Bushidō 武士道 merupakan sebuah prinsip kuno dari Jepang yang masih berkembang hingga saat ini. Kanji Bushi 武士 berarti Samurai dan kanji Dō 道 berarti jalan sehingga dapat diartikan menjadi jalan samurai atau tata cara ksatria. Prinsip Bushidō merujuk pada etika yang harus ditaati seorang samurai. Etika samurai ini muncul pada zaman Kamakura.
Bushidō memiliki tujuh konsep kebajikan, yaitu Integritas 義(gi), kebenaran 勇氣 (yuuki), berbuat baik 仁 (jin), menghormati 禮 (rei), kejujuran 誠 (makoto), kehormatan 名誉 (meiyo), dan loyalitas 忠義 (chuugi).
Walaupun istilah ini tidak lagi digunakan secara persis pada zaman Edo (jika dibandingkan dengan zaman Kamakura), konsep ini tetap berkembang melalui adopsi cita-cita Neo-Konfusianisme seperti humanisme dan kesetiaan pada zaman Edo, dan menjadi landasan moralitas nasional setelah Restorasi Meiji. Sehingga, Konsep Bushidō ini masih dapat terlihat dari sikap dan etika prajurit Jepang saat berperang.
Selama Perang Dunia II, Jepang berhasil mengusir pendudukan Belanda di Indonesia dan menduduki Indonesia selama kurang lebih tiga tahun. Setelah Perang Dunia II selesai dan Jepang menyerah pada sekutu, pasukan Jepang diperintahkan kembali ke negaranya, akan tetapi masih terdapat kurang lebih 1000 orang yang tinggal di Indonesia.
Para tentara yang membelot ke Indonesia ini awalnya disebut Dasso Nihon Hei (prajurit yang melakukan desersi), kemudian namanya berubah menjadi Zanryu Nihon Hei (prajurit yang tetap tinggal di belakang atau serdadu yang memilih tinggal) karena dianggap memiliki kontribusi terhadap perjuangan Kemerdekaan Indonesia.
Prinsip Bushidō dapat dikatakan memiliki pengaruh yang kuat terhadap para prajurit yang memilih membelot kepada Indonesia ini jika dilihat dari proses panjang yang mereka lalui untuk tetap berada di pihak Indonesia.
Propaganda Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya 大東亜共栄圏 (Dai tō a Kyōeiken) yang dibuat Jepang untuk mengambil hati rakyat Indonesia agar bersama-sama melawan dominasi bangsa-bangsa Barat membuat hubungan antara tentara Jepang dan Indonesia menjadi dekat.
Banyak prajurit Jepang yang benar-benar ikut membantu Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan bahkan setelah Jepang kalah pada Perang Dunia II.
Beberapa prajurit Jepang yang datang ke Indonesia percaya bahwa tujuan mereka datang ialah semata-mata untuk membantu Indonesia merdeka dan bukan propaganda membebaskan Indonesia untuk kembali dikuasai oleh Jepang.
Melalui pembentukan Heiho dan diterbitkannya Osamu Seirei 44 yang melahirkan PETA, para tentara Jepang mulai menjalin komunikasi antara pemuda Indonesia.