Gedung berwarna putih sebagai ikon Universitas Pendidikan Indonesia ini disebut juga dengan Isola yang merupakan sebuah bangunan kuno peninggalan Kolonial Belanda, yang kini berganti nama menjadi Bumi Siliwangi.
Pada Sabtu 3 September 2022, Pertukaran Mahasiswa Merdeka 2 (PMM2) melakukan kuliah Modul Nusantara dengan topik "Napak Tilas Bumi Siliwangi sebagai Bagian dari Post Kolonialisme dan Heritage di Kota Bandung" . Pada pertemuan pertama ini saya bersama 91 Mahasiswa PMM2 diajak untuk melihat dan mengenal beberapa tempat bersejarah bersama dosen dan mentor di sekitar lingkup UPI dimulai dengan titik kumpul di Museum Pendidikan Indonesia kemudian dilanjutkan ke Taman Partere, Vila Isola dan berakhir di Taman Barretty.
Nah, dalam pertemuan ini pula dijelaskan oleh seorang dosen Modul Nusantara dari Universitas Pendidikan Indonesia yaitu Bapak Salsa Solli Nafsika mengenai sejarah yang berdiri dibalik rupa elok Isola ini.
Isola mulai dibangun pada Oktober 1932 dan selesai pada bulan Maret 1933. Akan tetapi, baru diresmikan pada bulan Desember 1933. Hal yang menjadi sorotan di vila ini adalah desain bangunannya yang unik. Gaya Art Deco oleh sang arsitek terkenal yaitu Shcoemaker mencampurkan gaya arisitektur tradisional dan modern sehingga menimbulkan kesan khas dan memiliki filosofi tersendiri. Gaya Art Deco dipengaruhi beberapa aliran diantaranya adalah kubisme, Kontruktivisme, dan futurisme. Gaya ini lebih mengedepankan estetika daripada fungsional.
Namun siapa sangka di dalam kemegahan bangunan yang berlokasi di Isola, Sukasari, Kota Bandung, Jawa Barat ini tersimpan cerita tragis yang masih banyak belum diketahui orang. Pada mulanya, bangunan ini adalah rumah yang didiami oleh Bangsawan Indo Belanda yang bernama Dominique Willem Barretty. Beliau adalah wartawan kaya raya yang disebut juga "Raja Media" memiliki kedekatan khusus dengan Pemerintah Hindia Belanda sehingga tak ayal jika koran-korannya menjadi propaganda Pemerintah Belanda.
Di saat yang bersamaan, Barretty juga diketahui dekat dengan Pemerintahan Jepang sehingga menimbulkan kemarahan Pemerintah Hindia Belanda. Hal ini membuat tuan Barretty enggan bertemu orang-orang dan memilih berdiam diri di Isola sebagai tempat favoritnya nan damai. Di dalam villa juga tertulis M’ Isolo E Vivo” yang artinya menyendiri untuk bertahan hidup.
Kemudian, Pada satu waktu ketika tuan Barretty dalam perjalanan dari Belanda ke Indonesia hendak melaksanakan Natal bersama sang istri, Terjadilah peristiwa naas yang tidak terelakkan. Pesawat yang beliau tumpangi jatuh di perbatasan Suriah. Berdasarkan keterangan resmi Pemerintah Belanda pada saat itu, pesawat yang ditumpanginya tersambar petir hingga hilang kendali dan jatuh. Namun, menurut kabar dari intelijen lain menyatakan bahwa pesawat tersebut jatuh ditembak oleh tentara Inggris. Pada saat itu, rumor beredar bahwa Barretty dianggap sebagai ancaman dikemudian hari karena Kedekatannya dengan tentara Jepang oleh Kerajaan Belanda dan Inggris. Namun sampai sekarang, belum terungkap bagaimana kebenaran terhadap peristiwa ini.
Setelah kematian tuan Barretty, Isola sempat terbengkalai dan kemudian dijadikan sebuah hotel. Isola juga sempat berpindah tangan dan diduduki oleh Jepang sebagai markas penyimpanan alat perang tentara Belanda yang telah disita. Saat ini, Isola dijadikan sebagai kantor rektorat di Universitas Pendidikan Indonesia dan terawat dengan baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H