Rumah tangga harmonis dan mempunyai keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah, merupakan dambaan bagi setiap orang. Ketika seseorang telah memasuki bahtera rumah tangga, dia harus sudah siap dengan segala risiko, tanggung jawab, dan kewajibannya baik terhadap pasangan maupun terhadap Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Sebagaimana telah kita ketahui bersama, bahwa pernikahan merupakan salah satu bentuk ibadah kita kepada Allah, untuk itu ia memiliki pokok bahasan tersendiri yang tentunya tidak lepas dari hukum dan tata cara-Nya dalam menjalankan ibadah pernikahan itu sendiri.
Tantangan dan konflik juga bagian yang tidak terpisahkan dalam jalinan rumah tangga. Konflik bisa disebabkan karena tidak adanya komunikasi yang baik, permasalahan ekonomi, atau tidak terpenuhinya hak-hak dan kewajiban sebagai pasangan. Seperti salah satu hukum dalam rumah tangga yaitu tentang nusyuz yang Allah jelaskan dalam QS. An-Nisa/4: 34.
Allah SWT berfirman:
"Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 34)
Dalam Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka, kata nusyuz dalam ayat tersebut mengindikasikan kepada seorang istri yang tidak patuh dan tidak taat baik kepada Allah maupun kepada suami sebagai pemimpin mereka. Seorang istri dikatakan telah nusyuz ketika tidak terpenuhinya hak-hak suami atas dirinya, seperti bersenang-senang yang dibolehkan (jima' dan lain-lain), taatnya istri terhadap hal-hal yang disenangi suami atas dirinya, dan suami berhak mendapatkan keadaan rumah yang rapih juga nyaman.
Ayat diatas memberikan solusi bagi suami untuk mengatasi permasalahan istri yang nusyuz, yaitu:
1. Ajarilah Mereka (Istri)
Nasihatilah seorang istri dengan tutur kata dan sikap yang layak. Seorang suami hendaknya menunjukkan kepemimpinan yang tegas dan bijaksana.
2. Berpisahlah Tempat Tidur
Hal ini merupakan salah satu hukuman yang agak keras bagi seorang istri apalagi jika di waktu muda. Ibnu Abbas menafsirkan berpisah tempat tidur maksudnya adalah jangan disetubuhi, jangan tidur di dekatnya atau belakangilah istri walaupun berada dalam satu tempat tidur. Dikuatkan pula oleh As-Suddi, Adh-Dhahhak, dan Ikrimah, yaitu jangan ajak istri bercakap-cakap atau jangan tegur dia.
3. Pukullah Istri
Memukul istri dilakukan ketika istri memang sudah patut untuk dipukul dan suami sudah melaksanakan dua cara sebelumnya yaitu menasehati dan berpisah tempat tidur dengan istri. Memukul disini yaitu dengan pukulan yang tidak menyebabkan benar-benar sakit, serta dilarang untuk memukul di area wajah. Menurut keterangan Ibnu Abbas, pukullah dengan sikat gigi atau tongkat kecil dan jangan seperti memukul budak yang paginya dipukul tetapi malamnya disetubuhi.
Dalam perspektif gender, nusyuz menjadi sebuah bentuk ketidakadilan bagi wanita. Sebab, dalam pandangan masyarakat patriarki, wanita seringkali dianggap lemah dan tidak diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri serta menuntut haknya. Akibatnya, banyak istri yang merasa tertekan dan memilih untuk melakukan nusyuz sebagai bentuk perlawanan. Meski demikian, nusyuz tetap tidak diperbolehkan, karena perilaku tersebut dapat memicu perpecahan dalam rumah tangga.
Pada penggalan pertama ayat diatas, Allah menyebutkan bahwa Dia melebihkan laki-laki diatas perempuan. Laki-laki merupakan pemimpin dan penguasa bagi kaum perempuan, tetapi seorang laki-laki (suami) tidak diperkenankan untuk berlaku sombong, meninggikan diri, dan menyalahgunakan kekuasaannya untuk bertindak semena-mena terhadap perempuan (istri). Sehingga, dalam memukul istri yang nusyuz pun dilakukan secara sembarangan dan kasar, karena merasa derajatnya lebih tinggi daripada perempuan (istri).Â
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku nusyuz merupakan hal yang mengganggu kedamaian rumah tangga dan keluarga. Suami dan istri diharapkan untuk saling menghormati, menghargai, dan memenuhi hak-hak masing-masing sebagai pasangan. Melakukan nusyuz dapat merusak ikatan suami istri dan berdampak negatif pada keberlangsungan rumah tangga dan keluarga.
Penulis: Tiara Putri Sunarya, Dr. Hamidullah Mahmud, Lc. M.A Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H