pukul 12.30an. Memasuki kawasan pantai-pantai di Gunung Kidul, kita akan menemui pos tiket masuk. Kami membayar Rp. 50.000 untuk 1 mobil dengan 4 orang dewasa dan 3 anak kecil.

[caption caption="Pantai Indrayanti"]

[/caption]

Sesampai di pantai Indrayanti, mata kamipun segera terpesona dengan indahnya pantai ini. Pasirnya yang kuning, air lautnya yang jernih, ombaknya yang tinggi berdeburan, dan bongkahan karang besarnya yang menjorok ke lautan. Anak-anak kami tak ingin berlama-lama memandang semua keindahan ini dan segera saja mereka bermain dipinggir pantai. Bila kita menengok ke sisi kanan, kita bisa menyaksikan dari kejauhan pantai-pantai lain yang memiliki karakteristik serupa dan melihat banyak wisatawan lain yang juga mengunjungi pantai-pantai tersebut. Dari pantai Indrayanti ini, berturut-turut menuju ke barat, kita akan mendapati pantai Sundak, Sadranan, Krakal, Kukup hingga Ngobaran yang paling ujung barat dari Kab. Gunung Kidul ini. Kami yang hanya berada sekitar 4 jam di wilayah ini pun sepertinya terasa kurang dan begitu rugi karena tidak mampu menyinggahi semua pantai yang ada. Mungkin lain waktu nanti. Oh iya, dari semua pantai tersebut, para pengunjung memang umumnya memilih pantai Indrayanti ini sebagai titik awal eksplorasinya. Hal itu dikarenakan di pantai Indrayanti ini, ketersediaan warung makan, tempat penginapan, kamar bilas renang, dll relatif paling tersedia dibanding tempat-tempat lain. Khusus mengenai penginapan, awalnya kami berniat menginap di pantai ini, yakni di Walet Guest House (Bpk. Hartono: 085200175454), namun dikarenakan gagalnya koneksi kami dengan tempat tersebut, akhirnya niatan itu kami urungkan. Catatan: di area pantai-pantai ini, sinyal seluler umumnya bermasalah.

[caption caption="Pantai_Indrayanti2"]

[/caption]

Selesai menikmati indahnya pantai-pantai di Gunung Kidul, akhirnya jam 16.00 kami pun pamit dan menuju Jogja kota. Mencapai Jogja kota sedianya dapat kami tempuh dalam 1,5 hingga 2 jam. Namun, menjelang daerah perbatasan Patuk-Piyungan, terjadi kemacetan luar biasa yang disebabkan oleh adanya keramaian pengunjung di suatu spot area yang biasa dijadikan titik pantau untuk melihat Jogja dari ketinggian, plus lampu merah yang beroperasi tidak semestinya. Dalam pada itu, akhirnya kami harus tiba di Jogja kota dalam waktu 3,5 jam!

Tiba kembali di hotel Peti Mas pada jam 20.00an malam, kami akhirnya kehilangan waktu menikmati keramaian Malioboro di waktu malam yang sebentar lagi akan berakhir. Pikir punya pikir, akhirnya kami putuskan untuk beristirahat penuh di dalam hotel dan menyiapkan rencana untuk Senin pagi esok.

Pusat Bakpia, Keraton dan Malioboro serta Martabak Telor dan Es Duren Jalan Pajeksan

Bersedia sejak Senin subuh, jam 06.00 kami meluncur ke pusat produksi kue Bakpia yang menjadi lambang panganan khas Jogjakarta. Pusat produksi ini terletak di jl. KS. Tubun yang letaknya tak begitu jauh dari jl. Dagen tempat kami menginap. Di pusat produksi ini, kita akan mendapati beragam rumah produksi bakpia yang selama ini kita kenal. Ada Bakpia dengan merk 25, 75, 145 dll. Saya memilih merk 25 berdasarkan rekomendasi yang saya temui di website-website. Hasilnya lumayan dan tidak mengecewakan. Pas dengan harapan saya…enak. Lebih enak lagi Moci khas Jogjanya, legit sekali. Anda perlu mencobanya, dijamin nyesel bila hanya beli 1 box saja seperti saya.

Puas berbelanja bakpia dan penganan khas Jogja lainnya di rumah produksi 25, saya dan istri melanjutkan pergi mengunjungi Keraton beserta museum-museum yang ada di dalamnya. Ternyata pada jam 07.30, Keraton belum buka. Akhirnya saya putuskan untuk berkeliling mengitari kompleks Keraton dengan benteng-bentengnya. Lumayan menarik juga, meski terasa kurang.

Usai dengan keraton, sisa waktu yang hanya kurang dari 3 jam sebelum kami pulang ke Jakarta, akhirnya kami manfaatkan untuk menyusuri dan berbelanja di Malioboro. Di Malioboro, kami sudah punya toko langganan untuk batik, daster, celana komprang, sorjan, dll yang memiliki kualitas lebih baik dibanding yang ada di emperan-emperan jalan Malioboro. Nama tokonya Margaria. Sementara untuk kaos dan pernak pernik lain, kami tetap menengok pada pedagang K5 yang ada di jalanan ini.

Setelah cukup berbelanja, lapar dan haus akhirnya datang. Di mulut jalan Pajeksan, kami menemui Martabak telor yang begitu enak yang dijual oleh seorang perempuan tua. Saya lupa menanyakan siapa nama ibu penjual martabak telor ini. Yang jelas, olahan martabak telornya yang berukuran sebesar 1 box kartu remi itu membuat kami terus minta nambah dan nambah. Gurihnya martabak telor si ibu tua tersebut, dipermanis dengan adanya es duren yang berada di sampingnya. Dalam hitungan setengah jam, 4 martabak telor, 2 mangkuk es duren dan 1 mangkuk bakso malang, habis sayang lahap! Yang unik dari martabak telor ini adalah, telornya masih berbentuk bulat (telur puyuh rebus) di campur dengan sayuran dan dibalut dengan kulit lumpia. Dahsyat!

Puas berkeliling dan belanja oleh-oleh beserta perut yang kenyang, akhirnya membawa kami kembali ke hotel. Maka jam 13.30, dengan membayar Rp. 90.000, kamipun memesan mobil xenia carteran untuk minta diantarkan ke bandara dan bersiap untuk pulang menuju ke Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun