Mohon tunggu...
Tiara Merdika
Tiara Merdika Mohon Tunggu... Freelancer - a stoic

Because words are energy

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Repetisi Hidup

23 Januari 2022   13:41 Diperbarui: 7 Februari 2022   11:48 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by David Alberto Carmona Coto from Pexels 

"I'm gonna live the best of my life!"

Manusia tidak dapat terlepas dari penderitaan juga kebahagiaan. Siapa yang tidak menginginkan hidup yang bahagia? Saya pikir tidak ada. Definisi kebahagiaan setiap orang tentu berbeda. Beberapa mengejar kebahagiaan dengan caranya masing-masing. Tanpa disadari semakin besar obsesi terhadap kebahagiaan, maka semakin sedikit pula mereka menghargai apa yang telah didapat. Pada akhirnya mereka akan merasa menderita dari sebelumnya. Itulah sisi gelap kebahagiaan.

Seorang psikolog, Alfred Adler mengatakan bahwa dibutuhkan keberanian untuk menjadi bahagia. Jika seseorang tidak bahagia, menurut Adler itu adalah pilihan mereka. Inilah sebabnya psikologi Alfred Alder disebut dengan psikologi keberanian. Berani untuk melakukan perubahan, bertumbuh, bahkan untuk bahagia ataupun tidak.

Kehidupan ini terus bergerak, seperti roda yang berputar, bersifat repetisi. Sederhananya begini; jika hari ini saya bahagia, besok saya akan bersedih dan akan kembali bahagia. Sebaliknya, jika hari ini saya bersedih, besok saya akan bahagia lalu bersedih dan kembali bahagia, selalu seperti itu. Tidak apa-apa, memang begitulah kehidupan, tidak ada yang menetap. Yang menjadi penting adalah bagaimana saya bersikap dan merespon kesedihan dan kebahagiaan itu sendiri. Tepatnya lebih bagaimana saya berproses untuk perubahan di dalamnya.

Hal pertama yang harus saya lakukan dalam berproses adalah menentukan tujuan dan makna hidup. Aristetoles pernah berkata bahwa "Kebahagiaan adalah makna dan tujuan hidup, seluruh tujuan dan akhir dari keberadaan manusia." Namun bagi saya, kebahagian bukanlah tujuan hidup yang sesungguhnya. Dari sudut pandang yang berbeda, saya melihat kebahagiaan itu seperti "bonus" dari Tuhan. Tidak terlalu fokus pada kebahagiaan bukan berarti tidak menginginkan kebahagiaan. Bagaimana jika kita sedikit menggeser sudut pandang mengenai tujuan hidup? Seperti menjadi bermanfaat.

Erich Fromm pernah mengatakan bahwa seseorang harus mencintai dirinya sendiri sebelum mencintai yang diluar dirinya. Mencintai diri sendiri bukan berarti mementingkan dirinya sendiri. Ini adalah dua hal yang sangat berbeda. Mencintai diri sendiri berarti menyadari bahwa hakekat eksistensialnya dibutuhkan oleh orang lain. Misalnya, ketika kita memutuskan untuk membantu seseorang yang sedang membutuhkan kita.

Saya teringat perkataan Ralph Waldo Emerson, "Tujuan hidup bukan untuk bahagia. Menjadi berguna, terhormat, berbelas kasih, membuat perbedaan bahwa Anda telah hidup dan hidup dengan baik." Jika saya menggabungkan pemikiran Ercih Fromm dan Ralph Waldo Emerson, maka "menjadi bermanfaat untuk orang lain-pun merupakan salah satu cara mencintai diri sendiri dan dapat mengantarkan pada kebahagiaan." Yang perlu digaris bawahi adalah "jangan memaksakan sesuatu yang diri sendiri tidak sanggup untuk melakukannya". Artinya, kita juga harus mengetahui kapasitas diri dan menerapkan batasan-batasan yang diperlukan dalam hubungannya dengan orang lain.

Kebahagiaan bersifat menular. Jika membantu atau berhubungan dengan orang lain tidak membuat kita bahagia, mungkin perlu dilihat kembali. Hal apa yang kita berikan kepada mereka sehingga tidak membuat kita bahagia? Bisa saja terjadi kesalahpahaman arti kebahagiaan itu sendiri. 

Sekali lagi, begitulah kehidupan, tidak selalu tentang bahagia tapi juga penderitaan. Mereka akan selalu datang silih berganti. Tidak ada yang menetap. Mustahil manusia akan bahagia selamanya. Kata selamanya hanya berlaku untuk kehilangan. Kehilangan seseorang yang tak lagi di dunia yang sama, atau kehilangan benda yang terjatuh dikedalaman laut, danau, telaga. Meskipun semua itu akan tergantikan dengan yang baru, tetap saja mereka tidaklah sama. Mereka selalu punya ruangnya sendiri. 

Yang menjadi penting adalah kita harus mencintai diri sendiri. Lebih melihat ke dalam diri, menjaganya dengan baik, dan pastikan untuk tetap bertahan dalam keadaan apapun. Beristirahatlah jika lelah, tariklah nafas yang panjang lalu hembuskan pelan, kita tidak sedang berlomba dengan kehidupan orang lain. Kehidupan dan ruang yang kamu punya adalah milikmu, bukan orang lain. Buatlah ruangmu senyaman mungkin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun