Kedua, pemerintah ingin menurunkan tingkat konsumsi rokok dengan alasan kesehatan. Untuk mengurangi angka penyakit kanker dan kematian akibat mengkonsumsi rokok . alasan ketiga berkaitan dengan urusan penerimaan negara. Pemerintah menyakini kenaikan cukai dapat menambah penerimaan negara. Alasan ini dianggap paling utama, karena pemerintah membutuhkan banyak dana untuk pembiayaan anggaran di APBN tahun 2020.
Pemerintah sudah melakukan intervensi ekonomi terhadap konsumsi rokok. Dengan dinaikannya harga cukai, kemudian harga rokok naik dan membuat pajak atas rokok meningkat. Artinya pemerintah mendapat tambahan penerimaan negara dari pajak atas cukai rokok. Efek dari kebijakan tersebut sangat baik untuk pemerintah. Namun belum tentu baik bagi masyarakat. Terdapat efek langsung dan efek tidak langsung. Efek yang langsung diterima oleh masyarakat yang dapat diprediksi bahwa individu tidak akan merubah perilakunya, jika tidak dikeluakan kebijakan tersebut.
Efek langsung ini yang diharapkan oleh pemerintah, agar individu dapat merubah perilakunya. Ketika individu mengetahui bahwa harga rokok naik bisa mencapai Rp 35.000 per bungkus, kebanyakan individu akan berpikir dua kali untuk membeli rokok atau menghemat rokok bagi yang sudah ketergantungan. Perubahan perilaku para perokok ini diharapkan dapat mengurangi angka konsumsi rokok dan memperbaiki tingkat kesehatan setiap orang.
Efek tidak langsung yang akan dirasakan oleh masyarakat terutama orang yan mengkonsumsi rokok, semakin hari semakin membaik kesehatan paru-parunya, menurunkan potensi penyakit lain dan kematian akibat rokok serta orang-orang disekitanya tidak akan terkena dampak kesehatan lagi akibat rokok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H