Mohon tunggu...
Tiara Rachma
Tiara Rachma Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Garam Langka, Akankah Gula Menyusul?

30 Agustus 2017   09:38 Diperbarui: 31 Agustus 2017   16:22 2002
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Kompas.com

Setelah garam mengalami kelangkaan di negeri ini akibat kemampuan produksi di Indonesia mengalami kondisi fluktuatif, di mana keterbatasan aspek-aspek di dalamnya seperti terbatasnya sumber daya manusia dalam memahami teknologi akan hasil garam yang sesuai standar, sehingga para petani mulai mengubah bahkan mengganti arah bisnis mereka pada jenis lain. 

Akibat dari ketakutan para petani garam akhirnya beramai-ramailah mereka meninggalkan bisnis tersebut dan beralih pada bidang lain yang lebih menguntungkan, tidak berapa lama setelahnya berimbaslah pada kelangkaan yang terjadi hari ini. Komentar negatif terus saja bermunculan, pasalnya tidak habis fikir bagaimana bisa kelangkaan terjadi di negeri yang disebut maritim dengan luas perairan lebih besar dari daratan, sementara sumber daya manusia yang mengelolanya bukanlah sedikit.

Dari pengamatan tersebut orang mungkin banyak tidak mengetahuinya bahwa garam yang dihasilkan para petani memerlukan teknologi untuk menyesuaikan dengan standar operasi yang ada di Indonesia baik itu segi kelayakan dan telah teruji standar pengolahan dan operasi oleh Badan Pengelolaan Obat dan Makanan (BPOM) maupun Dinas Kesehatan (DINKES) yang ada.

Kita tidak mampu membayangkan bagaimana sebuah kemajuan teknologi mampu menimbulkan dampak negatif sekaligus positif dalam satu kondisi tertentu. Kemajuan tekhnologi yang terjadi pada garam berdampak negatif karena minimnya pengetahuan  pada petani garam hingga menyebabkan kelangkaan di negeri maritim hari ini. 

Orang-orang mulai meninggalkan petani garam tradisional dengan alasan kesehatan garam terstandar yodium lebih dibutuhkan dan sebagainya, alhasil petani garam meninggalkan kelanjutan produksinya. Kemampuan penerapan teknologi memang memerlukan keahlian dan pelatihan khusus bagi para SDM yang akan mendirikan sebuah usaha, khususnya usaha yang akan go public dan menjadi bahan pokok masyarkat umum.

Pada saat perusahaan tidak mampu menetapkan kualifikasi dengan merekrut SDM yang berkompeten dalam menerapkan teknologi bisa jadi hal inilah yang menghambat proses produksi berlangsung secara produktif seperti yang diharapkan karena tekhnologi benar-benar menguasai pasar hari ini.

Sebuah perusahaan maupun perkumpulan usaha masyarakat yang tidak mampu bersaing dalam bidang tekhnologi cenderung akan tertinggal dari berbagai sisi lini kehidupan, misalnya dari segi ketepatan waktu, segi biaya, maupun segi kesehatan yang terstandarisasi. Ketepatan waktu produksi juga menentukan bagaimana sebuah kelangkaan itu dapat terjadi, semakin cepat proses produksi maka kebutuhan masyarakat juga akan semkin cepat tersedia sehingga tidak terjadi jumlah penawaran dan perimintaan yang tidak berimbang di masyarakat. 

Tetapi jika proses produksi melambat maka pada saat jumlah permintaan lebih tinggi dari barang yang ditawarkan karena barang yang diinginkan tidak tersedia maka terjadilah kelangkaan meskipun sumber daya yang dimiliki tersedia dengan jumlah besar. Dengan teknologi yang memadai dalam bebarapa kasus ada sejumlah  biaya yang mampu diminimalisirkan jika dibandingkan dengan mengandalkan tenaga manusia. Inilah mengapa tekhnologi ikut berperan dalam percepatan pembangunan suatu bangsa.

Menyusul selanjutnya kabar gula yang akan menjadi rencana investasi warga asing maupun dalam negeri. Hal ini dapat dilihat dengan adanya rencana pembangunan pabrik gula di tahun 2019, dalam sistuasi ini kita mampu membayangkan bagaimana sebenarnya keadaan Indonesia kita hari ini. Jika pembangunan pabrik gula tersebut sebagai bentuk kemampuan Indonesia meningkatkan daya saing dalam dunia investasi maka hal tersebut menjadi satu upaya yang harus diapresiasi. Kemetrian Pertanian mengupayakan investasi pembangunan pabrik gula (PG) baru serta meliputi pembukaan lahan baru untuk penanaman tebu demi menunjang swasembada gula.

Tahun 2019 menjadi tahun target pembanguan 11 pabrik gula yang siap beroperasi. Akan tetapi pada saat jumlah investor asing lebih mendominasi dari jumlah investor lokal maka kekhawatiran terjadinya kelangkaan lebih menjadi alasan yang masuk akal bagi masyarakat. Sebenarnya apa yang terjadi dengan perencanaan besar pabrik gula diharapkan tidak ada keterkaitan dan  permainan politik dengan disegelnya pabrik gula di Cirebon.

Penyegelan pabrik gula di cirebon yang dianggap tidak terstandar Nasional Indonesia memang cukup mengkhawatirkan akan terjadinya kelangkaan, sebab kita tahu bahwa selama ini gula tersebut telah tersebar di seluruh wilayah di Indonesia. Dengan adanya tes laboratorium menunjukkan sebagian gula layak dan boleh beredar kembali di pasar. 

Penyegelan yang dilakukan Kementrian Perdagangan (Kemendag) tersebut merupakan sebuah upaya pemerintah dalam menjaga masyarakat dari produk yang tidak terstandar dan layak konsumsi. Pemerintah akan mengambil tindakan tegas jika ada produsen yang nekat melakukan jual beli gula tersebut kepada masyarakat. Koordinator Bidang Pengaduan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengatakan bahwa tindakan penyegelan itu adalah tindakan untuk mencegah karena produk harus sesuai dengan SNI. 

Penyegelan pabrik gula tersebut juga di sebabkan karena indikasi gula yang tidak memenuhi standar ICUMSA (International Commission for Uniform Methods of Sugar Analysis)  sesuai jumlah yang ditetapkan. ICUMSA merupakan standarisasi yang digunakan untuk mutu produk gula, semakin rendah angka ICUMSA maka menunjukkan tingkat kemurnian gula semakin tinggi dan bagus. Menurut kabar yang beredar semakin rendah tingkat ICUMSA maka warna gula akan semakin putih dan halus, jika gula berwarna kecoklatan maka jumlah ICUMSA di anggap tinggi.

Belum selesai masalah mengenai gula yang tidak terstandar kini timbul lagi keresahan petani akan peredaran gula kristal putih (GKP). Petani merasa tengah menemui jalan buntu atas hasil giling di tahun 2017 ini.  Para petani mendesak pemerintah untuk menghentikan peredaran GKP tersebut karena mengganggu pasar mereka. 

Menurut Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Nasional Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), saat ini stok gula di pasar penuh dengan GKP. Sehingga peluang bagi gula petani lokal sulit untuk bisa masuk, GKP merupakan gula sisa impor ditahun 2016 yang dilakukan oleh pemerintah. Hal inilah yang dikeluhkan para petani karena jumlah impor terlalu banyak yang menyebabkan sisa sampai di tahun 2017. Para petani meminta sejumlah kompensasi sebagai ganti rugi atas rendemen yang rendah berupa jaminan  sebesar 8,5 % yang belum juga diberikan di tahun ini.

Dengan berbagai problematika yang kita lihat mengenai gula akhir-akhir ini harapannya kita mampu mengatasi dan menjaga kestabilan pasar mulai dari produksi, konsumsi serta peredarannya. Belajar lewat kelangkaan yang terjadi pada garam semoga pemerintah mampu menunjukkan jalan terang dan solusi terhadap penyebab terjadinya hambatan masyarakat dalam memproduksi gula yang berkualitas dan sesuai standar yang diinginkan pemerintah.

Berdasarkan hal tersebut pemerintah bertanggungjawab dalam mengatur tingkat rendemen, karena rendemen yang rendah akan merugikan jumlah keuntungan petani. Mayoritas pabrik gula milik BUMN (Badan Usaha Milik Negara) rendemennya rendah sementara jika dibandingkan pada saat di olah oleh perusahaaan swasta petani mampu menerima rendemen dengan tingkat yang tinggi. Harapannya tidak ada lagi impor gula cukuplah impor garam menjadi pelajaran terakhir atas kelalaian pemerintah maupun rakyat dalam memenuhi kulaifikasi standar serta mengawasi peredaran pasar.

Oleh : Tiara Rachmawati

Mahasiswi Magister Studi Islam 

Universitas Islam Indonesia 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun