Mohon tunggu...
Tiara Shafa Calista
Tiara Shafa Calista Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Tiara Shafa Calista NIM 171231052 Program Studi Sosiologi Mahasiswa Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemanfaatan Pajak Rokok dan Bea Cukai untuk Penambahan Pembiayaan Kesehatan

22 Agustus 2023   14:00 Diperbarui: 22 Agustus 2023   14:03 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Rokok merupakan hasil produksi yang berbahan dasar tanaman tembakau. Rokok bukan lagi menjadi hal asing dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Jumlah perokok di Indonesia mencapai angka 70,2 juta orang dewasa berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar. Sementara itu, berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik menujukkan bahwa 16 juta remaja di Indonesia adalah perokok. Jumlah itu sejalan dengan hasil survei Global Youth Tobacco yang mengungkapkan bahwa besaran belanja rumah tangga rokok lebih tinggi daripada angka yang digunakan untuk belanja makanan bergizi.

Tingginya angka perokok di Indonesia berdampak pada tingginya penerimaan negara dari cukai rokok. Berdasarkan hal tersebut, menurut pasal 2 ayat (1e), pemerintah provinsi berhak memungut pajak dari cukai rokok. Hasil dari pemungutan cukai rokok akan dialokasikan untuk dana kesehatan melalui Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) berdasarkan pasal 2 ayat (12) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 222/PMK/0.7/2017 tentang penggunaan, pemantauan, dan evaluasi penerimaan DBH-CHT yang diprioritaskan untuk program jaminan kesehatan nasional sekurang-kurangnya 50% dari alokasi. Akan tetapi, jumlah tersebut masih belum mangatasi defisit anggaran Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Sehingga Presiden Joko Widodo mengeluarkan kebijakan jaminan kesehatan yang menyatakan besaran iuran cukai rokok ditetapkan sebesar 75% dari 50% realisasi penerimaan pajak rokok setiap Provinsi. 

Tujuan utama ditariknya pajak dari cukai rokok adalah untuk melindungi masyarakat dari bahaya merokok. Pemerintah berharap dengan adanya pengenaan pajak rokok yang mengakibatkan naiknya harga rokok dapat menurunkan jumlah permintaan rokok di Indonesia.

Akan tetapi, hingga saat ini jumlah perokok di Indonesia bukannya berkurang tapi semakin meningkat setiap tahunnya. Hal itu menyebabkan sebagian besar defisit dari BPJS Kesehatan dikarenakan oleh penyakit akibat rokok seperti penyakit jantung, kanker, stroke, hipertensi, dll. Melalui alokasi dana pajak rokok dan cukai hasil tembakau ini seakan-akan pemerintah mendorong masyarakat untuk terus merokok. 

Bagi para perokok, mereka akan berpikir bahwa kegiatan merokok mereka didukung dan dapat membantu pemerintah dalam menangani defisit BPJS Kesehatan. Semakin banyak dari mereka yang berpikir seperti itu, maka akan semakin meningkat pula jumlah perokok di Indonesia. Meningkatnya jumlah perokok tidak menutup kemungkinan naiknya angka pasien dengan penyakit akibat rokok. Bahkan tidak sedikit juga dari para pasien itu menghembuskan napas terakhirnya karena penyakit akibat rokok yang dideritanya. Alokasi dana pajak dan cukai rokok ini terlihat untuk mengobati orang sakit tetapi dengan memanfaatkan masyarakat lain dan membuat mereka lebih sakit. Oleh karena itu, tidak seharusnya pemerintah menjadikan dana pajak dan cukai rokok sebagai penyumbang dana terbesar untuk mengurangi defisit BPJS Kesehatan untuk membuang anggapan keliru dari masyarakat terutama para perokok.

Kebijakan pemerintah tentang dana dan cukai rokok untuk menekan jumlah perokok di Indonesia dapat dipahami. Akan tetapi, kebijakan pemerintah tentang penggunaan dana pajak dan cukai rokok sebagai penyumbang dana terbesar untuk penambahan pembiayaan kesehatan, akan memunculkan anggapan keliru dari masyarakat khususnya para perokok. Meningkatnya jumlah perokok karena anggapan yang keliru, bukannya akan menurunkan defisit yang ada justru akan menambah nominal defisit tersebut. Maka dari itu, pemerintah secara bertahap harus mengalihkan penggunaan dana pajak dan cukai rokok sebagai penyumbang dana terbesar untuk penambahan biaya kesehatan guna menghapus anggapan keliru dari masyarakat terutama para perokok. Selain itu, pemerintah harus tetap mengusahakan tindakan untuk menekan jumlah perokok yang ada di Indonesia .

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun